Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi perkirakan konflik Iran dan Israel yang semakin memanas dapat mendorong para investor beralih ke aset safe haven atau investasi risiko rendah, salah satunya dolar Amerika Serikat (USD) dan emas.
Peralihan ini memperkuat kemungkinan terjadinya pelemahan nilai tukar Rupiah. Sebagai informasi, Israel melancarkan serangan terhadap sebuah bandara di Iran pada Jumat, 19 April 2024 waktu setempat. Sejauh ini, Iran tidak menunjukkan perlawanan terhadap serangan tersebut.
Advertisement
"Penyerangan (Israel terhadap Iran) ini mengagetkan bagi para investor sehingga safe haven akan dijadikan sebagai lindung nilai," kata Ibrahim kepada media di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
"Dolar AS kembali menguat, dan kemungkinan besar indeks dolar akan bergerak ke 108. Harga emas juga sudah terbang (naik)," lanjutnya, seraya menambahkan bahwa nilai tukar Rupiah hari ini diperkirakan akan semakin melemah.
Adapun harga emas dunia yang saat ini juga sudah naik cukup signifikan, dan kemungkinan besar mencapai level tertinggi sebesar USD 2.500 per ons, kata Ibrahim. Serta harga minyak mentah dunia juga diperkirakan akan naik menuju 90 dolar AS per barel.
"Rupiah pun yang hari ini saya lihat kemungkinan besar akan mengalami penguatan, ini pun juga ikut melemah hampir 108 poin pelemahannya di pagi ini. Ini mengindikasikan bahwa perang di Timur Tengah ini sangat luar biasa sekali," bebernya.
"Ini mengindikasikan bahwa perang di Timur Tengah sangat luar biasa (dampaknya pada perekonomian) Semoga Iran tidak melakukan penyerangan kembali terhadap Israel untuk menstabilkan kondisi ekonomi global," tutupnya.
Tengok 5 Dampak Serius Konflik Iran-Israel ke Ekonomi Indonesia
Ekonom menilai bahwa ketegangan antara Iran dan Israel di Timur Tengah dapat menimbulkan dampak yang serius bagi ekonomi Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, terdapat 5 dampak serius dari ketegangan di Timur Tengah bagi ekonomi Indonesia.
Pertama, adalah risiko lonjakan harga minyak mentah ke USD 85,6 per barrel atau meningkat 4,4% year on year.
Bhima pun menyoroti posisi Iran sebagai negara penghasil minyak ke 7 terbesar di dunia. Maka dengan adanya ketegangan geopolitik, produksi dan distribusi minyak dari negara itu bisa terpengaruh.
"Harga minyak yang melonjak berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. Bagi APBN artinya ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan BBM subsidi akan disesuaikan harga dan kuota nya," ungkap Bhima kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (18/4/2024).
"Worst case nya harga BBM naik 10-15% dan itu cukup berisiko ke tambahan inflasi," lanjut dia.Bhima menambahkan, dari sisi penerimaan negara belum tentu naiknya harga minyak menguntungkan APBN, karena berbagai komoditas lain seperti batu bara mengalami penurunan.
Dampak Kedua
Dampak kedua, adalah keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik.
Dijelaskan, dengan terjadinya ketegangan di Timur Tengah investor kemungkinan mencari aset yang aman baik emas dan dollar AS, sehingga berpotensi melemahkan Rupiah lebih lanjut ke Rp. 17.000 per USD.
"Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6-4,8% tahun ini," kata Bhima.
Advertisement
Risiko Inflasi
Selanjutnya, adalah risiko dari inflasi karena naiknya harga energi menekan daya beli masyarakat.
"Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen," imbuhnya.
"Kelima, suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama bahkan ada risiko suku bunga naik. Bagi masyarakat yang mau membeli kendaraan bermotor hingga rumah lewat skema kredit siap-siap bunga nya akan lebih mahal," Bhima mengingatkan.