Sidang Pidana Kasus Uang Tutup Mulut Donald Trump Bergulir, Jaksa: Murni Kecurangan Pemilu

Donald Trump mencatat sejarah sebagai presiden atau mantan presiden AS pertama yang menjalani persidangan perkara pidana.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Apr 2024, 07:28 WIB
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump kembali menjadi sorotan di tengah sidang terkait dugaan pemalsuan catatan keuangan untuk menyembunyikan skandal seksnya menjelang Pilpres Amerika Serikat (AS) tahun 2016.

"Itu adalah kecurangan pemilu, murni, dan sederhana," sebut jaksa kepada juri saat memberikan pernyataan pembuka pada hari Senin (22/4/2024) dalam persidangan bersejarah di New York.

Trump dituduh berusaha menutupi pembayaran sebesar USD 130.000 atau sekitar Rp2,1 miliar (kurs Rp16,238) kepada bintang porno Stormy Daniels sebelum dia memenangkan Pilpres AS 2016. Trump sendiri telah mengaku tidak bersalah atas 34 dakwaan pemalsuan catatan bisnis dan juga menyangkal melakukan dugaan hubungan seksual dengan Daniels, yang bernama asli Stephanie Clifford.

Pada awal minggu kedua persidangan pidana di Manhattan – yang pertama bagi seorang mantan presiden AS – masing-masing pihak menetapkan kasus yang akan mereka ajukan kepada juri. Saksi pertama, penerbit tabloid David Pecker, turut memberikan kesaksian singkat dan akan melanjutkan kesaksiannya pada hari Selasa (23/4). Demikian seperti dilansir BBC.

Ada pun Jaksa Matthew Colangelo mengatakan kepada pengadilan bahwa Michael Cohen, mantan pengacara dan orang kepercayaan Trump, bekerja dengan kepala keuangan Trump Organization, Allen Weisselberg, untuk "memanipulasi pembukuan" sesuai arahan Trump.

Menurut Colangelo, Trump termotivasi untuk membayar uang tutup mulut agar para pemilih tidak mengetahui dugaan pertemuannya dengan Daniels.

Jaksa mengatakan bahwa upaya menutup-nutupi ini harus dianggap sebagai campur tangan pemilu, yang merupakan kejahatan kedua. Jika itu terjadi maka akan meningkatkan tuduhan pemalsuan catatan bisnis dari pelanggaran tingkat rendah menjadi kejahatan yang lebih serius.


Pembelaan Pengacara Trump

Michael Cohen adalah mantan pengacara dan orang kepercayaan Donald Trump. (AP/Pablo Martinez Monsivais)

Sementara itu, dalam pembelaannya, pengacara Trump mengatakan kliennya tidak melakukan kejahatan apa pun dan mencoba memengaruhi pemilu bukanlah hal yang ilegal.

Todd Blanche disebut berupaya melabeli Cohen yang menjadi saksi bintang jaksa penuntut sebagai mantan karyawan yang tidak dapat dipercaya dan memiliki niat untuk melawan Trump.

"Dia adalah penjahat dan pelaku sumpah palsu - dia pembohong," kata Blanche tentang Cohen.

Blanche juga memusatkan perhatian pada Daniels, yang menurutnya telah memperoleh "ratusan ribu" dolar dari klaimnya dan tim kuasa hukum Trump meminta juri untuk mengabaikannya sebagai saksi.

Mengenai kasus dugaan campur tangan pemilu, Blanche membantah kliennya telah melakukan tindakan ilegal meskipun dia mengakui Trump mempengaruhi pemilih.

"Tidak ada salahnya mencoba memengaruhi pemilu," ungkap Blanche. "Itu disebut demokrasi."


Komposisi Juri Dinilai Menguntungkan Trump

Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)

Persidangan diperkirakan akan berlangsung sekitar enam minggu lagi, namun para ahli hukum mengatakan pernyataan pembuka sangat penting sebagai peluang untuk membentuk pandangan juri mengenai kasus tersebut.

"Anda harus memulai dengan tegas dalam kasus seperti ini," ujar mantan jaksa federal Neama Rahmani kepada BBC.

Rahmani mencatat bahwa upaya penuntutan untuk mengangkat kasus ini ke kasus campur tangan pemilu mungkin akan sulit jika jurinya terdiri dari dua pengacara.

"Jelas bahwa catatan tersebut adalah catatan bisnis palsu, namun mengambil langkah berikutnya untuk membuktikan bahwa mereka melakukan atau untuk menutupi, sumbangan dana kampanye adalah argumen hukum yang lebih sulit dan mereka perlu melakukan lebih dari itu menurut saya," tutur Rahmani.

"Hal ini tergantung pada Michael Cohen ... apakah kesaksiannya mendukung apa yang dia katakan di masa lalu dan apakah dia memiliki dokumen untuk membuktikannya."

Dua dari 12 juri dalam persidangan Trump memang berprofesi sebagai pengacara. Mengutip Politico, menurut beberapa pakar perilaku juri, hal ini dinilai merupakan kabar baik bagi mantan presiden tersebut, terutama jika tim pembela Trump fokus pada argumen hukum dan isu teknis.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya