Liputan6.com, Jakarta - International Arbovirus Summit 2024 resmi digelar di Kura Kura Bali. Pertemuan yang digagas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Brasil ini juga didukung PT Takeda Innovative Medicines.
Acara ini bertujuan untuk mengatasi lonjakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang mulai mengkhawatirkan di seluruh dunia, khususnya infeksi demam berdarah yang meningkat tajam di Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Timur Tengah beberapa waktu terakhir.
Advertisement
Dilaksanakan di Akademi GISAID di kawasan kampus United in Diversity (UID) di Bali, acara ini berfungsi sebagai platform penting untuk memajukan strategi pengendalian penyakit arbovirus, mengeksplorasi perkembangan vaksin terkini, serta menerapkan surveilans genom global guna memantau efektivitas intervensi dan evolusi virus.
Dr. Nikki Kitikiti, Vaccine Policy, Takeda Pharmaceuticals International menegaskan komitmen Takeda dalam melawan demam berdarah dengue (DBD) di dunia, sebagai mitra jangka panjang dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pengembangan vaksin dan obat-obatan inovatif.
"Demam berdarah dengue menimbulkan beban yang signifikan bagi keluarga, sistem kesehatan, dan ekonomi. Mengingat DBD dapat menjangkit siapa saja, tanpa pandang bulu, penanggulangan DBD memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan kemitraan lintas-sektor yang kuat," katanya.
Untuk itu, Takeda menyambut gembira untuk memberikan kontribusi pada acara International Arbovirus Summit 2024 ini, dan mendukung pemerintah untuk merumuskan strategi pengendalian penyakit arbovirus, termasuk DBD.
Melalui inisiatif ini juga, Takeda berharap apa yang dilakukan ini dapat memuluskan jalan untuk mencapai tujuan WHO 'nol kematian akibat akibat DBD' pada tahun 2030.
Strategi Atasi Arbovirus
Sementara, Menkes Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan, berbagai pihak perlu menyusun strategi untuk mengatasi masalah Arbovirosis ini, serta menjadi lebih terbuka terhadap potensi pendekatan yang perlu diambil.
"International Arbovirus Summit Indonesia 2024 merupakan implementasi kolaborasi internasional dalam membantu negara-negara meningkatkan kesiapan, pencegahan, dan penanganan Arbovirus. Setidaknya ada lima hal yang menjadi fokus dalam menangani penyakit menular seperti penyakit arbovirosis," katanya.
Pertama, edukasi dan pelatihan bagi publik tentang bagaimana menghindari penyakit-penyakit menular. Melalui edukasi dan pemahaman yang cukup, masyarakat kita menjadi tahu apa yang harus dilakukan dan dihindari, untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Kedua, yang juga menjadi kunci, adalah vektor kontrol. Ketiga adalah pengawasan atau surveillance yang kuat. Keempat vaksin, dan yang kelima adalah terapeutik, atau obat apabila ada yang terinfeksi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sampai dengan minggu ke-14 di bulan April 2024 saja, tercatat kasus DBD di Indonesia mencapai 60.296 kasus, dengan kematian 455 kasus.
Angka ini naik lebih dari dua kali lipat, dari minggu ke-17 di tahun sebelumnya (2023) yaitu 28.579 kasus dengan kematian sebanyak 209 kasus.
Advertisement
Genjarkan Vaksinasi
Di lain pihak, Dr. Ida Safitri Laksanawati, SpA(K), Dokter Spesialis Anak dari Universitas Gajah Mada (UGM), menyampaikan, pemberian vaksinasi untuk pencegahan DBD dapat menjadi salah satu solusi untuk memberikan perlindungan yang lebih menyeluruh bagi keluarga di Indonesia.
"Vaksin dengue sudah tersedia di Indonesia sejak tahun 2016. Vaksin tersedia di Indonesia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun. Vaksin Dengue telah melalui proses penelitian dan pengembangan sedemikian rupa, serta telah mendapatkan evaluasi dari otoritas kesehatan terkait, seperti BPOM, dengan hasil yang menunjukkan profil efikasi dan keamanan yang dapat diterima pada rentang usia tersebut," katanya.
Coba Berbagai Pendekatan ke Masyarakat
Sementara itu, Emanuel Melkiades Laka Lena, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, mengemukakan, pemerintah memiliki peran penting dalam membentuk pendekatan Indonesia dalam implementasi vaksin dan strategi kesehatan masyarakat, terutama dalam mengatasi tantangan seperti DBD.
"Menurut saya, sangat penting untuk memprioritaskan vaksin berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat, beban penyakit, dan sumber daya yang tersedia. Kita memiliki Program Imunisasi Nasional di Indonesia," katanya.
Sementara, keputusan untuk memasukkan vaksin baru ke dalam Program Imunisasi Nasional harus dipandu oleh bukti ilmiah, analisis efektivitas biaya, dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan.
Agar vaksin lebih efektif, penting untuk mengarahkannya ke kelompok-kelompok yang berisiko tinggi dan daerah-daerah di mana penyakit ini sering terjadi.
"Penting juga untuk melibatkan masyarakat secara efektif. Surveilans dan pemantauan setelah vaksinasi penting dilakukan untuk menilai efektivitas vaksin, memantau efek samping, dan melacak tren penyakit, sehingga masalah apa pun dapat diatasi dengan cepat. Menggabungkan vaksinasi dengan langkah-langkah pengendalian vektor, seperti menggunakan teknik inovatif seperti wolbachia, juga penting," katanya.
Sebagai duduk di bangku parlemen, lanjutnya, mengawasi program-program ini untuk memastikan program tersebut transparan, efisien, dan selaras dengan kepentingan kesehatan masyarakat.
Dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, dirinya mendorong kolaborasi dan memberdayakan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah proaktif melawan demam berdarah.
Advertisement