Liputan6.com, Jakarta - Dolar Amerika Serikat (AS) yang makin perkasa imbas inflasi AS yang masih tinggi membuat nilai tukar rupiah berlanjut lesu.
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah menyentuh 16.229 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa, 16 April 2024.
Advertisement
Sementara itu, mengutip Antara, pada awal perdagangan Rabu pagi, 17 April 2024, rupiah turun 76 poin atau 0,47 persen menjadi 16.252 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.176 per dolar AS.
Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS berpeluang menyamai krisis moneter pada 1998. Saat itu, nilai tukar rupiah terjun bebas dari 2.500 menjadi 16.900 per dolar AS.
Dia mengatakan, pelemahan tren nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Terbaru, serangan balasan rudal balistik Iran ke wilayah Israel yang mengejutkan banyak pihak.
"Kalau konflik terus memanas dan meluas bukan tidak mungkin pelemahan berlanjut ke level tertinggi 1998," ujar Ariston saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Selain itu, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/the Fed) Jerome Powell mengisyaratkan akan menunda pemangkasan suku bunga acuan AS. Ini karena inflasi AS yang masih sulit untuk dikendalikan.
"Sehingga ini bisa kembali mendorong penguatan dolar AS," tutur dia.
Beruntung kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini lebih baik daripada krisis moneter pada 1998 silam. Di mana produk domestik bruto (PDB) masih tumbuh di kisaran 5 persen.
"(PDB) ini jauh di atas negara-negara lain, kemudian inflasi juga terjaga," kata Ariston.
Meski demikian, pemerintah diminta untuk tetap menjaga kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia. Sehingga, dapat menahan potensi pelemahan Rupiah lebih dalam akibat konflik Iran dan Israel.
"Ketika peristiwa eksternal yang jadi pemicu saat ini mereda, pasar kembali lagi masuk berinvestasi di Indonesia dan Rupiah bisa menguat lagi," tutur dia.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Penutupan Rupiah pada 16 April 2024
Sebelumnya diberitakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat lesu pada perdagangan Selasa, 16 April 2024. Analis menilai, rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan indeks dolar AS karena penjualan ritel AS lebih baik dari perkiraan.
Dikutip dari Antara, kurs rupiah ditutup melemah 328 poin atau 2,07 persen menjadi Rp 16.176 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada Jumat, 5 April 2024 sebesar 15.848 per dolar AS.
Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) pada Selasa, 16 April 2024 turun ke level Rp16.176 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.873 per dolar AS.
Analis ICDX Taufan Dimas Hareva menuturkan, rupiah kali ini tertekan oleh penguatan yang terjadi pada kinerja indeks dolar AS, imbas dari rilis angka penjualan ritel AS yang lebih baik dari perkiraan.
“Data penjualan ritel AS yang lebih kuat itu memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) dapat mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama,” ujar Taufan kepada ANTARA.
Adapun penjualan ritel secara bulanan AS tumbuh 0,7 persen dari ekspektasi 0,3 persen. Pada Februari 2024, data penjualan ritel naik 0,9 persen direvisi naik dari 0,6 persen.
Data penjualan ritel adalah salah satu indikator utama belanja konsumen, yang mencakup lebih dari dua pertiga perekonomian AS. Belanja rumah tangga yang lebih tinggi menunjukkan prospek inflasi yang sulit.
Angka-angka tersebut menyoroti prospek perekonomian AS yang kuat dan mendukung pandangan The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS harus mempertahankan suku bunga pada tingkat tinggi untuk waktu yang lebih lama. Hal ini mendasari kenaikan mata uang dolar AS.
Advertisement
Pernyataan Pejabat The Fed
Di samping itu, para pejabat The Fed telah menegaskan kembali perlunya mempertahankan suku bunga lebih tinggi sampai mereka yakin inflasi akan kembali ke tingkat yang diinginkan yaitu 2 persen.
Presiden Bank Fed San Francisco Mary Daly pada Jumat menuturkan, sama sekali tidak ada urgensi untuk mulai menurunkan suku bunga. Daly menambahkan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan inflasi kembali ke tingkat yang diinginkan yaitu 2 persen.
Menko Airlangga: Pelemahan Rupiah Tak Masuk Kategori Terburuk di Asia
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan Rupiah tidak mengalami pelemahan nilai tukar atau kurs yang terburuk di Asia.
Airlangga menyebut, pelemahan Rupiah tak sedalam yang dialami Ringgit Malaysia dan Yuan China. Hal itu didukung oleh fundamental perekonomian yang relatif baik.
Adapun pelemahan mata uang dunia terhadap dolar Amerika Serikat (USD) salah satunya didorong oleh ketegangan di kawasan Timur Tengah, menyusul serangan rudal Iran di Israel pada Sabtu, 13 April 2024.
"Terkait indeks Rupiah, kita bandingkan dengan berbagai negara lain tentunya kita relatif sedikit lebih baik dari (Ringgit) Malaysia dan (Yuan) China,” kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2024).
Namun, jika dibandingkan dengan Won Korea Selatan dan Baht Thailand, Airlangga mengakui pelemahan kurs rupiah memang lebih dalam.
"Yang lebih baik (dari Rupiah) salah satunya adalah (Won) Korea Selatan dan (Baht) Thailand. Jadi kita tidak yang terdampak tinggi, tapi banyak negara yang terdampak dari kita. Karena fundamental ekonomi kita relatif baik,” ujar dia.
Advertisement