Kisah Karomah Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi, Ulama Tawadhu yang Rela Bersihkan Toilet Masjid

Dikisahkan bahwa Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi pernah kepergok oleh salah seorang marbot masjid sedang membersihkan toilet masjid yang kotor

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Apr 2024, 04:30 WIB
Syaikh Mutawalli Asy-Sya'rawi (SS: YT. Alazharkairojakarta chanel)

Liputan6.com, Jakarta - Mesir merupakan salah satu daerah yang banyak melahirkan para ulama berkelas dunia. Salah satunya ialah Syaikh Mutawalli as-Sya’rawi. Namanya begitu tersohor di kalangan para ulama dunia. Meski demikian, beliau tetap memiliki sikap yang tawadlu (rendah hati).

Dikisahkan bahwa Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi pernah kepergok oleh salah seorang marbot masjid sedang membersihkan toilet masjid yang kotor. Hal ini ial lakukan pada malam hari saat semua jemaah telah pulang dan suasananya telah sepi.

Pun demikian juga perihal karomah-karomah beliau begitu masyhur di kalangan para ulama dunia, khususnya Mesir. Sebagai seorang ulama yang memiliki karomah, Syaikh Mutawalli as-Sya’rawi begitu dikagumi dan disegani banyak orang.

Beliau Lahir pada pada 16 April 1911 di desa Daqadus, distrik Mith Ghamr, provinsi Daqahlia, Mesir. Saat usia 11 tahun ia sudah hafal Al-Qur’an 30 juz. Beliau pernah menjadi dosen syari’ah di Universitas Ummu al-Qurra, Saudi Arabia pada tahun 1950.

Penghargaan yang pernah diterima Asy-Sya’rawi ialah penghargaan tingkat pertama nasional pada tahun 1983 dan 1988 setelah usia pensiunnya.

Beliau juga meraih gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dalam bidang Sastra dari Universitas Manshurah dan Universitas Al-Azhar Daqahlia pada hari da’i Nasional.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Pertanyaan Syaikh As-Sya’rawi yang Tidak Bisa Dijawab Pemimpin Muktamar

Syaikh Mutawalli Asy-Sya'rawi (SS: YT. Askamza)

Pada kisaran tahun 90-an, dalam sebuah Muktamar Tingkat Dunia yang diselenggarakan di Mesir, muncul pertanyaan dari Syeikh Mutawwali Asy-Sya'rawi tentang kemanakah perginya air bekas memandikan jenazah Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam.

Semua peserta Muktamar yang merupakan para ulama perwakilan dari berbagai negara itu tak ada yang mampu menjawab.

Karena pertanyaan tersebut menarik dan belum pernah dibahas dalam sejarah Islam sebelumnya, maka sang pimpinan Muktamar meminta waktu untuk mencari jawaban tersebut. Beliau berkata bahwa besok beliau akan menemukan jawabannya.

Sepulangnya dari Muktamar, sang pimpinan langsung masuk ke perpustakaan dan membuka seluruh kitab yang ada guna mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.

Namun setelah semua kitab dibuka, tak ada satupun kalimat yang membahas pertanyaan tersebut. Karena kelelahan, akhirnya beliau tertidur.


Imam Sya’rawi Mengetahui Mimpi sang Pemimpin Muktamar

Masjid El Sahaba di Mesir. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Saat tidur itulah beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam yang sedang bersama seorang pembawa lentera. Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, beliau menggunakan kesempatan tersebut untuk meminta jawaban yang dicarinya langsung kepada Rasulullah.

Rasulullah memberi isyarat agar beliau bertanya kepada pemegang lentera disampingnya. "Tanyalah kepada Shohibul Qindil (Lentera)." Shohibul Qindil menjawab, "Air tersebut naik ke langit dan turun kembali ke bumi bersama hujan. Setiap tanah yang dijatuhi air tersebut, maka di kemudian hari akan didirikan sebuah masjid."  

Keesokan harinya, berdirilah sang pemimpin Muktamar untuk memberikan jawaban tentang perginya air bekas memandikan jasad Rasulullah. Semua yang hadir terkagum-kagum. Syeikh Mutawwali yang mengajukan pertanyaan tersebut, bertanya lagi, "Darimana engkau mengetahuinya?" Sang pimpinan Muktamar menjawab, "Dari seseorang yang saat itu sedang bersama Rasulullah dalam mimpiku semalam." Syeikh Mutawwali bertanya lagi, "Apakah ia membawa Qindil?" "Bagaimana engkau tahu?" Tanya balik sang pimpinan. "Karena akulah Shohibul Qindil tersebut." Jawab Syeikh Mutawwali. 

Kisah ini amat masyhur di kalangan ulama, terlebih di Mesir. Sekalipun banyak saksi mata yang menyaksikan langsung peristiwa ini, namun ulama-ulama dari kelompok Wahabi yang kala itu hadir juga, sedikitpun tidak mempercayai kisah ini, kecuali Syeikh Umar Abdul Kafi.

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya