Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat (USD) dalam beberapa waktu terakhir, masih dapat dimitigasi dengan baik.
Hasil uji ketahanan (stress test) yang dilakukan OJK menunjukkan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank.
Advertisement
Hal itu mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN “long" (aset valas lebih besar dari kewajiban valas).
Bantalan permodalan perbankan yang cukup besar (CAR yang tinggi) diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi dampak guncangan (shock) geopolitik global yang saat ini terjadi.
"Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi," kata Dian dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Jumat (19/4/2024).
Dian menjelaskan bahwa, sejauh ini, penguatan USD terjadi terhadap seluruh mata uang secara global, tercermin dari Dollar Index yang mencatatkan tren kenaikan sejak akhir Maret 2024.
Ia pun membeberkan beberapa yang memengaruhi penguatan USD, yaitu kebijakan suku bunga high for longer yang masih berlanjut di tengah kuatnya perekonomian AS, ditambah dengan laju inflasi AS yang masih cukup jauh dari target The Fed sebesar 2 persen.
Pernyataan The Fed baru-baru ini mengungkapkan belum terburu-buru menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data- data perekonomian ke depan.
OJK mencatat, perekonomian domestik telah terpengaruh oleh situasi geopolitik eksternal, terlihat dari data inflasi Indonesia Maret 2024 yang tercatat sebesar 0,52 persen (mtm) atau 3,05 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan 2,75 persen (yoy) pada Februari 2024, meskipun masih tetap dalam rentang target yang ditetapkan.
Efek Positif dari Pelemahan Rupiah
OJK melihat, pelemahan Rupiah saat ini dapat memberikan efek positif terhadap ekspor komoditas dan turunannya yang diharapkan dapat mengimbangi penarikan dana non-residen, dan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksinya.
OJK mengatakan, pihaknya melakukan uji ketahanan (stress test) secara rutin terhadap perbankan dengan menggunakan beberapa variabel skenario makroekonomi dan mempertimbangkan faktor risiko utama yaitu risiko kredit dan risiko pasar.
"OJK senantiasa melakukan pengawasan secara optimal untuk memastikan bahwa berbagai risiko akibat pelemahan nilai tukar maupun suku bunga yang relatif tinggi terhadap masing-masing bank termitigasi dengan baik," tulisnya dalam keterangan di Jakarta.
"OJK juga meminta bank untuk selalu melakukan pemantauan terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap kondisi bank dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. Koordinasi dengan Anggota KSSK juga terus dilakukan disertai komitmen untuk terus mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat guna dan tepat waktu," imbuhnya.
Advertisement
Kinerja Positif Perbankan Domestik Topang Rupiah pada Awal Perdagangan Hari Ini 13 Maret 2024
Kinerja positif sektor perbankan domestik menjadi katalis yang mengangkat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Rabu, (13/3/2024).
Mengutip Antara, rupiah dibuka naik 10 poin atau 0,06 persen menjadi Rp 15.580 per dolar AS pada awal perdagangan Rabu pagi, dari sebelumnya sebesar Rp 15.590 per dolar AS.
"Sentimen tersebut juga didorong oleh positifnya kinerja sektor perbankan di Indonesia," ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Josua memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp15.500 per dolar AS-Rp15.650 per dolar AS pada perdagangan Rabu, 13 Maret 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, kondisi perbankan Indonesia cukup solid dalam menghadapi berbagai tekanan dan kondisi yang mengancam ketahanan perbankan global.
Di sektor perbankan Indonesia pada posisi Januari 2024, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 27,54 persen dengan rasio modal inti (tier 1 capital) terhadap CAR sebesar 94,41 persen.
Di sisi lain, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan liquidity coverage ratio (LCR) sebesar 231,14 persen. Kondisi likuiditas itu jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR di yurisdiksi lain. Contohnya di Uni Eropa, rasio LCR masing-masing sebesar 158,78 persen dan 125,80 persen.
Selain itu, apresiasi rupiah juga didorong oleh penegasan Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell mengenai kebijakan penurunan suku bunga pada 2024. Pasar prediksi kemungkinan The Fed untuk menurunkan suku bunga kebijakannya pada Juni 2024.