Pengamat Sebut Sudah Menduga MK akan Menolak Gugatan Anies dan Ganjar

Sidang sengketa Pilpres 2024 sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). Hasilnya, kedua permohonan dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (01) dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD (03) ditolak.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Apr 2024, 20:30 WIB
Calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar hadir dalam sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau putusan sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Sidang sengketa Pilpres 2024 sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). Hasilnya, kedua permohonan dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (01) dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD (03) ditolak.

Dengan keputusan tersebut, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal segera disahkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024.

Menganalisis hal tersebut, Pengamat Politik Ahmad Khoirul Umam mengaku tidak heran. Menurut dia, putusan MK yang dibacakan sudah seperti yang diprediksikan sebelumnya.

Alasannya, selain karena memang jarak perbedaan suara yang sangat jauh, upaya pembuktian atas tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) berat dilakukan. 

“Seperti dugaan selama ini, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) akhirnya menolak semua gugatan tim hukum Paslon 01 Anies-Muhaimin dan Paslon 03 Ganjar-Mahfud,” ujar Umam melalui pesan singkat diterima Liputan6.com, Selasa (23/4/2024).

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs ini pun menambahkan, Tim hukum 01 dan 03 seharusnya bisa menghadirkan alat bukti yang kuat berupa surat atau tulisan;  keterangan saksi;  keterangan ahli;  keterangan para pihak; petunjuk; dan alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa, yang bisa meyakinkan Mahkamah bahwa semua proses itu terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif. 

“Sesuai penjelasan pasal 286 UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu No.8/ 2008, pelanggaran TSM dimaknai sebagai sebuah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama,” tutur Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini. 

 


Seharusnya Bisa Dibuktikan

Menurut Umam, pelanggaran TSM seharusnya bisa dibuktikan telah direncanakan secara matang, tersusun sangat rapi dan dijalankan secara masif sehingga dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan.

Namun, dalam proses persidangan, Tim Hukum 01 dan 03 tampak kurang membekali diri dengan jenis alat bukti yang kuat.

“Keterangan saksi lapangan yang seharusnya bisa membuka penjelasan modus operandi dari operasi TSM itu justru terbatas dan lebih banyak ditekankan keterangan ahli yang banyak hadir dengan keahlian sekaligus subjektivitas masing-masing. Ditambah lagi, banyak saksi dan ahli yang mundur juga patut menjadi evaluasi bagi tim 01 dan 03,” tutur Umam.

 


Tanda Selamat Datang Akan Pemimpin Baru

Dengan pembuktian tersebut, Umam menilai tidak heran MK akhirnya menolak permohonan meski menyisakan dissenting oppinion dari 3 hakim.

Karena itu, putusan MK menjadi tanda selamat datang bagi pemerintahan baru.

“Prabowo-Gibran akan dinyatakan sebagai pemenang secara sah dan konstitusional oleh KPU dan MK. Kendati demikian, sebagai pemenang, Paslon 02 Prabowo-Gibran memiliki PR yang tidak ringan,” Umam memandasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya