Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, nilai tukar rupiah masih relatif baik dibandingkan nilai tukar mata uang di kawasan Asia imbas ketegangan antara Iran dan Israel di Timur Tengah.
"Kita lihat tekanan global terhadap nilai tukar, kita lihat Indonesia yang merah kemudian Malaysia kuning, Thailand hijau dari Amerika Serikat biru. Kita lihat kenaikan kuat itu Amerika kuat sendirian, kita lihat berbagai negara turun termasuk Indonesia," kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers perkembangan isu perekonomian terkini, di Kantor Kemenko, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Advertisement
Kendati nilai tukar rupiah lesu, tetapi kata Airlangga nilai tukar Indonesia masih lebih baik dibanding negara tetangga antara lain Malaysia, Thailand, hingga China.
"Namun turunnya Indonesia tidak sedalam yang lain, walaupun kita turun kita di atas China, Thailand, maupun Malaysia. Kalau dibandingkan peer country indeks dollar kita lebih aman," ujarnya.
Adapun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Kamis, 18 April 2024. Hal ini setelah terjadi aksi ambil untung usai dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa.
Dikutip dari Antara, Kamis, 18 April 2024, rupiah melesat 43 poin atau 0,27 persen ke posisi 16.177 per dolar AS pada awal perdagangan Kamis pagi. Sebelumnya rupiah berada di posisi 16.220 per dolar AS.
Sebelumnya, pada Rabu, 17 April 2024, rupiah kembali ditutup melemah 44 poin dalam perdagangan Rabu sore, 17 April 2024 walaupun sempat melemah 70 poin di level Rp 16.220 dari penutupan sebelumnya di level Rp16.176.
Rupiah Makin Keok dari Dolar AS, KSSK Mulai Rapatkan Barisan
Sebelumnya diberitakan, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memprediksi Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Saat ini, The Fed masih menahan suku bunga acuan federal fund rate (FFR) di level 5,25 sampai 5,5 persen.
"Kelihatannya suku bunga di Amerika Serikat belum akan diturunkan oleh bank sentral Amerika," ucap Suahasil dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2024 di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Suahasil menerangkan proyeksi berlanjutnya suku bunga tinggi tersebut lantaran laju inflasi di AS yang dianggap masih tinggi. Sehingga, menjadi pertimbangan kuat bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga di level 5,25 sampai 5,5 persen.
"Karena itu kalau beberapa bulan yang lalu kita mengharapkan suku bunga Amerika sudah akan turun, sepertinya tidak akan tidak akan terjadi dalam jangka waktu yang terlalu dekat," tegasnya.
Dolar AS terus MenguatMerespons tren suku bunga tinggi tersebut, Dia memprediksi bahwa mata uang dolar AS akan semakin mengalami tren penguatan yang mendorong pelemahan nilai Tukar Rupiah. Menyusul, semakin banyaknya aliran modal investor yang masuk ke AS.
"Karena itu akan terjadi situasi yang sepertinya suku bunga Amerika masih tinggi, global modal di tingkat global Masih akan mengalir ke Amerika Serikat, artinya kita masih harus menjaga berbagai macam kondisi volatilitas yang terjadi di dunia," bebernya.
Advertisement
Perkuat Kolaborasi KSSK
Untuk itu, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau KSSK terus memperkuat kolaborasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Antara lain memperhatikan variabel-variabel yang berpotensi membuat pelemahan nilai tukar mata uang Garuda lebih dalam.
"Kami di Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Bank Indonesia, OJK, dan juga LPS dalam konteks kognitif stabilitas sistem keuangan untuk menjaga stabilitas variabel-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi kita," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Rupiah Loyo ke 16.000 per Dolar AS, Pengusaha Bakal Kurangi Produksi
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tembus hingga 16.000 per dolar AS. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendinyalir beban produksi pengusaha akan meningkat.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan industri manufaktur Indonesia, misalnya, masih banyak yang bergantung pada bahan baku impor. Pelemahan rupiah dinilai akan membuatnya jadi semakin mahal.
Bahkan 70 persen dari total impor nasional adalah impor bahan baku/penolong industri. Ini akan naik menjadi 80 persen kalau ditambah dengan impor barang modal. Jadi dampak terhadap kenaikan overhead cost usaha industri manufaktur akan sangat memberatkan," kata Shinta saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (17/4/2024).
Dia menilai, dampak negatif ini juga akan dirasakan oleh semua subsektor manufaktur tanpa kecuali. Pasalnya, semua industri manufaktur nasional umumnya punya kebutuhan impor bahan baku atau bahan penolong dan impor barang modal.
Tekan ProduksiShinta menaksir, akan banyak pabrik yang berusaha menekan jumlah produksi guna mengimbangi dengan beban biaya setelah perubahan nilai tukar rupiah.
"Kami mengsinyalir gangguan terbesar justru ada di sisi supply/produksi. Kami memperkirakan akan ada cukup banyak industri manufaktur yang menekan volume produksi karena kenaikan beban overhead cost yang disebabkan oleh pelemahan nilai tukar ini," jelasnya.
Dia mengatakan, ini disebabkan oleh tidak semua pelaku industri manufaktur bisa menanggung kenaikan beban overhead cost yang tinggi akibat pelemahan rupiah tadi.
"Tahun lalu saja kami lihat beberapa industri secara voluntary menghentikan produksi sementara karena bahan baku impor yang menjadi mahal karena pelemahan nilai tukar rupiah," pungkasnya.
Advertisement