Liputan6.com, Bandung - Ketahanan energi jadi salah satu perhatian utama secara lingkup nasional maupun internasional. Energi biomassa pun dinilai bisa jadi penunjang krusial untuk mencapai ketahanan tersebut.
“Jadi ketahanan pangan dan ketahanan energi ini menjadi betul-betul concern baik nasional maupun internasional saat ini, terutama sudah terjadi goncangan terhadap ketersediaan energi fosil,” kata Dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr. Efri Mardawati, dikutip lewat Kanal Youtube Unpad, Jumat (19/4/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, energi biomassa bisa jadi solusi atau alternatif energi fosil yang makin terbatas. Saat ini, katanya, energi dari sumber daya hayati itu sudah jadi perhatian para peneliti dan para pengambil kebijakan.
Erfi menerangkan, biomassa dapat berasal dari turunan langsung dan tidak langsung dari tanaman dan hewan. Pemanfaatan biomassa untuk energi di antaranya adalah pemanfaatan limbah pertanian.
Efri yang juga Ketua Pusat Kolaborasi Riset (PKR) Biomassa dan Biorefineri yang berada di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun mengolah biomassa menjadi sejumlah produk turunan melalui teknologi biorefineri.
“Concern-nya bagaimana mengolah biomassa ini tidak hanya menghasilkan satu produk tetapi semua fraksi yang ada diolah untuk menghasilkan sejumlah produk hilirnya,” kata dia.
Erfi mencontohkan, di antaranya adalah pengolahan tandan kosong kelapa sawit menjadi beberapa produk, seperti bioetanol sebagai alternatif energi dan xilitol sebagai alternatif bahan pangan. Pemanfaatan limbah menjadi sumber bioenergi ini juga sekaligus mengatasi permasalahan lingkungan.
Dengan mengolahnya menjadi produk yang bernilai tinggi, limbah bukan hanya tidak menjadi beban lingkungan juga tetapi menghasilkan benefit.
“Penggunaan biomassa yang berasal dari agroindustrial residu suatu limbah pertanian ini sangat dibutuhkan karena selain untuk menghasilkan added value product, tetapi dia juga mengatasi masalah lingkungan. Jadi kalau limbah ini tidak ditangani dia akan menjadi beban lingkungan yang luar biasa,” kata Efri.
Hambatan Pengembangan Energi Terbaruka
Sebelumnya, Ketua Badan Eksekutif Kanopi Hijau Ali Akbar mengatakan, penggunaan energi di periode pertama yaitu energi fosil saat ini sudah mengkhawatirkan. Alasannya, bahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari fosil seperti yang saat ini jamak digunakan di Indonesia berkontribusi besar terhadap semakin rapuhnya kondisi di planet ini.
Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan beragam, seharusnya menjadi salah satu pemimpin dalam peralihan menuju penggunaan sumber energi kedua yaitu energi terbarukan. Namun, meskipun memiliki potensi yang besar, ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan energi terbarukan di negeri ini.
1. Kebijakan Kurang Mendukung
Kebijakan dan regulasi yang belum mendukung sepenuhnya pengembangan energi terbarukan juga menjadi faktor penghambat. Meskipun ada upaya untuk mempromosikan energi terbarukan melalui berbagai kebijakan pemerintah, namun implementasinya masih seringkali terhambat oleh berbagai kendala administratif dan kebijakan yang tidak konsisten.
“kesulitan terjadi pada level kebijakan, ada peraturan baru yang berjudul percepatan pembangunan energi terbarukan dimana disitu tertulis jika memperbolehkan” ujar Ali Akbar.
Menurut ali akbar peraturan dan kebijakan ini juga ambigu.
2. Keterbatasan Infrastruktur dan kurangnya pemerataan
Infrastruktur yang tidak memadai juga menjadi kendala dalam pengembangan energi terbarukan
“adanya perang bisnis dalam kelompok yang terus menerus ini terjadi. Sementara itu energi terbarukan tidak mendapat subsidi, atau di tempatkan di daerah yang di daerah-daerah terpencil atau terisolasi. Sehingga dikelola oleh pemerintah daerah yang mana bisa dikatakan kurang mumpuni dalam mengolah energi. Pengelolaan energi terbarukan juga kadang dirasa seperti anak tiri,” ujarnya.
3. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat
Kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya energi terbarukan juga masih rendah. “kesadaran omasyarakat terkait dengan situasi yang semakin memburuk ini belum sampai kepada level yang tinggi sehingga orang belum berani menyuarakan sesuatu secara maksimal
Menurut Ali Akbar tiga permasalahan ini menjadi satu kesatuan sehingga pertumbuhan energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia itu menjadi berat.
Advertisement