Bapanas Sudah Punya Strategi Cegah Harga Pangan Naik Dampak Perang Iran Vs Israel

Tak ada pihak yang bisa mengetahui Iran akan menyerang Israel dan konflik di Rusia-Ukraina berlangsung cukup lama. Maka dari itu, salah satu solusi untuk memitigasi dampak dari geopolitik ini adalah dengan menyiapkan cadangan pangan pemerintah.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 18 Apr 2024, 20:45 WIB
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi di acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024). Arief mengumumkan kenaikan harga gula di tingkat konsumen. (Gagas/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menjelaskan beberapa langkah antisipasi serta solusi demi menjaga harga pangan di Indonesia di tengah kondisi geopolitik global. 

“Solusinya adalah kita perlu cadangan pangan pemerintah, solusinya kita perlu menyiapkan pasca panen mendukung apa yang dikerjakan Menteri Pertanian,” kata Arief kepada wartawan usai acara Halal bi halal, Kamis (18/4/2024).

Arief menjelaskan tidak ada pihak yang bisa mengetahui Iran akan menyerang Israel dan konflik di Rusia-Ukraina berlangsung cukup lama. Maka dari itu, menurut Arief salah satu solusi untuk memitigasi dampak dari geopolitik ini adalah dengan menyiapkan cadangan pangan pemerintah.

Arief memberikan contoh negara Vietnam yang kebutuhan beras setiap tahun sebesar 21 juta tahun, tetapi produksinya mencapai 27 juta ton, sehingga ada selisih sekitar 6 juta ton. 

“Di Indonesia kebutuhannya 30-31 juta ton setahun, produksinya mendekati itu, selisihnya hanya 500 ribu ton sampai 1,3 juta ton. itu hanya ekuivalen dengan 1 bulan kurang. Jadi kalau mau aman, Mentan sudah sampaikan produksi harus di atas 35 juta ton,” jelas Arief. 

Adapun untuk mendorong produksi, Arief menjelaskan caranya adalah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. 

“Food estate itu bagian dari ekstensifikasi. pupuk bagian intensifikasi karena agar produksi supaya rata-rata nasional di atas 5,2 ya pupuknya harus ada, tidak boleh telat, airnya juga harus ada. Ada pupuk, benih penyuluh, tetapi tidak ada air bisa tidak,” lanjutnya.

Selain itu, Arief menuturkan melemahnya mata uang juga bisa berpengaruh pada beberapa komoditas pangan. Arief mengungkapkan ada relaksasi dari beberapa harga produk yang memang dari luar harganya sudah tinggi, salah satunya gula. Menurutnya, gula itu dengan adanya pelarangan dari India termasuk beras itu mempengaruhi harga dunia.

"Kalau di BUMN Pak Erick meminta seluruh BUMN memitigasi dengan risiko-risiko atau stretching test sampai dengan harga berapa kalau dolarnya Rp 16 ribu; 16,2; 16,5 itu kita tuh seperti apa sih. Dampak dari geopolitik dan mata uang seberapa besar, itu namanya stretching test. Insyaallah kita bisa melewati ini semua dengan baik,” pungkasnya.   


Dampak Konflik Israel-Iran, Wamenkeu Suahasil: Terlihat Harga Komoditas Mulai Naik

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara (Foto: Sulaeman)

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara berharap konflik Iran dan Israel segera mereda. Ia menilai, jika terjadi eskalasi konflik Iran dan Israel akan menganggu perdagangan hingga sektor keuangan dunia termasuk dunia.

"Kita harapkan tidak terjadi eskalasi yang berlebihan," ujar Suahasil Nazara dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2024 di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Suahasil menuturkan dampak konflik Iran dan Israel mulai dirasakan perekonomian dunia maupun Indonesia.Hal itu antara lain kenaikan harga minyak mentah mentah dunia hingga pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.

Rupiah kembali ditutup melemah 44 poin pada perdagangan Rabu sore, 17 April 2024 meski sempat melemah 70 poin di level 16.220 terhadap dolar AS dari penutupan sebelumnya di 16.176.

"Sudah mulai terlihat peningkatan-peningkatan harga komoditas di tingkat dunia, kita juga memperhatikan dampaknya kepada kurs rupiah utamanya terhadap US Dolar," ujar dia.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mewaspadai tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akibat memanasnya konflik di Timur Tengah tersebut.

"Konflik antara negara-negara di Timur Tengah, konflik Israel dan Iran kita perhatikan dengan sangat serius," ujar  Suahasil.

 


Kolaborasi

Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memperkuat kolaborasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Antara lain memperhatikan variabel-variabel yang berpotensi membuat pelemahan nilai tukar mata uang Garuda lebih dalam.

"Kami di Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Bank Indonesia, OJK,  dan juga LPS dalam konteks kognitif stabilitas sistem keuangan untuk menjaga stabilitas variabel-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi kita," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya