IMF Prediksi Ekonomi AS Tumbuh 2,7% pada 2024

Perekonomian global diperkirakan tumbuh sebesar 3,2%, 0,1 poin persentase lebih tinggi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Apr 2024, 17:00 WIB
IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,7% untuk 2024 ini, 0,6 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan pada Januari. (Patrick T. FALLON/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,7% untuk 2024 ini, 0,6 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan pada Januari.

Melansir CNN Business, Rabu (17/4/2024) IMF yang berbasis di Washington memperkirakan 20 negara di zona euro akan tumbuh hanya 0,8% tahun ini, penurunan peringkat sebesar 0,1 poin persentase dari perkiraan Januari.

Sementara itu, perekonomian global diperkirakan tumbuh sebesar 3,2%, 0,1 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Januari.

Sedangkan Tiongkok, negara ekonomi terbesar kedua di dunia, diperkirakan tumbuh 4,6%, dan India diperkirakan tumbuh 6,8%.

"Kinerja Amerika Serikat yang kuat baru-baru ini mencerminkan pertumbuhan produktivitas dan lapangan kerja yang kuat, namun juga permintaan yang kuat dalam perekonomian yang masih terlalu panas," tulis kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam sebuah posting blog.

"Hal ini memerlukan pendekatan yang hati-hati dan bertahap terhadap pelonggaran (moneter) Federal Reserve,” lanjutnya.

"Yang mengherankan, perekonomian AS telah melonjak melewati tren (pertumbuhan) sebelum pandemi," Gourinchas menambahkan dalam kata pengantar laporan outlook IMF.

Seperti diketahui, inflasi tahunan Amerika Serikat telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir setelah turun drastis dari puncaknya sebesar 9,1% pada Juni 2022.

"Yang juga menimbulkan risiko terhadap inflasi adalah tingginya belanja pemerintah dan tingkat utang di Amerika Serikat. Sikap fiskal… menjadi perhatian khusus,” tulis Gourinchas.

IMF mengatakan dalam laporannya, pendekatan fiskal negara tersebut meningkatkan risiko jangka pendek terhadap proses perlambatan inflasi, serta risiko stabilitas fiskal dan keuangan jangka panjang bagi perekonomian global karena hal ini berisiko meningkatkan biaya pendanaan global.


Ekonomi Global Diramal Cuma Tumbuh 3,2%, China Jadi Pemberat

Ilustrasi ekonomi. (Photo created by rawpixel.com on www.freepik.com)

Dana Moneter Internasional (IMF) sedikit menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global.

Melansir CNBC International, Rabu (17/4/2024) IMF kini memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,2% pada tahun 2024, naik 0,1 poin persentase dari perkiraan sebelumnya pada bulan Januari, dan sejalan dengan proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2023.

Pertumbuhan ekonomi global kemudian diperkirakan akan meningkat dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 3,2% pada tahun 2025.

Kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, mengatakan bahwa kenaikan proyeksi ini menunjukkan bahwa perekonomian global sedang menuju "soft landing", menyusul serangkaian krisis ekonomi, dan risiko terhadap prospek perekonomian secara umum sudah seimbang.

"Meskipun ada prediksi yang suram, perekonomian global masih sangat tangguh, dengan pertumbuhan yang stabil dan inflasi yang melambat hampir sama dengan kenaikannya," kata Gourinchas dalam sebuah postingan blog.

IMF memperkirakan, pertumbuhan global akan dipimpin oleh negara-negara maju, dengan AS yang telah melampaui tren sebelum pandemi Covid-19 dan zona Euro yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang kuat.

Namun prospek yang lebih suram di China dan negara-negara berkembang lainnya dapat membebani mitra dagang global, kata IMF dalam laporannya.

China jadi Salah Satu Risiko Penurunan Utama

IMF menilai, China yang masih melemah akibat penurunan pasar properti, termasuk di antara serangkaian potensi risiko buruk yang dihadapi perekonomian global.

Badan itu juga menyoroti lonjakan inflasi yang dipicu oleh kekhawatiran geopolitik, ketegangan perdagangan, perbedaan jalur disinflasi di antara negara-negara besar, dan tingginya suku bunga yang berkepanjangan.

Sisi positifnya, kebijakan fiskal yang lebih longgar, penurunan inflasi, dan kemajuan dalam kecerdasan buatan disebut-sebut sebagai pendorong pertumbuhan potensial.


IMF Ramal Inflasi Global Menurun ke 5,9% di 2024

Ilustrasi transaksi, ekonomi, jual beli, super market, pangsa pasar. (Image by Freepik)

IMF mengatakan pihaknya melihat inflasi global turun dari rata-rata tahunan sebesar 6,8% pada tahun 2023 menjadi 5,9% pada tahun 2024 dan 4,5% pada tahun 2025, dengan negara-negara maju kembali ke target inflasi mereka lebih cepat dibandingkan negara-negara emerging market dan berkembang.

"Ketika ekonomi global mendekati titik lemah (soft landing), prioritas jangka pendek bagi bank sentral adalah memastikan bahwa inflasi turun dengan lancar, dengan tidak melakukan pelonggaran kebijakan sebelum waktunya atau menunda terlalu lama dan menyebabkan penurunan target," kata Gourinchas.

"Pada saat yang sama, ketika bank sentral mengambil sikap yang tidak terlalu ketat, fokus baru pada penerapan konsolidasi fiskal jangka menengah untuk membangun kembali ruang bagi manuver anggaran dan investasi prioritas, serta untuk memastikan keberlanjutan utang," tambahnya.


The Fed Diramal Tahan Penurunan Suku Bunga Imbas Perang Iran dan Israel

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Sebelumnya diberitakan, ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Marie Elka Pangestu mengungkapkan, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) berpotensi tahan penurunan suku bunga, imbas serangan Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April 2024.

Menurut Marie, perlambatan penurunan suku bunga ini menjadi efek domino lain dari konflik Iran dengan Israel seperti naiknya harga minyak dunia, harga emas, hingga menguatnya dolar AS.

"Jadi ini skenario di mana diperkirakan harga minyak akan naik, production cost naik, inflasi naik dan ini akan memengaruhi pemulihan di AS, memperlambat penurunan suku bunga yang harusnya terjadi di second half of this year," kata Marie dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).

Pada kesempatan yang sama, ekonom sekaligus Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019-2021 Bambang Brodjonegoro turut mengungkapkan, The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan lebih lama lagi karena dampak dari eskalasi konflik Timur Tengah.

 


Bukan Langkah Tepat

Gubernur BI Perry Warjiyo berdiskusi dengan Ketua Dewan Pengurus Bank Sentral AS (Chairman of the Federal Reserve), Jerome Powell, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali (13/10/2018). (Ilyas/Liputan6.com)

Dia menuturkan, keputusan tersebut secara tak langsung juga akan turut berdampak terhadap nilai rupiah dan perekonomian Indonesia. Bambang mengatakan, sebagai langkah antisipasi dampak suku bunga The Fed, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.

Ia menambahkan, keputusan untuk menaikan suku bunga BI juga bukan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi dolar AS saat ini yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya.

"Intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan. Tapi juga BI tidak mungkin menggunakan cadangan dolar begitu saja untuk melakukan intervensi karena akibatnya akan fatal," jelasnya.

Adapun, akibat konflik Iran dan Israel ini, investor akan beralih pada aset safe haven. Menurutnya, tempat paling aman itu selalu dua yaitu Dolar AS dan obligasi AS.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya