Liputan6.com, Jakarta Ekonom Mari Elka Pangestu memperingatkan harga emas dan minyak berpotensi melonjak jika konflik Iran dan Israel berlanjut. Menurutnya, bila kedua negara lanjut berperang, maka rantai pasok dunia akan terganggu, sehingga terjadi kenaikan harga komoditas pangan. Kemudian disusul oleh kenaikan harga minyak.
“Gejolak harga minyak, inflasi, dan gejolak harga komoditi yang lain juga akan memengaruhi Indonesia,” kata Marie dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).
Advertisement
Mari menambahkan, dampak konflik tersebut disebutnya tentu akan berpengaruh pada nilai tukar Rupiah yang kini sudah melemah dan lebih jauh lagi akan berdampak pada penurunan bond yield dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Dengan harga minyak di luar hal terkait dengan inflasi dan harga produksi naik, tentunya masalah kepada anggaran dan fiskal. Defisit anggaran dan fiskal karena kalau harga naik tentunya subsidi BBM juga akan naik ya kecuali harga BBM-nya mau dinaikkan,” jelasnya.
Selain itu, The Fed juga berpotensi tahan penurunan suku bunga, imbas serangan Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April 2024.
Menurut, Marie perlambatan penurunan suku bunga ini menjadi efek domino lain dari konflik Iran-Israel seperti naiknya harga minyak dunia, harga emas, hingga menguatnya dolar AS.
"Jadi ini skenario di mana diperkirakan harga minyak akan naik, production cost naik, inflasi naik dan ini akan memengaruhi pemulihan di AS, memperlambat penurunan suku bunga yang harusnya terjadi di second half of this year," pungkasnya.
Tembus 16.000 per USD, Rupiah Bakal Makin Anjlok Imbas Konflik Iran dan Israel?
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS telah melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 15 April 2024 pukul 12.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.071 per dolar AS).
Selama libur Lebaran 2024, rupiah cenderung lesu terhadap dolar AS, lantas bagaimana potensi Rupiah dengan adanya konflik Israel dengan Iran?
Ekonom sekaligus Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019-2021 Bambang Brodjonegoro menjelaskan Rupiah telah melemah sebelum ada isu Iran dan Israel karena Dolar AS terus menguat dibandingkan mata uang lain, semua pihak menyangka The Fed akan segera menurunkan suku bunga, tetapi tidak.
“Saya sendiri prediksi The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga sampai tengah tahun ini karena tingkat inflasi AS masih di atas target. Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius. Ini bisa membuat Rupiah tertekan. Sampai level berapa tentu sulit,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).
Bambang menambahkan, situasi yang terjadi saat ini adalah The Fed belum menurunkan suku bunga dan adanya konflik Iran dan Israel membuat Dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang lainnya.
Advertisement
Fluktuasi Dolar AS
Adapun menurut Bambang, Bank Indonesia (BI) saat ini harus bisa menahan agar fluktuasi nilai tukar Dolar AS bisa lebih stabil. Sebagai langkah antisipasi dampak suku bunga The Fed, BI diperkirakan akan tetap melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.
Ia menambahkan, keputusan untuk menaikan suku bunga BI, juga bukan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi dolar AS saat ini yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya.
"Intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan. Tapi juga BI tidak mungkin menggunakan cadangan dolar begitu saja untuk melakukan intervensi karena akibatnya akan fatal," jelasnya.
Adapun, akibat konflik Iran dan Israel ini, investor akan beralih pada aset safe haven. Menurutnya, tempat paling aman itu selalu dua yaitu Dolar AS dan obligasi AS.