Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menjerit lantaran kurs dolar AS yang menggila akibat dampak perang Iran-Israel.
"Dengan adanya kenaikan kurs dolar AS terhadap rupiah akhir-akhir iini, dimana saat ini nilainya 1 USD sama dengan Rp 16.265 maka semakin membuat kondisi pentarifan angkutan penyeberangan semakin tertinggal," ujar Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto di Surabaya, Jumat (19/4/2024).
Advertisement
Rakhmat mengungkapkan, hal ini akan membuat pengusaha angkutan penyeberangan semakit sulit untuk memenuhi standar pengoperasian sesuai dengan standar pelayanan minimun yang ditetapkan oleh pemerintah, dan juga standar keselamatan angkutan penyeberangan.
"Saat ini, kondisi pentarifan angkutan penyeberangan mengalami kekurangan perhitungan sebesar 31,8 persen sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan oleh pemerintah, pada saat kenaikan tarif terakhir yang ditetapkan hanya naik lima persen," ucapnya.
Kurang Perhatian
Terkait kekurangan perhitungan tersebut, lanjut Rakhmat, dengan asumsi kenaikan harga BBM yang terakhir pada tahun 2022 belum tercover dalam perhitungan itu, dan untuk kurs dolar AS yang dipakai untuk perhitungan adalah 1 USD = Rp 14.523
Perhitungan tersebut, kata Rakhmat, selalu melibatkan Kemenhub, Kemenkomarvest, YLKI sebagai perwakilan konsumen, PT ASDP sebagai pengelola pelabuhan.
"Demi untuk jaminan keselamatan dan kenyamanan mohon pemerintah segera menindaklanjuti penyesuaian tarif angkutan penyeberangan," ujarnya.
Minta Tarif Penyeberangan Naik
Untuk itu, Rakhmat mengaku pihaknya menuntut pemerintah menaikan tarif angkutan penyeberangan hingga 15 persen. Tuntutan tersebut dilayangkan menyusul terus naiknya kurs dolar AS yang telah mencapai Rp 16.279 per dolar AS.
"Saat ini kurs dolar AS ini kan mengalami kenaikan yang signifikan. Situasi ini akan menyulitkan pengusaha angkutan penyeberangan dalam rangka menutup biaya operasionalnya, terutama untuk memenuhi standar kenyamanan maupun standar keselamatan yang ditetapkan pemerintah," ucapnya.
Rakhmat menjelaskan, kenaikan tarif angkutan penyeberangan mendesak dilakukan lantaran mayoritas komponen kapal hampir seluruhnya impor. Artinya, ketika harga dolar AS terus naik, harga komponen kapal penyeberangan juga secara otomatis terkerek naik.
Sparepart mayoritas impor kemudian Alkes juga impor. Ketika dolar AS naik komponen juga naik. Ini juga sepertinya BBM dalam waktu dekat naik dipengaruhi situasi perang Iran dan Israel," ujarnya.
Rakhmat menjelaskan, sekitar 95 persen sparepart kapal penyeberangan harus impor dari luar negeri. Sparepart tersebut merupakan komponen penting untuk menjamin keselamatan penumpang. Baik sparepart yang dibutuhkan untuk perawatan harian, maupun perawatan tahunan.
"Sparepart itu hampir 95 persen impor. Misalnya kapal dari Jepang, semuanya (sparepart) didatangkan dari Jepang," ucapnya.
Advertisement
Kurang Hitung
Rakhmat mengungkapkan, sebenarnya saat ini, kondisi pentarifan angkutan penyeberangan masih mengalami kekurangan perhitungan sebesar 31,8 persen.
Kekurangan tarif tersebut jika didasarkan pada harga dolar AS yang masih Rp 14.500. Jika dihitung ulang saat ini, kemungkinan kekurangan penghitungan tarif pastinya lebih besar lagi.
Meski demikian, lanjut Rakhmat, Gapasdap tidak meminta agar kekurangan tarif tersebut langsung dipenuhi sepenuhnya. Pihaknya hanya meminta kenaikan sebesar 15 persen karena juga memikirkan daya mampu masyarakat.
"Saya kira untuk kenaikan 15 persen masih cukup wajar. Misalkan truk yang menyeberang dari Merak ke Bakauheni tarif saat ini sekitar Rp 1 juta. Kalau naik 15 persen berarti naiknya Rp 150 ribu. Untuk penumpang orang Rp 23 ribu berarti naiknya sekitar Rp 3.000-an," ujarnya.