Studi: Perubahan Iklim Bisa Perburuk Tingkat Kemiskinan Global

Para peneliti mendorong upaya untuk mengatasi perubahan iklim demi mencegah dampak finansial jangka panjang.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 19 Apr 2024, 19:17 WIB
Selama tiga tahun terakhir, kekeringan yang mengakibatkan kekurangan air bagi jutaan orang di Suriah, Irak, dan Iran tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. (AP Photo/Anmar Khalil)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa perubahan iklim yang meliputi gelombang panas, banjir, dan kebakaran hutan akut dapat berdampak terhadap penurunan pendapatan global sebesar sekitar 19 persen hanya dalam kurun waktu 26 tahun ke depan.

Sayangnya, seperti dilansir CNN, Jumat (19/4/2024), fakta ini tidak hanya akan berdampak pada pemerintah dan perusahaan besar.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dunia akan mengalami peningkatan pemanasan global sebesar hampir 3 derajat pada abad mendatang, bahkan dengan adanya kebijakan dan tujuan iklim saat ini – dan para peneliti mengatakan bahwa setiap individu dapat menanggung beban ekonomi tersebut.

Dalam penelitian yang diterbitkan di Nature pada Rabu (17/4), mengatakan bahwa penderitaan finansial dalam jangka pendek tidak dapat dihindari, bahkan jika pemerintah meningkatkan upaya untuk mengatasi krisis ini dari sekarang.

"Dampak-dampak ini tidak dapat dihindari karena tidak dapat dibedakan dalam berbagai skenario emisi di masa depan hingga tahun 2049," kata peneliti dari Potsdam Institute of Climate Impact Research, Maximilian Kotz dan Leonie Wenz.

Namun, mereka mengatakan tindakan segera untuk mengurangi perubahan iklim dapat membendung sejumlah kerugian finansial dan risiko kemiskinan dalam jangka panjang.


Berdampak Terhadap Perekonomian Global

Pakistan mengalami peningkatan kejadian cuaca ekstrem karena bergulat dengan dampak perubahan iklim. (Abdul MAJEED/AFP)

Noah Diffenbaugh, seorang profesor dan peneliti lingkungan di Universitas Stanford, mengatakan dampak ekonomi akibat perubahan iklim akan terjadi dalam berbagai bentuk.

Peristiwa cuaca ekstrem tidak hanya mengakibatkan biaya perbaikan yang mahal pada properti yang rusak, namun peningkatan suhu juga dapat berdampak pada pertanian, produktivitas tenaga kerja, dan bahkan kemampuan kognitif dalam beberapa kasus.

Meskipun wacana mengenai dampak perubahan iklim sering merujuk pada upaya mitigasi yang berpotensi mahal seperti membatasi penggunaan minyak dan gas atau teknologi untuk menghilangkan polusi karbon dari udara, berinvestasi pada teknologi yang lebih ramah lingkungan, studi ini berpendapat bahwa kerugian finansial jangka pendek yang ditimbulkan oleh perubahan iklim sudah melebihi biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan krisis ini.

Para peneliti memperkirakan perekonomian global akan memerlukan biaya sebesar USD 6 triliun pada tahun 2050 untuk mematuhi Perjanjian Iklim Paris—perjanjian internasional antara hampir 200 negara untuk mengatasi perubahan iklim—dibandingkan dengan perkiraan kerugian ekonomi akibat perubahan iklim yang diperkirakan sebesar USD 38 triliun dalam studi tersebut.

"Adaptasi dapat menawarkan cara untuk mengurangi kerusakan ini," kata peneliti dari Potsdam Institute of Climate Impact Research, Maximilian Kotz dan Leonie Wenz.


Pentingnya Upaya Pengendalian Perubahan Iklim

Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Bernardo Bastien, peneliti di Scripps Institute of Oceanography di University of California San Diego, mengatakan bahwa strategi adaptasi, yaitu pendekatan yang dirancang bukan untuk mengurangi perubahan iklim, namun untuk merespons dengan membatasi dampak negatifnya, dapat membantu menghemat uang untuk jangka waktu yang lebih lama.

Bastien mencontohkan perusahaan utilitas di negara bagian California yang mematikan jaringan listrik untuk mencegah kebakaran hutan.

"Ketika Anda mematikan jaringan listrik, Anda mematikan industri dan mematikan banyak rumah tangga yang menggunakan listrik untuk kesejahteraan mereka," kata Bastien.

"Ini sangat mahal tapi sangat diperlukan."

Meskipun penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak ekonomi akan terjadi sebelum tahun 2049, penulisnya berpendapat bahwa manfaat dari pengendalian perubahan iklim akan muncul dalam beberapa dekade ke depan.

"Perkiraan kerusakan sangat berbeda antar skenario emisi setelah tahun 2049, sehingga menunjukkan manfaat yang jelas dari mitigasi hanya dari sudut pandang ekonomi," kata studi tersebut.


Bakal Lebih Berpengaruh Terhadap Orang Miskin

Selain itu, lanjutnya, tren pemanasan global dan perubahan iklim, gelombang panas heatwave semakin berisiko berpeluang terjadi 30 kali lebih sering. Kemudian dominasi monsun Australia, Indonesia memasuki musim kemarau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, dampak finansial tidak akan terjadi secara merata.

Diffenbaugh, yang tidak terkait dengan penelitian ini, mengatakan bahwa meskipun penelitian yang menunjukkan dampak agregat perubahan iklim penting, "di dalam dampak agregat tersebut terdapat kesenjangan yang sangat mencolok mengenai siapa yang paling terkena dampak perubahan iklim."

"Kami mempunyai bukti jelas bahwa secara keseluruhan, masyarakat miskin lebih dirugikan," katanya.

"Itulah yang mungkin terjadi akibat pemanasan global yang sudah terjadi dan apa yang mungkin terjadi bahkan dalam skala kecil saja."

Studi yang dirilis Nature memperkirakan kerusakan ekonomi di berbagai wilayah. Amerika Utara dan Eropa diperkirakan akan mengalami penurunan pendapatan yang lebih rendah dalam 26 tahun ke depan sebesar 11 persen, dibandingkan dengan Asia Selatan dan Afrika sebesar 22 persen.

Studi tersebut juga mengungkap bahwa Amerika Serikat, yang secara historis merupakan negara penghasil polusi terbesar, akan menerima dampak ekonomi yang lebih kecil dibandingkan beberapa negara tetangganya.

 

Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya