Liputan6.com, Tel Aviv - Militer Israel pada Senin (22/4/2024) mengumumkan pengunduran diri kepala direktorat intelijennya sebagai tanggapan atas serangan Hamas 7 Oktober lalu terhadap Israel.
Mayjen Aharon Haliva secara terbuka telah menyatakan bertanggung jawab atas kegagalan intelijen yang menyebabkan serangan itu. Menurut militer Israel, militan Hamas dalam serangan itu membunuh 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang.
Advertisement
Militer melansir surat pengunduran diri Aharon Haliva pada Senin (22/4) dan mengatakan ia akan mengundurkan diri dan pensiun begitu penggantinya ditunjuk.
“Direktorat intelijen di bawah komando saya tidak menjalankan tugas yang dipercayakan kepada kami. Saya membawa hari kelam itu selamanya, siang demi siang, malam demi malam. Saya akan membawa kepedihan itu selamanya,” kata Haliva dalam surat itu.
Haliva adalah pejabat tinggi pertama yang mengundurkan diri sehubungan dengan serangan itu, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (22/4).
Israel menanggapi dengan serangan di Jalur Gaza yang disebutnya ditujukan untuk melenyapkan Hamas dan memastikan kelompok militan itu tidak dapat lagi melancarkan serangan terhadap Israel.
Kampanye Israel telah membuat sebagian besar Gaza hancur dan memaksa 75% populasi Gaza meninggalkan rumah mereka, menurut PBB.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan tindakan militer Israel telah menewaskan lebih dari 34 ribu orang Palestina, dua per tiganya adalah perempuan dan anak-anak.
Ancaman PM Benjamin Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu mengancam, menjelang hari raya Paskah Yahudi, untuk “mengirim pukulan tambahan dan menyakitkan” terhadap Hamas untuk memastikan pembebasan sandera yang ditawan di Gaza. “Dalam beberapa hari mendatang kami akan meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap Hamas karena inilah satu-satunya cara untuk membebaskan orang-orang kami yang disandera,” kata Netanyahu tanpa memberi rincian.
Militer Israel mengatakan beberapa sandera yang diculik dalam serangan Hamas 7 Oktober lalu di Israel Selatan kini ditahan di kota Rafah, Gaza Selatan. Netanyahu telah berulang kali mengancam akan melancarkan serangan militer terhadap Rafah, dengan mengklaim anggota Hamas bersembunyi di sana.
Ancaman itu muncul meskipun ada seruan untuk menahan diri dari masyarakat internasional, termasuk AS, sekutu utama Israel.
Keprihatinan internasional berfokus pada keselamatan warga sipil Palestina di Rafah, di mana lebih dari separuh populasi Gaza mengungsi setelah menghindari serangan militer Israel di bagian-bagian lain Gaza.
Sementara itu, tentara Israel pada Minggu membunuh tiga orang Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Militer Israel mengatakan ketiga orang Palestina itu menyerang tentara Israel di dua tempat berbeda.
Advertisement