Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah tembus 16.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai akan berdampak terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar AS dan nilai impor yang besar.
Berdasarkan data RTI pada Selasa, 16 April 2024 pukul 15.42 WIB, posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.170.
Advertisement
Head of Research Investasiku (Mega Capital Sekuritas), Cheril Tanuwijaya menuturkan, rupiah melemah seiring penguatan dolar Amerika Serikat. Namun, rupiah tidak sendirian tetapi juga mata uang negara berkembang lainnya juga tertekan terhadap dolar Amerika Serikat.
Cheril mengatakan, hal itu karena peluang pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mengecil.
"Sehingga membuat aliran dana asing kembali ke dalam bentuk dolar Amerika Serikat seiring kenaikan yield obligasi 10 tahun AS ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir,” tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (16/4/2024).
Berdasarkan laporan Syailendra Capital, indeks dolar AS terus menguat dan mencapai level 106 dari sebelum 104 per akhir Maret 2024. Hal ini yang mendorong rupiah melemah hingga 16.180 per dolar AS.
Analis PT MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, nilai tukar rupiah merosot terhadap dolar AS diprediksi karena meningkatnya kembali konflik geopolitik di Timur Tengah. Di sisi lain, kondisi ekonomi Amerika Serikat dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi mengakibatkan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun kembali naik.
Seiring rupiah melemah terhadap dolar AS, Herditya mengatakan, hal itu akan berdampak negatif terhadap saham emiten yang memiliki impor besar dan memiliki utang dalam mata uang asing.
“Biasanya terdampak ke sektor farmasi yakni Kalbe Farma, Kimia Farma dan Indofarma dan sektor makanan dan minuman yaitu Indofood CBP Sukses Makmur dan Indofood Sukses Makmur,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Emiten yang Diuntungkan
Sementara itu, pengamat pasar modal Desmond Wira mengatakan, rupiah melemah berdampak positif dan negatif terhadap sejumlah emiten.
Emiten yang diuntungkan dari rupiah yang lesu, menurut Desmond yakni emiten komoditas dan berbasis ekspor. Sedangkan yang dirugikan emiten yang memiliki bahan baku impor seperti industri farmasi, mie instan, otomotif serta emiten yang punya utang dalam denominasi dolar AS dalam jumlah besar.
Seiring rupiah melemah, Cheril menilai peluang untuk mencermati saham-saham komoditas karena karena harga komoditas naik dan pendapatannya dalam bentuk dolar AS. Hal itu dinilai memberikan keuntungan emiten terkait double,” kata dia.
Cheril menilai, meski IHSG turun terbukti saham yang direkomendasikan kompak menguat terutama saham komoditas logam. Adapun saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), dan PT Astra International Tbk (ASII) telah jadi saham pilihan pada Selasa pekan ini.
Pada penutupan perdagangan Selasa, 16 April 2024, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melonjak 8,38 persen ke posisi Rp 1.810 per saham. Sedangkan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meroket 9,92 persen ke posisi Rp 2.880 per saham.
Desmond menuturkan, bagi pelaku pasar dapat trading saham yang diuntungkan dari pelemahan rupiah.
Advertisement
Pergerakan Rupiah
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa dibuka merosot usai liburan Lebaran 2024 akibat konflik Iran dan Israel, serta sentimen penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Antara, Selasa, 16 April 2024, pada awal perdagangan Selasa pagi, rupiah turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi 16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 15 April 2024 sebesar 15.848 per dolar AS.
Sentimen penundaan pemangkasan suku bunga acuan AS dan tensi konflik geopolitik yang meninggi telah mendorong penguatan dolar AS belakangan ini," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra.
Ariston menuturkan rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS di hari kerja pertama pascalibur Lebaran. Indeks dolar AS saat ini sudah bergerak di atas kisaran 106. Selama libur Lebaran di kisaran 105 dan sebelum Lebaran di kisaran 104.
Konflik di Timur Tengah terutama serangan balasan Iran yang langsung ke Israel meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut dan mengundang kekhawatiran pasar akan munculnya perang baru.
Ia mengatakan perang akan menyebabkan gangguan suplai, meningkatkan inflasi, memicu pelambatan ekonomi global sehingga pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset aman dan memicu penguatan dolar AS dan harga emas sebagai aset aman.
Suku Bunga The Fed
Selama libur Lebaran, rilis data inflasi konsumen AS bulan Maret lebih ditunggu, untuk membaca peluang bank sentral AS atau The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan AS. Sementara itu, ekspektasi pasar menurun terhadap pemotongan suku bunga AS dalam waktu dekat.
Iran Serang Israel, Bagaimana Dampaknya ke IHSG?
Sebelumnya diberitakan, Iran telah luncurkan serangan ke Israel, sebagai reaksi balasan karena telah menyerang Kedutaan Besar Iran di ibu kota Suriah, Damaskus. Akibat serangan tersebut, bagaimana dampaknya pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?
Ekonom Eisenhower Fellowships Indonesia, Bambang S. Brodjonegoro menjelaskan sentimen utama bagi pergerakan IHSG saat ini adalah tingkat suku bunga yang tinggi oleh The Fed.
“Kita lihat IHSG sebelum ramai Iran Israel, masalah utamanya adalah tingkat suku bunga tinggi yang lebih berpengaruh pada IHSG. Jika ada keputusan The Fed yang tidak sesuai market, maka terjadi capital outflow. Di Indonesia instrumennya ada dua yaitu SBN maupun saham,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).
Bambang menjelaskan pemegang saham di IHSG dari asing terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok jangka panjang dan jangka pendek atau hit and run. Menurutnya, dalam kondisi seperti saat ini, kelompok jangka pendek akan memindahkan aset mereka ke safe haven seperti Dolar AS atau Obligasi AS.
“Saya lebih melihat akan ada tekanan IHSG tapi tekanan itu juga dibagi dengan dampak tingkat bunga yang tinggi. Jika dilihat sebab akibatnya Iran Israel bersitegang, maka Dolar AS dan treasury bond akan dicari terus, itu menyebabkan tekanan IHSG karena orang memilih Dolar AS,” jelasnya.
Meskipun begitu, menurut Bambang, dengan banyaknya emiten besar yang membagikan dividen, diharapkan dapat meredam tekanan pada IHSG.
Advertisement