Liputan6.com, Jakarta Sejumlah tokoh hadir dalam aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). Aksi unjuk rasa digelar terkait sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu tokoh yang hadir yakni mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin.
Advertisement
Dalam orasinya, Din Syamsudin menyoroti sejumlah gugatan yang diajukan oleh tim hukum AMIN dianggap tidak beralasan oleh hakim MK. Kata dia, hakim MK tidak mempertimbangkan aspek hukum lainnya.
"Jadi kesimpulannya, Mahkamah Konstitusi dan para hakim konstitusi melihat persoalan semata-mata dari aspek hukum belaka, dengan etika dan moral hukum ini yang hilang," kata Din Syamsuddin.
Menurut Din, dalam sistem hukum di Indonesia tidak hanya menilai dari fakta-fakta hukum yang ada, tapi juga harus mempertimbangkan hal lain, salah satunya aspek etika dan moral.
"Kita berada pada titik kita akan terus maju. Maka akan meneruskan langkah perjuangan, insyaallah keputusan MK bukan kiamat," tegas Din.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak untuk seluruhnya permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sidang sengketa pilpres 2024 yang dimohonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan langsung putusan untuk gugatan Anies-Cak Imin yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Pertimbangan Hakim MK Menolak Gugatan Anies-Muhaimin
Dalam putusannya, MK menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi Presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024 seperti yang dituduhkan kubu AMIN.
"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Hakim MK Arief Hidayat.
Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan hukum untuk mendiskualifikasi paslon 02.
"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," beber Arief.
MKMK pun telah menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keberlakuan putusan MK. Dalam konteks perselisihan hasil pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstidusionalitas syarat, namun lebin tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari Pihak Terkait dan hasil verifikasi serta penetapan Pasangan Calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemiu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” jelas dia.
Kemudian hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menyebut, pihaknya memandang wacana perpanjangan masa jabatan Presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi pilpres 2024.
“Namun, dari dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon (Anies-Muhaimin), Mahkamah tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan demilian dengan hasil penghitungan suara dan atau kualitas Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” tutur Daniel.
Menurutnya, dalil Pemohon yang menyatakan kegagalan rencana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode disikapi dengan mendukung Gibran menjadi peserta pilpres 2024, dalam hal ini cawapres paslon 02.
“Yang diposisikan sebagai pengganti presiden petahana, menurut Mahkamah kebenarannya tidak dapat dibuktikan lebih lanjut oleh Pemohon. Demikian pula dalil bahwa Presiden akan cawe-cawe dalam pemilu 2024 a quo, menurut Mahkamah tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon seperti apa makna dan dampak cawe-cawe yang dimaksud Pemohon, serta apa bukti tindakan cawe-cawe demikian,” kata Daniel.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement