Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Hakim MK Ridwan membacakan dalil pemohon terkait endorsement Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke pasangan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ridwan menyebut endors Jokowi buka merupakan tindakan melanggar hukum. “Dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum,” tutur Ridwan.
Advertisement
Meski demikian, endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.
“Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi,” bebernya.
Ridwan menyebutkan, bahwa presiden harus mampu menahan diri dari endors salah satu paslon, sebab hal akan membuat masyarakat menilai Jokowi sebagai juru kampanye 02.
“Bahwa menurut mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan/dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau paslon dalam pemilu,” tuturnya.
Meski melanggar etis ataupun moral, Ridwan menyebut mahkamah tidak berwenang memberi sanksi hukum pada Presiden.
“Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukumc kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang,” pungkasnya.
MK Tidak Temukan Bukti Jokowi Cawe-cawe Dalam Pencalonan Gibran
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024.
Dalam kesempatan itu, hakim MK, Daniel Yusmic P Foekh, menguraikan dalil wacana perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk cawe-cawe Joko Widodo (Jokowi) memuluskan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.
Daniel menyebut, pihaknya memandang wacana perpanjangan masa jabatan presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi pilpres 2024.
"Namun, dari dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon (Anies-Muhaimin), Mahkamah tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan demikian dengan hasil penghitungan suara dan atau kualitas pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024," ujar Daniel Yusmic P Foekh di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Menurut Daniel, dalil Pemohon yang menyatakan kegagalan rencana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode disikapi dengan mendukung Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta pilpres 2024, dalam hal ini cawapres paslon 02, Prabowo Subianto.
"Yang diposisikan sebagai pengganti presiden petahana, menurut Mahkamah kebenarannya tidak dapat dibuktikan lebih lanjut oleh Pemohon. Demikian pula dalil bahwa Presiden akan cawe-cawe dalam pemilu 2024 a quo, menurut Mahkamah tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon seperti apa makna dan dampak cawe-cawe yang dimaksud Pemohon, serta apa bukti tindakan cawe-cawe demikian," kata Daniel.
Pembacaan putusan sengketa pilpres 2024 digelar usai delapan hakim konstitusi melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Sementara hakim konstitusi, Anwar Usman, tidak terlibat lantaran terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik berat.
Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi, dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Sapta Karsa Hutama saat mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Advertisement