Liputan6.com, Bandung - Pada masa kini, pekerja kantoran tidak harus datang ke kantor karena dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan metode jarak jauh.
Contoh terdekat soal mengerjakan tugas bekerja tanpa datang ke kantor ini, adanya kebijakan pemerintah menambah hari libur Aparatur Sipil Negara (ASN) pada libur Lebaran 2024. Itu dilakukan guna meminimalisasi kepadatan di jalur balik mudik lebaran.
Advertisement
Seluruh ASN ini diperintahkan melakukan tugasnya dari rumah alias work from home (WFH). Tentunya, dengan berbagai peralatan dan gawai yang canggih sekarang ini, hal tersebut tidak menjadi suatu kendala.
Kemudahan akses dan teknologi pada era digital membawa kita kepada kehidupan yang lebih praktis dan efisien.
Hal ini juga terjadi pada aktivitas keseharian di dunia kerja ataupun perkantoran. Dimana yang sebelumnya aktivitas, kegiatan, bahkan sistem sekalipun harus dilakukan beberapa tahapan, sekarang sangat dipermudah dan dipercepat oleh teknologi.
Hal yang sepele saja, mungkin dulu ketika di kantor jam makan siang tiba, kita harus berjalan kaki menuju kantin, tidak halnya dengan sekarang.
Mulailah era tersedia berbagai aplikasi kemudahan sehingga kita tidak perlu lagi berjalan kaki menuju ke kantin, karena kita dapat menggunakan aplikasi aplikasi online makanan. Mudahkan?
Apalagi dateline yang menumpuk atau rapat yang sedang berlangsung. Sehingga muncul beberapa kalimat dari seorang pekerja 'Lagi mager nih, pesen makanan online aja yuk'.
Contoh hal lainnya saja, kegiatan rapat yang lebih banyak menggunakan rapat daring, hal ini tentu tidak memerlukan kita untuk melangkah kaki, walaupun hanya 5 sampai 10 langkah menuju ruang rapat.
Bahkan, untuk rapat yang ruangannya hanya satu lantai di bawah ruangan kerja, mungkin lebih memilih menggunakan lift dibandingkan harus berjalan menggunakan tangga.
Hal ini tentunya belum disadari oleh pekerja dan perusahaan sebagai cikal bakal sedentary life style di lingkungan tempat kerja.
Menurut Pembimbing Kesehatan Kerja Ahli Muda Dinas Kesehatan Jawa Barat, Dewi Ratnasari, SKM. M.Si, sedentary life style adalah gaya hidup seseorang yang kurang bergerak aktif atau kurang melakukan aktivitas fisik.
Dia menambahkan, jadi wajar saja hasil dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018 yaitu 36,5 persen aktivitas fisik kurang pada pekerjaan berstatus ASN, BUMN, BUMD ditambah pegawai swasta sebesar 34,3 persen, dan dengan status pekerjaan yang sama, memiliki presentase tertinggi untuk penyakit diabetes melitus.
"Sedangkan untuk penyakit hipertensi merupakan presentase kedua terbesar dari jenis pekerjaan tersebut, yang dapat diasumsikan merupakan pekerjaan pekerjaan kantoran," ujar Dewi dalam keterangan tertulisnya di laman Dinas Kesehatan Jawa Barat, dicuplik Rabu, 17 April 2024.
Dewi mengatakan ada dua point penting dalam sedentary life style pada pekerja yang sangat berperan dalam timbulnya permasalahan bagi kesehatan kerja, yaitu kurangnya bergerak aktif atau melakukan aktivitas fisik di tempat kerja dan disertai dengan pola makan yang tidak sehat, seperti kurang buah dan sayur, tinggi karbohidrat, garam, gula dan lemak.
Dua poin ini menjadi duet maut meningkatnya kasus obesitas dan hipertensi pada pekerja. Berbagai penyakit degeneratif ini tentu berdampak tidak hanya pada kerugian individu saja, tetapi berdampak pada produktivitas di tempat kerja, absensi, dan biaya-biaya lain yang tentunya menjadi beban bagi kantor ataupun institusi.
Melawan Sedentary Life Style
Lalu bagaimana melawan sedentary life style ini? Dewi mengingatkan pekerja adalah investasi bagi perusahaan. Perusahaan tentunya mengharapkan pekerja yang sehat, bugar dan produktif.
"Peran perusahaan dalam melawan sedentary life style sangat penting melalui komitmen perusahaan. Komitmen perusahaan dalam meningkatan kesehatan dan kebugaran karyawan dapat berdampak positif bagi citra maupun keuntungan perusahaan itu sendiri," ungkap Dewi.
Aplikasi dari komitmen perusahaan yang dapat dilakukan dalam melawan sedentary life style pada pekerja, antara lain adalah skrining kesehatan dan pengukuran kebugaran jasmani secara rutin, ini menjadikan deteksi dini bagi pekerja untuk pencegahan berbagai penyakit.
Kegiatan skrining kesehatan dan pengukuran kebugaran ini dapat dilakukan persemester atau tahunan.
Alasan kedua adalah kebijakan makanan dan snack rapat yang lebih sehat, yaitu dengan memperbanyak buah dan sayur, makanan rendah minyak, gula, dan garam.
"Begitu juga dengan makanan–makanan yang dijual dikantin adalah makanan-makanan yang sehat," kata Dewi.
Selain itu hal yang terlihat ringan namun sangat berdampak signifikan untuk meningkatkan aktivitas fisik pada pekerja adalah kebijakan penggunaan lift, kita semua mengetahui bahwa biaya listrik lift dikantor tidaklah sedikit, pengefisiensian penggunaan lift sangat berarti bagi perusahaan.
Lift hanya dipergunakan untuk pra lansia (lanjut usia), lansia dan orang dengan keterbatasan penyakit maupun risiko tinggi, pegawai yang hanya menuju ke 1 lantai di bawah ataupun diatasnya harus menggunakan tangga.
Dewi menambahkan senam peregangan atau refreshing juga menjadi alternatif bagi pekerja agar dapat bergerak aktif setelah dua jam bekerja untuk mengurangi kekakuan pada otot tubuh dan tentunya dapat meningkatkan semangat dan konsentrasi kembali untuk bekerja.
"Program lain yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah Program Jumsihat (Jumat Bersih dan Sehat) adalah salah satu program ditempat kerja yang dapat meningkatkan aktivitas fisik pada pekerja, yaitu tiap minggu di hari jumat seluruh pekerja harus membersihkan ruangannya masing-masing dan melakukan kegiatan olahraga-olahraga yang disukai dan tentunya sesuai dengan tingkat kebugaran pekerja," sebut Dewi.
Dewi menjelaskan kegiatan olahraga rutin di tempat kerja ini akan membentuk kelompok-kelompok olahraga di lingkungan kantor.
Olahraga rutin juga harus dilakukan pekerja dalam kehidupan sehari hari, sehingga para pekerja mempunyai kebiasaan untuk berolahraga.
Perusahaan harus secara berkelanjutan melakukan monitoring dan peninjauan langsung secara berkala dalam program kesehatan kerja dan peningkatan aktivitas fisik dalam upaya melawan sedentary life style ditempat kerja.
"Kegiatan monitoring dan evaluasi program ini dapat dilakukan dengan form ceklist ataupun dengan diskusi aktif dengan para pekerja, yang nanti ada beberapa inovasi atau saran untuk pelaksanaan program kedepan," tutur Dewi.
Pasalnya, kata Dewi, pekerja yang sehat, bugar dan produktif adalah asset bagi perusahaan. Untuk itu hindari istilah mager dengan berlindung dibalik kata teknologi canggih demi kebugaran dan kesehatan tubuh.
Advertisement