Liputan6.com, Jakarta - Harga barang elektronik bakal lebih mahal imbas rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini seiring barang elektronik tersebut barang impor.
"Oh ya pasti (harga naik). Ini nilai tukar (Rupiah) di harga Rp15.700 pun, dampaknya luar biasa, apalagi saat ini di Rp16.200," ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Advertisement
Seiring harga barang elektronik yang naik juga akan berdampak terhadap inflasi. "Kita harus ingat bahwa Indonesia itu importir semua barang-barang impor ini pasti akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan, ini pun juga akan berdampak terhadap inflasi," tutur Ibrahim.
Meski demikian, Ibrahim enggan menyebut persentase kenaikan harga barang elektronik di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Ia menilai, kenaikan harga barang elektronik terlebih dahulu akan dirumuskan oleh asosiasi industri elektronik.
"Jadi tidak seperti di pasar, harga langsung keluar, kemudian naik tinggi, biasanya ada satu kesepakatan nah itu di bawah asosiasi pengusaha komoditi elektronik," kata dia.
Ibrahim menyebut tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS bersifat sementara. Namun, tren pelemahan bisa terjadi lebih dalam apabila konflik Iran dan Israel berlanjut.
"Ini hanya sesaat, tetapi pemerintah dan Bank Indonesia perlu melakukan operasi pasar untuk mencegah pelemahan lebih dalam," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pelemahan nilai tukar Rupiah akibat konflik Iran dan Israel masih lebih baik dibandingkan mata uang negara kawasan Asia Pasifik.
Gerak Rupiah
Berdasarkan data pasar spot luar negeri (Trading Economics), nilai tukar Rupiah berada di level Rp16.060 per USD atau mengalami apresiasi 0,31 persen secara harian (date to date/dtd) pada Senin, 15 April 2024.
"Nilai tukar Rupiah lebih baik dibandingkan negara- negara lain seperti Korea, Filipina, dan Jepang," kata Airlangga dalam keterangannya Selasa, 16 April 2024.
Selain Rupiah, mayoritas nilai tukar di Kawasan Asia Pasifik bergerak melemah terhadap US Dollar pada perdagangan Senin, 15 April 2024. Misalnya Baht Thailand dan Won Korea terdepresiasi sebesar 0,24 persen (dtd), dan Ringgit Malaysia sebesar 0,24 persen (dtd).
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Langkah Antisipasi Disiapkan
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, langkah-langkah antisipasi disiapkan untuk hadapi dampak ketegangan konflik Israel-Iran.
Ia menilai, dampak ketegangan konflik Israel-Iran akan terlihat pada pembukaan pasar keuangan pada Selasa, 16 April 2024. "Rambatan dampak (eskalasi konflik) kepada pasar finansial Indonesia baru akan terlihat saat pembukaan pasar besok pagi, Selasa, 16 April 2024.
Namun, langkah-langkah antisipatif akan disiapkan untuk menjaga kepercayaan pasar atas dampak potensi semakin meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, serta kenaikan harga emas, sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya,” ujar Menko Airlangga seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (15/4/2024).
Konflik di Timur Tengah saat ini semakin memanas dengan serangan ratusan drone Iran ke Israel pada Minggu, 14 April 2024 sebagai bentuk balasan atas serangan Israel yang telah menghancurkan gedung Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024.
Selain memicu ketegangan regional hingga ke tingkat global, eskalasi konflik ini juga akan berdampak kepada perekonomian global serta akan meningkatkan risiko makroekonomi bagi perekonomian Indonesia.
Fundamental Ekonomi
Merespons situasi tersebut dan guna mengambil langkah-langkah antisipatif, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyelenggarakan rapat terbatas dengan seluruh unsur Kedeputian pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berikut dengan sejumlah Duta Besar pada Senin, 15 April 2024.
Menko Airlangga juga menyampaikan, konflik tersebut juga akan menimbulkan gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez yang akan berdampak langsung setidaknya pada kenaikan biaya kargo. Produk yang terganggu antara lain gandum, minyak, dan komponen alat-alat produksi dari Eropa.
Secara fundamental, perekonomian Indonesia relatif masih cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi masih terjaga di atas 5% dengan inflasi yang terkendali. Sampai dengan Februari 2024, neraca perdagangan Indonesia juga masih mengalami surplus, dan menopang Cadangan Devisa yang pada posisi terakhir di Maret 2024 tercatat masih kuat.
Advertisement