Liputan6.com, Jakarta - Ekonom yang juga mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro mengungkapkan serangan Iran terhadap Israel bisa berdampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Eskalasi konflik kedua negara tersebut dapat berimbas pada perubahan target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 4,6 hingga 4,8 persen.
Advertisement
"Pertumbuhan ekonomi bisa agak terdorong ke bawah, ke 4,6-4,8 persen karena keseimbangan eksternal yang terganggu, ditambah dengan potensi inflasi," kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024)
Meskipun begitu, Bambang menuturkan bahwa masih ada harapan bagi Indonesia untuk mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga berhasil mencapai 5,2 persen tahun ini.
Satu-satunya harapan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yakni melalui konsumsi domestik saat penyelenggaraan pemilihan daerah (Pilkada) 27 November 2024 nanti.
"Tapi kalau melihat dampak dari pemilu kemarin, pemilu sekarang agak beda daripada pemilu sebelumnya, karena pemilu sekarang orang mainnya di medsos (media sosial), jadi tidak banyak dampak konsumsi yang di luar konsumsi data atau internet," tuturnya.
Waspadai Inflasi Indonesia
Bambang menambahkan tingkat inflasi di Indonesia masih perlu diwaspadai karena masih sedikit di atas target. Hal ini ditambah harga pangan yang masih cukup tinggi.
Adanya konflik Iran dan Israel ini akan tergantung seberapa jauh harga minyak melonjak. Pada 2022 inflasi di Indonesia pernah menyentuh di atas 5 persen akibat perang Rusia dan Ukraina..
“Karena waktu itu perang Rusia Ukraina membuat harga minyak di atas USD 100 terpaksa pemerintah harus menaikan harga BBM karena subsidi terlalu banyak yang mencapai Rp 500 triliun sendiri, saat itu juga inflasi akan berpengaruh,” jelas Bambang.
Bambang memprediksi akan ada tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.
Pertama, tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia. Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).
Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.
Inflasi Maret 2024 Tembus 0,52%, BPS Ungkap Biangkeroknya
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat seluruh komponen mengalami inflasi pada Maret 2024. Secara bulanan inflasi Maret mencapai 0,52 persen.
Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menjelaskan, inflasi bulan ke bulan ini didorong oleh seluruh komponen, terutama komponen harga bergejolak.
"Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,23 persen, komponen ini memberikan andil inflasi sebesar 0,15 persen," kata Amalia dalam konferensi pers BPS, Senin (1/4/2024).
Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen inti adalah emas perhiasan, minyak goreng, dan nasi dengan lauk.
Sementara, komponen harga diatur Pemerintah mengalami inflasi sebesar 0,08 persen dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga diatur Pemerintah adalah Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Lalu, komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,16 persen dengan andil inflasi sebesar 0,36 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga bergejolak adalah telur ayam ras, daging ayam ras, beras, cabai rawit, bawang putih, dan bawang merah.
Kata Amalia, BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan Maret 2024 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.
Advertisement
BPS: Inflasi Maret 2024 Sentuh 0,52%
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia mencapai 0,52 persen pada Maret 2024 secara bulanan atau secara month to month (mtm). Angka inflasi ini lebih tinggi dari Februari 2024 sebesar 0,37 persen.
Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti mengatakan, sementara inflasi pada Maret 2024 mencapai 3,05 persen secara tahunan atau year on year, dan secara tahun kalender year to date terjadi inflasi sebesar 0,93 persen.
"Pada Maret 2024 terjadi inflasi sebesar 0,52 persen secara bulanan atau terjadi peningkatan indeks harga konsumen IHK dari 105,58 pada Februari 2024 menjadi 106,13 pada Maret 2024," kata Amalia dalam konferensi pers BPS, Senin (1/4/2024).
BPS mencatat, tingkat inflasi bulanan Maret 2024 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.
Adapun kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar berasal dari makanan minuman dan tembakau dengan laju inflasi sebesar 1,42 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,41 persen, dengan komoditas penyumbang utama inflasi adalah telur ayam ras dengan andil inflasi sebesar 0,09 persen, daging ayam ras dengan adil inflasi sebesar 0,09 persen, beras dengan adil inflasi sebesar 0,09 persen, cabai rawit dengan andil inflasi sebesar 0,02 persen, serta bawang putih dengan andil inflasi sebesar 0,02 persen.
"Pada kelompok makanan minuman dan tembakau juga terdapat komoditas yang memberikan andil deflasi, diantaranya adalah cabai merah dan tomat yang memberikan andil deflasi masing-masing sebesar minus 0,02 persen," ujarnya.
Selanjutnya, secara sebaran inflasi bulanan menurut wilayah, tercatat sebanyak 34 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami inflasi, sedangkan 4 lainnya mengalami deflasi. "Inflasi tertinggi sebesar 1,07 persen terjadi di provinsi Sulawesi Utara, deflasi terdalam terjadi di Provinsi Maluku sebesar 0,46 persen," pungkasnya.