Ahli Paparkan Dampak Hoaks Bagi Kesehatan Mental, Simak Biar Tak Jadi Korban

Ahli Kesehatan Masyarakat, Jessica Steier memperingatkan bahwa dampak dari masifnya peredaran hoaks bisa menimbulkan ketakutan berlebih bagi masyarakat dan membuat orang tidak lagi percaya akan sains.

oleh Alifah Budihasanah diperbarui 24 Apr 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi hoaks

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Kesehatan Masyarakat, Jessica Steier memperingatkan bahwa dampak dari masifnya peredaran hoaks bisa menimbulkan ketakutan berlebih bagi masyarakat dan membuat orang tidak lagi percaya akan sains.

Hoaks yang sengaja dibuat untuk memainkan emosi, ditambah dengan algoritma media sosial yang terus-menerus menyajikan konten negatif semakin memperburuk persepsi masyarakat.

“Orang akan didoktrin sedemikian rupa, misalnya tidak boleh makan apa, karena mengandung zat kimia, meskipun proses pengolahannya sudah sesuai dengan standar resmi. Masyarakat telanjur didoktrin bahwa hal tersebut berbahaya. Sains dianggap hanya akal-akalan untuk membuat orang sakit demi keuntungan pribadi,” ujar Jessica dilansir dari The Hill.

Jessica mengungkapkan keprihatinannya akan hal ini. Menurutnya, segala sesuatu sebenarnya bisa menjadi berbahaya pada dosis atau kadar tertentu, bahkan termasuk air dan udara.

“Aspartam (zat pemanis buatan), misalnya. Lembaga kesehatan memang mengklaim bahwa ada potensi karsinogenik. Ini kembali lagi, perhatikan kadar konsumsinya. Misalnya soda. Soda mengandung aspartam. Kalau sehari minumnya terlalu banyak atau setiap hari minum soda, itu berbahaya,” katanya menjelaskan.


Daya Tarik Influencer

Jessica menyebut bahwa orang-orang lebih tertarik pada influencer. Mereka mendoktrin masyarakat tentang apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan, tetapi dengan dasar pseudosains. Orang-orang menyamakan ketenarannya dengan keahlian. Masyarakat menganggap ketenaran dari influencer tersebut sebanding dengan keahliannya dan kredibilitasnya di bidang kesehatan.

“Mereka tahu yang baik dan yang buruk, tetapi malah lebih memilih untuk menyesatkan publik dengan informasi yang keliru,” tutur Jessica.

Di samping itu, penelitian menunjukkan bahwa misinformasi menyebar enam kali lebih cepat dibandingkan informasi yang kredibel. Hal ini menimbulkan ketakutan yang akan berpengaruh pada keputusan yang diambil oleh masyarakat.

Terakhir, Jessica mengimbau agar masyarakat selalu waspada dengan informasi seputar kesehatan yang mereka terima, terutama jika itu datang dari influencer yang bukan ahli di bidangnya.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya