5 Penjelasan Hakim MK soal Keterlibatan Jokowi dalam Pilpres 2024, Benarkah Ada Cawe-Cawe?

Sebelum membacakan memutuskan atau menerima, Hakim MK memberikan penjelasan terkait dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Apr 2024, 18:00 WIB
Sebelum membacakan memutuskan atau menerima, Hakim MK memberikan penjelasan terkait dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.

Sebelum membacakan memutuskan atau menerima, Hakim MK memberikan penjelasan terkait dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Hakim MK Arief Hidayat membacakan putusan yang menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi Presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024.

"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Arief di Gedung MK, Senin (22/4/2024).

Oleh karena itu, lanjut dia, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan hukum untuk mendiskualifikasi paslon 02.

Kemudian, Arief membacakan isi pertimbangan hukum terkait dugaan intervensi Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024, termasuk pelanggaran majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Arief menyampaikan, pihaknya menilai dalil pemohon dalam hal ini Penggugat kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin perihal intervensi Presiden Jokowi terhadap perubahan syarat paslon maju Pilpres 2024 tidak meyakinkan majelis.

"Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/IMKMK/L/1 1/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan, syarat pasangan calon tersebut," tutur Arief.

Lalu, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh menguraikan dalil wacana perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk cawe-cawe Jokowi memuluskan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Daniel menyebut, pihaknya memandang wacana perpanjangan masa jabatan presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi Pilpres 2024.

"Namun, dari dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon (Anies-Muhaimin), Mahkamah tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan demikian dengan hasil penghitungan suara dan atau kualitas pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024," kata Daniel.

Berikut sederet penjelasan Hakim MK soal disebutnya ada keterlibatan Presiden Jokowi dalam capres-cawapres di Pilpres 2024 dihimpun Liputan6.com:

 


1. Sebut Dalil Mendiskualifikasi Paslon 02 Tidak Beralasan Menurut Hukum

Suasana sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau putusan sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Hakim MK Arief Hidayat membacakan putusan yang menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi Presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024.

"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Arief.

Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan hukum untuk mendiskualifikasi paslon 02.

"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," beber Arief.

Sementara itu, Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menjawab permohonan capres-cawapres 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk mendiskualifikasi pasangan nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon yang menyatakan terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil Pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan Termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), sehingga dijadikan dasar bagi Pemohon untuk memohon agar Mahkamah membatalkan (mendiskualifikasi) pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Daniel.

Kemudian, terkait dalil Anies-Muhaimin yang menduga Komisi Pemilihan Umum (KPU) memanipulasi hasil verifikasi partai politik dengan meloloskan seluruh partai politik menjadi peserta pemilu 2024, menurut MK hal itu tidak didukung dengan bukti yang meyakinkan.

"Karena berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, proses tahapan verifikasi partai politik telah diawasi oleh Bawaslu. Oleh karena itu, secara hukum dalil a quo harus dikesampingkan," jelas Daniel.

 


2. Sebut Dalil Nepotisme Jokowi Terhadap Pencalonan Gibran di Pilpres 2024 Tak Meyakinkan

Diketahui, ada dua putusan yang akan dibacakan dalam sidang putusan MK hari ini, yaitu terhadap permohonan dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian, Arief Hidayat membacakan isi pertimbangan hukum terkait dugaan intervensi Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Pilpres 2024, termasuk pelanggaran majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Arief menyampaikan, pihaknya menilai dalil pemohon dalam hal ini Penggugat kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin perihal intervensi Presiden Jokowi terhadap perubahan syarat paslon maju Pilpres 2024 tidak meyakinkan majelis.

"Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/IMKMK/L/1 1/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan, syarat pasangan calon tersebut," tutur Arief.

MKMK pun telah menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keberlakuan Putusan MK. Dalam konteks perselisihan hasil Pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat, namun lebin tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu.

"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari Pihak Terkait dan hasil verifikasi serta penetapan Pasangan Calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemiu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," terang Arief.

 


3. Tegaskan Tidak Temukan Bukti Jokowi Cawe-cawe Dalam Pencalonan Gibran

Delapan hakim MK yang hadir tersebut ialah Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan M. P. Sitompul, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan itu, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh, menguraikan dalil wacana perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk cawe-cawe Joko Widodo (Jokowi) memuluskan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.

Daniel menyebut, pihaknya memandang wacana perpanjangan masa jabatan presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi pilpres 2024.

"Namun, dari dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon (Anies-Muhaimin), Mahkamah tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan demikian dengan hasil penghitungan suara dan atau kualitas pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024," ujar Daniel Yusmic P Foekh di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Menurut Daniel, dalil Pemohon yang menyatakan kegagalan rencana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode disikapi dengan mendukung Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta pilpres 2024, dalam hal ini cawapres paslon 02, Prabowo Subianto.

"Yang diposisikan sebagai pengganti presiden petahana, menurut Mahkamah kebenarannya tidak dapat dibuktikan lebih lanjut oleh Pemohon. Demikian pula dalil bahwa Presiden akan cawe-cawe dalam pemilu 2024 a quo, menurut Mahkamah tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon seperti apa makna dan dampak cawe-cawe yang dimaksud Pemohon, serta apa bukti tindakan cawe-cawe demikian," kata Daniel.

 


4. Sebut Endorsment Jokowi ke Prabowo-Gibran Tidak Langgar Hukum, Tapi Tidak Etis

Ahli dari pasangan Anies-Muhaimin memberikan pernyataan dalam sidang PHPU di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024). (Liputan6.com/ Winda Nelfira)

Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Hakim MK Ridwan membacakan dalil pemohon terkait endorsement Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke pasangan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Ridwan menyebut endors Jokowi buka merupakan tindakan melanggar hukum.

"Dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum," tutur Ridwan.

Meski demikian, endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.

"Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi," bebernya.

Ridwan menyebutkan, bahwa presiden harus mampu menahan diri dari endors salah satu paslon, sebab hal akan membuat masyarakat menilai Jokowi sebagai juru kampanye 02.

"Bahwa menurut mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan/dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau paslon dalam pemilu," tutur Ridwan.

Meski melanggar etis ataupun moral, Ridwan menyebut mahkamah tidak berwenang memberi sanksi hukum pada Presiden.

"Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukumc kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang," pungkas Ridwan.

 


5. Sebut Kenaikan Tunjangan Pegawai Bawaslu Tak Ada Kaitannya dengan Jokowi

Ganjar dan Mahfud Md menghadiri sidang putusan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta. (Tim News).

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa dikaitkannya kenaikan tunjangan pegawai Bawaslu dengan dugaan adanya cawe-cawe politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024 adalah mengada-ngada.

Sebab, pemberian tunjangan kepada pegawai Bawaslu menjadi program Kementerian PANRB yang telah diatur dalam anggaran sebelumnya.

"Bahwa pihak terkait menerangkan dalil pemohon tentang kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggaraan pemilu di momen kritis adalah dalil yang keliru dan mengada-ngada," kata Hakim MK Daniel Yusmic Foekh.

Daniel menyampaikan, tunjangan yang diberikan kepada pegawai Bawaslu berbasis dengan capaian kinerja pegawai. Sehingga, tak ada kaitannya dengan Presiden Jokowi.

"Hal tersebut merupakan program PANRB yang telah ditetapkan para tahun anggaran sebelumnya pemberian dilakukan dakam bentuk tunjangan berbasis capaian kinerja dan bykan kenaikan gaji sebagaimana didalilkan pemohon. Progtam tersebut helas tidak ada kaitannya fengan presiden apalagi dihubhnhkan dengan kontestasi pemilu 2024," jelas Daniel.

Infografis KPU Siap Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya