Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bicara soal pentingnya peran selat Hormuz sebagai jalur perdagangan minyak dunia. Hal itu disoroti lantaran adanya konflik Iran vs Israel yang dikhawatirkan dapat berdampak pada pasokan minyak mentah dunia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, menjelaskan selat Hormuz merupakan penghubung utama yang menghubungkab produsen mingak Timur Tengah ke pasar Asia, Eropa, Amerika Utara, dan sekitarnya.
Advertisement
Diketahui, setiap kapal yang melintasi Selat Hormuz harus melakukan kontak dengan pihak Iran. Lantaran selat tersebut dikelola oleh Iran, sehingga jika terjadi konflik dikhawatirkan akan berdampak pada distribusi pasokan mintak mentah dunia.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM menggandeng PT Pertamina (Persero) untuk melakukan simulasi gunaengantisipasi kenaikan harga minyak dunia, damoak serangan Iran ke Israel.
"Tadi saya bilang, itu kalau pasokan sudah ada kontrak cukup aman tapi untuk lebih aman kan harus mana lagi yang bisa kita support lagi," kata Tutuka saat ditemui usai menghadiri Halalbihalal di Kementerian ESDM, Selasa (16/4/2024).
Lebih lanjut, Tutuka mencatat secara kualitatif pasokan minyak yang didistribusikan melalui Selat Hormuz sangat signifikan.
"Kalau saya bilang secara kualitatif itu signifikan jumlahnya, kan yang lewat sana itu lebih dari 20.000 ribu vessel, totalnya jadi puluhan juta," ujarnya.
Kendati begitu, Tutuka mengakui hingga kini belum ada permasalahan mengenai distribusi minyak melalui Selat Hormuz.
"Belum ada permasalahan, tapi kalau terjadi permasalahan kita antisipasi," pungkasnya.
Subsidi BBM Siap-Siap Naik Imbas Perang Iran vs Israel
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berencana untuk menghitung ulang anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menyusul, kenaikan harga minyak mentah akibat konflik Iran dengan Israel.
"Kita dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam negeri terutama tertentu terkait dengan subsidi, kita harus mengkalibrasi lagi anggaran yang digunakan," kata Airlangga dalam acara Halal Bihalal Media di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).
Saat ini, pemerintah masih melakukan pengamatan terkait potensi peningkatan konflik Iran dan Israel yang mendorong kenaikan harga minyak mentah lebih tinggi. Dengan, ini penyesuaian subsidi BBM tidak dilakukan dalam waktu dekat.
"Kita melihat satu, dua bulan situasi seperti apa, jadi kalah tidak ada eskalasi kita harap harga minyak bisa flatten (tetap), tetapi kalau ada eskalasi tentu berbeda," bebernya.
Airlangga menerangkan bahwa konflik antara Iran dan Israel akan memberikan tekanan besar terhadap tiga sektor perekonomian. Pertama, mendorong tren kenaikan suku bunga yang lebih tinggi.
Kedua, kenaikan harga minyak mentah yang berdampak pada lonjakan anggaran subsidi dan kompensasi BBM. Ketiga, kenaikan harga logistik akibat gangguan rantai pasok.
"Tiga hal menjadi isu (ekonomi), satu, interest rate global (suku bunga), dua, harga minyak, ketiga harga logistik," ujar Airlangga.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk menjaga laju inflasi tetap terkendali dan memperhatikan risiko kenaikan suku bunga. Selain itu, pemerintah juga akan melanjutkan reformasi struktural untuk menjaga perekonomian nasional tetap positif.
"Dari segi makro kita menjaga juga makroprudensial untuk (target) perekonomian kita di tahun ini," pungkas Airlangga.
Advertisement
Anggaran Subsidi
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji memprediksi anggaran subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) akan naik menjadi Rp 249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 sekitar Rp160,91 triliun.
Proyeksi kenaikan BBM ini seiring meningkatnya harga minyak mentah akibat konflik Iran dan Israel.
Asumsi kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi BBM ini mempertimbangkan pada harga jual minyak mentah di Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD 100 per barel dan asumsi kurs Rp15.900 per USD.
Bahkan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM bisa membengkak menjadi Rp 287,24 triliun dari asumsi APBN 2024 sekitar Rp160,91 triliun.
Proyeksi kenaikan anggaran subsidi dan kompensasi BBM ini mempertimbangkan pada harga jual minyak mentah di Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD 110 per barel dan asumsi kurs Rp15.900 per USD.