Liputan6.com, Jakarta - Ibadah Qurban dilakukan pada Idul Adha dan hari Tasyrik 10-13 Dzulhijah. Apabila dihitung dari sekarang, maka kira-kira masih dua bulan lagi.
Meski relatif masih lama, masyarakat biasanya sudah sejak jauh-jauh hari mempersiapkannya. Misal, menentukan akan berqurban apa tahun ini; sapi, kambing, kerbau, atau hewan lainnya yang sesuai syariat.
Advertisement
Di Indonesia, ada dua hewan kurban yang paling populer, yakni kambing (domba) dan sapi. Lazimnya, sapi menjadi hewan kurban tujuh orang, baik satu keluarga maupun tidak.
Sapi dibeli dengan jalan patungan, terkecuali yang memang mampu membeli satu ekor sapi dan kemudian dihadiahkan kepada lainnya.
Seringkali, antara satu yang iuran (patungan)
Pertanyaannya kemudian, apabila boleh memilih, pilih qurban patungan sapi atau qurban sendirian seekor kambing? Lebih utama yang mana?
Soal ini, Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskannya dengan tuntas.
Simak Video Pilihan Ini:
Gus Baha Pilih Qurban Kambing, Kenapa?
Gus Baha ternyata lebih memilih kurban satu kambing untuk satu orang dibandingkan kurban sapi, tapi untuk tujuh orang.
"Menurut pendapat saya kayaknya memang kalau sama-sama, tujuh orang dengan satu sapi dibandingkan satu orang satu kambing, saya lebih ikut pendapat yang mengatakan lebih baik milih kambing," jelas Gus Baha saat berkesempatan ngobrol santai bersama Prof Quraisy Shihab di kanal Youtube Najwa Shihab, dikutip Sabtu (20/4/2024) via kanal Keislaman NU Online.
Menurut Gus Baha, pendapat yang disampaikannya itu merupakan pendapat mayoritas ulama. Hal tersebut termaktub di kitab-kitab klasik yang membahas tentang fiqih.
Selain itu, dalam sejarah kurban yang menceritakan tentang peristiwa kurban Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah mengganti Nabi Ismail dengan kambing, bukan hewan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kambing lebih dipilih Allah.
"Dalam kitab-kitab fiqih, memang kambing lebih utama dibandingkan sapi. Dalam banyak pendapat ulama. Alasannya lebih privat," terang Gus Baha.
Logika sederhana Gus Baha, jika kambing tidak lebih baik dari hewan lain, maka tentu Allah tidak mengganti Nabi Ismail dengan kambing ketika peristiwa kurban tersebut. Kurban seekor kambing untuk satu orang juga menandakan sikap ksatria. Tidak bergantung kepada yang lainnya.
"Andaikan di sana ada hewan yang lebih baik, tentunya Allah milih selain kambing. Ini alasannya ulama kalau di kitab-kitab fiqih memang kambing lebih utama ketimbang sapi, alasan lainnya lebih privat," tegas Gus Baha.
Advertisement
Gaya-gayaan dan Alasan Kesehatan
Tidak hanya itu, kata Gus Baha, Rasulullah juga berkurban kambing sehingga dari kisah tersebut banyak ulama yang berpendapat lebih memilih kambing untuk kurban dibandingkan hewan lainnya.
Namun, sikap Nabi dan pendapat para ulama tentang keutamaan kurban kambing tersingkir oleh sikap gaya-gayaan kehidupan masyarakat. Ada juga yang beralasan karena daging kambing membuat darah tinggi naik dan efek samping lainnya.
Padahal menurutnya, jika daging kambing dimakan dalam batasan tertentu tidak menimbulkan efek samping. Dampak dari sikap masyarakat tersebut tidak biasa, banyak masyarakat yang awalnya kurban kambing sendirian berubah kurban sapi dengan cara iuran bersama temannya.
Padahal sebelumnya kurban kambing. Banyak juga masyarakat yang tidak mau menerima daging kambing karena alasan kesehatan.
"Semenjak ada gaya-gayaan, di daerah kami semenjak banyak pegawai negeri, orang mapan atau orang kelas menengah, itu menganggap kambing sebuah problem, karena darah tinggi. Ini membuat daging kambing itu susah dibagikan. Semenjak itu mulai ada tren iuran sapi, jadi yang terus menjadi ragu itu ya itu," tutur Gus Baha.