Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral di Eropa memastikan ketegangan Iran dan Israel baru-baru ini di Timur Tengah, tidak akan menaikkan harga energi dan tidak mempengaruhi rencana pemotongan suku bunga pada Juni 2024.
"Kecuali ada kejutan, (pemangkasan suku bunga) tidak perlu menunggu lebih lama lagi," kata kepala bank sentral Prancis, Francois Villeroy de Galhau dalam sebuah wawancara, dikutip dari US News, Rabu (24/4/2024).
Advertisement
Kepada harian bisnis Les Echos, Villeroy menegaskan kembali posisi pembuat kebijakan senior ECB Bank Sentral Eropa akan mulai menurunkan suku bunga pada Juni mendatang.
"Ini harus diikuti dengan pemotongan lebih lanjut, dengan kecepatan pragmatis," ujar dia, seraya menambahkan ketegangan di Timur Tengah saat ini tidak mengancam target penurunan inflasi hingga 2% pada 2025.
"Saat ini, konflik tersebut tidak menyebabkan kenaikan harga minyak secara signifikan. Jika hal ini benar-benar terjadi, kita harus menganalisis kebijakan moneter untuk mengetahui apakah guncangan bersifat sementara dan terbatas, atau apakah guncangan ini menular di luar komoditas dan terhadap inflasi yang mendasarinya," ujar dia.
ECB mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga diperkirakan akan dilakukan pada bulan Juni, namun para pengambil kebijakan berbeda pendapat mengenai langkah selanjutnya dan seberapa rendah suku bunga perlu diturunkan untuk menstimulasi perekonomian.
Para pengambil kebijakan mengatakan volatilitas pasar energi dan ketegangan geopolitik merupakan risiko terhadap inflasi, namun dampaknya belum cukup untuk menghentikan penurunan inflasi di Eropa.
ECB: Ketegangan di Timur Tengah jadi Ancaman Terbesar Suku Bunga Eropa
Namun, diwartakan sebelumnya, Bank Sentral Eropa (ECB) mengakui ketegangan Iran-Israel di Timur Tengah menjadi ancaman terhadap prospek penurunan suku bunganya.
"Pada tahap ini, saya pikir ancaman terbesar adalah geopolitik, karena kita telah melihat apa yang terjadi di Timur Tengah," kata Gubernur bank sentral Austria Holzmann, dikutip dari CNBC International, Kamis (18/4/2024).
"Seperti yang dapat Anda bayangkan, hanya ketika sebuah kapal tenggelam di (Selat) Hormuz dan Anda mungkin memiliki harga minyak yang berbeda, dan ini tentu saja mengharuskan kami memikirkan kembali strategi kami,” lanjutnya, di sela-sela Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional (IMF).
Holzmann mengatakan, dampak geopolitik terhadap harga energi merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam upaya Eropa mengendalikan inflasi.
Komentarnya sejalan dengan pandangan pembuat kebijakan ECB Olli Rehn, yang mengatakan kemungkinan penurunan suku bunga pada Juni mendatang bergantung pada penurunan inflasi, dan risiko terbesar terhadap kebijakan moneter berasal dari ketegangan Iran-Israel serta perang Rusia-Ukraina.
Advertisement
ECB Semakin Dekat ke Penurunan Suku Bunga
"Risiko terbesar berasal dari geopolitik, baik memburuknya situasi di Ukraina dan kemungkinan meningkatnya konflik di Timur Tengah, dengan segala konsekuensinya," kata Rehn, yang menjabat sebagai gubernur Bank Finlandia.
"Menjelang musim panas, kita dapat mulai mengurangi tingkat pembatasan kebijakan moneter, asalkan inflasi terus turun seperti yang diproyeksikan," bebernya.
Sebelumnya, Presiden ECB Christine Lagarde pada Selasa, 16 April 2024 mengatakan bank sentral hampir mencapai penurunan suku bunga, kecuali ada kejutan besar. "Kami mengamati proses disinflasi yang berjalan sesuai ekspektasi kami," kata Lagarde kepada CNBC.
"Kita hanya perlu meningkatkan kepercayaan diri terhadap proses disinflasi ini, namun jika hal ini berjalan sesuai ekspektasi kita, jika kita tidak mengalami guncangan besar dalam pembangunan, kita sedang menuju momen di mana kita harus melunakkan kebijakan moneter yang restriktif," jelas Lagarde.
Jika tidak ada kejutan, Lagarde mengatakan sudah waktunya bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga dalam waktu yang relatif singkat.
Seperti diketahui, ECB pada hari Kamis mempertahankan suku bunga tidak berubah untuk pertemuan kelima berturut-turut, namun mengisyaratkan bahwa dengan mendinginkan inflasi berarti bank sentral dapat segera mulai menurunkan suku bunganya.
Bunga Tinggi Bank Sentral Eropa Diprediksi Bertahan hingga Tahun Depan
Sebelumnya, suku bunga Bank Sentral Eropa (ECB) telah mencapai titik tertinggi dan diprediksi akan bertahan selama beberapa kuartal ke depan di tahun 2024.
Hal itu diungkapkan oleh pengambil kebijakan ECB, Francois Villeroy de Galhau.
Seperti diketahui, ECB telah menghentikan kenaikan mempertahankan suku bunga tetap stabil, sehingga mendorong investor untuk mengalihkan perhatian mereka pada penantian penurunan suku bunga.
"Tidak hanya ada puncak dan turunan: ada juga dataran tinggi, tempat Anda dapat merasakan efek ketinggian dan menikmati pemandangan," ujar Villeroy yang juga menjabat gubernur bank sentral Prancis, dikutip dari US News, Selasa (21/11/2023).
"Itulah yang mungkin akan kami lakukan setidaknya pada beberapa pertemuan berikutnya dan beberapa kuartal mendatang," katanya kepada Society of Professional Economists di London.
Villeroy melihat, konflik Israel-Hamad serta gejolak pasar minyak sepertinya tidak akan menggagalkan penurunan inflasi, meskipun kenaikan dan penurunan inflasi sesekali diperkirakan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
ECB berencana untuk mengarahkan inflasi zona euro menuju target 2 persen pada tahun 2025, meskipun Villeroy bersikeras bahwa angka tersebut adalah rata-rata dan dia tidak terpaku pada target tepat 2,0 persen.
Advertisement
Inflasi di Zona Euro Turun
Sejauh ini, inflasi di zona Euro telah turun dengan cepat dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan melambatnya perekonomian, meskipun Villeroy mengatakan resesi dapat dihindari dan “soft landing” tampaknya lebih mungkin terjadi.
Meskipun suku bunga kemungkinan akan tetap pada tingkat saat ini dalam waktu dekat, dia mengatakan mungkin perlu untuk mengakhiri pembelian obligasi dalam Program Pembelian Darurat Pandemi senilai 1,7 triliun euro (USD 1,85 triliun) lebih awal dari rencana saat ini untuk akhir tahun 2024.
Dia menambahkan bahwa di masa depan ECB mungkin perlu memberikan kembali beberapa bentuk panduan ke depan mengenai rencana suku bunganya, selama hal tersebut tidak terlalu membatasi ruang untuk bermanuver.
"Bank sentral harus dapat diprediksi, namun tidak berkomitmen terlebih dahulu," ujarnya.