Tengok 5 Dampak Serius Konflik Iran-Israel ke Ekonomi Indonesia

Ekonom menilai bahwa ketegangan antara Iran dan Israel di Timur Tengah dapat menimbulkan dampak yang serius bagi ekonomi Indonesia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Apr 2024, 11:30 WIB
Pemerintah optimistis produk-produk hilirisasi lanjutan juga dapat menopang daya saing produk ekspor Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom menilai bahwa ketegangan antara Iran dan Israel di Timur Tengah dapat menimbulkan dampak yang serius bagi ekonomi Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, terdapat 5 dampak serius dari ketegangan di Timur Tengah bagi ekonomi Indonesia.

Pertama, adalah risiko lonjakan harga minyak mentah ke USD 85,6 per barrel atau meningkat 4,4% year on year.

Bhima pun menyoroti posisi Iran sebagai negara penghasil minyak ke 7 terbesar di dunia. Maka dengan adanya ketegangan geopolitik, produksi dan distribusi minyak dari negara itu bisa terpengaruh.

“Harga minyak yang melonjak berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. Bagi APBN artinya ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan BBM subsidi akan disesuaikan harga dan kuota nya,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (18/4/2024).

"Worst case nya harga BBM naik 10-15% dan itu cukup berisiko ke tambahan inflasi,” lanjut dia.

Bhima menambahkan, dari sisi penerimaan negara belum tentu naiknya harga minyak menguntungkan APBN, karena berbagai komoditas lain seperti batu bara mengalami penurunan.

Dampak Kedua

Dampak kedua, adalah keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik.

Dijelaskan, dengan terjadinya ketegangan di Timur Tengah investor kemungkinan mencari aset yang aman baik emas dan dollar AS, sehingga berpotensi melemahkan Rupiah lebih lanjut ke Rp. 17.000 per USD.

“Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6-4,8% tahun ini,” kata Bhima.

 


Risiko Inflasi

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selanjutnya, adalah risiko dari inflasi karena naiknya harga energi menekan daya beli masyarakat.

“Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen,” imbuhnya.

“Kelima, suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama bahkan ada risiko suku bunga naik. Bagi masyarakat yang mau membeli kendaraan bermotor hingga rumah lewat skema kredit siap-siap bunga nya akan lebih mahal,” Bhima mengingatkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya