Liputan6.com, Jakarta - Setiap orang mempunyai keinginan yang ingin diwujudkan. Selain dengan berdoa, muslim juga diperkenankan untuk bernazar.
Secara sederhana, nazar dapat dimaknai sebagai janji agar keinginannya terkabul. Nazar merupakan bentuk pengorbanan dan komitmen yang kuat sehingga lebih tekun untuk beribadah.
Baca Juga
Advertisement
Misalnya, seseorang berjanji akan melaksanakan puasa sunnah selama satu bulan penuh apabila mendapat pekerjaan yang bagus. Atau barangkali bernazar sedekah kepada anak yatim apabila memenangkan suatu kompetisi tertentu.
Lantas, jika dalam rentang waktu tertentu harapan belum juga terkabul kemudian memutuskan untuk membatalkan nazar, apakah hal tersebut terhitung sebagai dosa?
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Nazar
Mengutip penjelasan dari laman rumah fiqih Indonesia,oleh Ustaz Ahmad Sarwat Lc., menerangkan bahwa sebenarnya hukum bernazar dibolehkah dalam Islam. Tetapi, sesungguhnya amalan ini kurang disukai oleh sebagian ulama.
Sebab, ada akhlak yang dinilai kurang baik kepada Allah SWT di balik nazar tersebut. Kesannya, orang baru mau menjalankan amalan ibadah jika keinginannya dikabulkan Allah SWT.
Dalam sejumlah kitab fikih, nazar dimaknai sebagai amalan yang mewajibkan diri sendiri atau orang yang bernazar untuk melakukan perbuatan (ibadah) untuk Allah yang asal hukumnya tidak wajib menjadi wajib.
Contohnya, bernazar sedekah satu kali gaji kalau menang tender. Sedekah yang mulanya hukumnya sunah menjadi wajib karena nazar.
Advertisement
Perkara Membatalkan Nazar
Sedangkan kewajiban membayar nazar terdapat dalam firman Allah SWT di Surah Al-Hajj ayat 29.
ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Artinya: Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).
Selain itu, juga terdapat dalam Surah Al-Insan ayat 7. Mereka menunaikan nazarnya dan takut atas hari yang azabnya merata di mana-mana.
Hukum dasar nazar adalah wajib jika sudah diucapkan. Tidak boleh dicabut karena merupakan janji kepada Allah SWT.
Tetapi, apabila nazarnya mengandung kemaksiatan atau justru berkebalikan apa yang dibolehkan oleh Allah, maka nazar wajib dibatalkan. Contohnya seperti tidak menjimak istri selama tiga hari usai pernikahan untuk menjaga kesucian istrinya.
Sementara terkait nazar yang belum terjadi kemudian dibatalkan, hal itu boleh dilakukan selama belum ada tanda-tanda keinginannya terkabul. Jika sebaliknya, dia mendapati tanda-tanda harapannya dikabulkan, maka terlarang baginya untuk membatalkan nazarnya.