Liputan6.com, Jakarta Jika Anda menonton Siksa Kubur karya sutradara Joko Anwar dengan harapan menyaksikan dramatisasi kejahatan seorang tokoh, diazab, jenazahnya pakai nyungsep ke cor-coran semen, dimakamkan lalu beroleh siksaan, maka bersiaplah kecewa.
Formula klise kejahatan dan azab bisa Anda saksikan di layar beling. Tak perlu ke layar lebar dan keluar duit. Film Siksa Kubur tidak bertumpu pada pakem eksplisit semacam itu. Mereka yang rajin nonton film-film Joko Anwar tahu betul soal itu.
Advertisement
Siksa Kubur mengisahkan keluarga bahagia yang dirundung petaka. Sita (Widuri Puteri) dan Adil (Muzakki Ramdhan) dibesarkan ayah (Fachri Albar) serta ibu (Happy Salma). Mereka menyambung hidup dengan membuka toko roti Gun.
Inilah review film Siksa Kubur yang diperkuat performa Reza Rahadian dan Faradina Mufti. Tayang di bioskop Tanah Air mulai 11 April 2024, film ini telah mendulang lebih dari 2 juta penonton.
Kedatangan Pria Misterius
Suatu hari, toko roti Gun kedatangan pria misterius (Arfian Arisandy) berjaket tebal dan mengenakan ransel datang. Setelah meneguk minuman, ia memperingatkan Adil agar tak keluar toko. Pria ini lantas beranjak.
Setelahnya datang maling berkedok pembeli yang mengambil uang dari laci kasir. Sita memberi tahu orang tuanya. Ayah ibu Sita lantas mengejar maling itu keluar toko dan duar! Bom meledak. Keduanya tewas.
Beranjak dewasa, Sita (Faradina Mufti) bekerja di panti jompo. Salah satu pasiennya pria kaya raya bernama Wahyu (Slamet Rahardjo). Adil dewasa (Reza Rahadian) menyambung hidup dengan bekerja sebagai pemandi jenazah.
Advertisement
Apanya Yang Disiksa?
Dua per tiga film Siksa Kubur adalah perdebatan kritis tentang esensi siksaan yang akan dihadapi manusia tak lama setelah jenazah masuk ke liang lahad, dengan meminjam mulut sejumlah karakternya. Jika benar siksa kubur ada, apanya yang disiksa?
Jika yang disiksa adalah fisik, bukankah setelah meninggal dunia, jasmani manusia tak lagi bisa merasakan apa-apa karena saraf-sarafnya berhenti berfungsi. Jika yang disiksa adalah psikis, mengapa literasi menggambarkan sakit fisik hingga menakuti manusia?
Bagaimana jika ternyata siksa itu berupa menghadapi apa yang selama ini paling ditakuti almarhum atau almarhumah? Jika ya, apakah siksa ini benaran terjadi di dalam liang lahad dan bisakah kita menontonnya?
Akting Level Akbar
Rentetan perdebatan ini menjelma pertunjukan akting nomor wahid tanpa terjebak konsep tausiyah ceriwis sambil mengutip ayat-ayat suci. Tanpa melupakan esensi film adalah cerita dalam format audio visual, alur tetap digulir. Penonton menikmati.
Salah satu pertunjukan akting di level akbar, yakni dialog Sita dan Wahyu di kamar panti jompo. Tak sengaja, Adil mendengar percakapan ini. Air muka Faradina dan tatapan tajamnya ke lawan main adalah segalanya. Dijemput luapan emosi Reza Rahadian yang terpendam sekian lama.
Advertisement
Slamet Akting Dalam Suara
Slamet Rahardjo menampilkan konsistensi akting sejak kali pertama muncul di layar. Bahkan, saat silam dari layar dan hanya terdengar suaranya, suara itu mempresentasikan akting yang membuat mood film makin gloomy.
Siksa Kubur mengikat penonton lewat penokohan kokoh dibungkus performa pemain yang tajam. Widuri Puteri dan Muzakki Ramdhan di menit awal membangun “jembatan” yang memungkinkan penonton menapaki gilanya hidup mereka.
Faradina Mufti dan Reza Rahadian menerima tongkat estafet para junior, dengan range emosi yang sama lalu dikembangkan seiring eskalasi cerita. Di sinilah kejelian Joko Anwar sebagai dalang dalam mengarahkan para wayang.
Soal Slow Burn
Banyak yang bilang, film ini slow-burn. Bagi saya tidak. Belakangan, saya meyakini film, apapun genrenya, harus believable. Dan horor, selama ini dianggap berada di awang-awang. Berjarak dengan logika.
Lewat Siksa Kubur, Joko Anwar mendekatkan awang-awang ini dengan logika lewat perdebatan, sebab akibat, dan tokoh-tokoh yang dibekali latar belakang pola pikir, dan (tak kalah penting) motivasi.
Advertisement
Babak Ketiga Ugal-ugalan
Kunci menikmati Siksa Kubur adalah konsentrasi. Meleng sedikit, Anda akan bingung khususnya di babak ketiga. Ini adalah babak di mana Joko Anwar “ugal-ugalan” melancarkan teror lalu membalik keadaan lewat detail visual yang melekat pada diri tokoh. Percayalah.
Lewat Pengabdi Setan, Joko Anwar mengembalikan marwah horor lokal. Siksa Kubur, membawa genre memedi ke level berikutnya. Saya belum pernah terpaku pada performa Faradina Mufti hingga menonton Siksa Kubur yang jahanam ini. Serius, performanya di sini adalah segalanya!
Pemain: Faradina Mufti, Reza Rahadian, Widuri Puteri, Muzakki Ramdhan, Happy Salma, Fachri Albar, Slamet Rahardjo, Arfian Arisandy
Produser: Tia Hasibuan
Sutradara: Joko Anwar
Penulis: Joko Anwar
Produksi: Come and See Pictures, Rapi Films, Legacy Pictures, Komet, IFI Sinema
Durasi: 117 menit