Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) prediksi banyak perusahaan anggotanya yang akan mulai kehabisan stok lampu untuk dapat didistribusikan kepada masyarakat ataupun supplier pada Juni 2024 seiring pembatasan impor.
Hal itu seiring penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2024 tentang impor.
Advertisement
AILKI mengapresiasi atas peran aktif pemerintah dalam mendorong kemajuan industri pencahayaan tanah air, mulai dari pertumbuhan investasi lokal hingga alih teknologi dan konservasi energi.
AILKI juga mendukung langkah pemerintah dalam mengatur trafik impor melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Permendag Nomor 3 Tahun 2024.
Namun, Ketua AILKI, Lea Indra menuturkan, terdapat sejumlah kebijakan dalam beleid tersebut yang berpotensi mengancam kestabilan industri pencahayaan dan berdampak terhadap sektor lain di dalam negeri.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian baru saja menyatakan akan mengatur penerapan masa transisi perubahan aturan tersebut sehingga tidak menimbulkan kendala dan permasalahan dalam praktek di lapangan, juga menyepakati untuk memberikan penundaan terkait implementasi Pertimbangan Teknis (Pertek) atas beberapa komoditas yang akan disepakati kemudian.
Lea menyambut positif langkah pemerintah untuk meninjau teknis pelaksanaan peraturan tersebut sebelum sepenuhnya siap untuk dijalankan, sehingga pelaku industri tetap bisa melakukan impor guna memenuhi tuntutan pasar.
Upaya ini juga perlu dilakukan agar bisnis dapat terus berlangsung tanpa ada ‘black-out period’. AILKI pun meminta agar pemerintah mengikutsertakan komoditas lampu dan industri pencahayaan termasuk komponen pendukung produksi dalam kelompok yang diatur dalam penundaan tersebut.
"Setelah mencermati keputusan pemerintah melalui Permendag 36/2023 yang telah berlaku 10 Maret 2024 ini, AILKI memandang pemerintah perlu untuk memperpanjang masa transisi agar dapat mengantisipasi berbagai kendala yang dapat terjadi. Ini sangat urgent, apalagi komoditas lampu dan turunan lainnya merupakan hal yang esensial dan sangat dibutuhkan oleh industri nasional di berbagai lini," ujar Lea dalam keterangan resmi, Rabu (24/4/2024).
Tantangan yang Dihadapi Pelaku Usaha
Lea mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha di industri pencahayaan saat ini terkait dengan kebijakan tersebut, misalnya seperti kesiapan sistem proses permohonan Persetujuan Impor (PI) yang diajukan oleh importir.
Kemudian, pengajuan Pertimbangan Teknis (Pertek) dan PI yang memakan waktu sehingga menimbulkan 'black-out period'. Juga, belum banyak tersedia industri lokal yang mampu memenuhi kriteria pencahayaan berkualitas, terutama yang menggunakan teknologi canggih, sehingga masih membutuhkan impor.
Dengan adanya pembatasan impor, AILKI memprediksi banyak perusahaan anggotanya yang akan mulai kehabisan stok lampu untuk dapat didistribusikan kepada masyarakat ataupun supplier pada Juni 2024.
Hal ini tak lepas karena black-out period yang terjadi di mana para pelaku industri tidak dapat melakukan impor lampu tambahan di periode selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan pasar yang ada. Selain itu, Lea juga menyebutkan pentingnya kesiapan terkait mekanisme perhitungan kuota impor yang transparan, sebagaimana dirasakan oleh beberapa anggota AILKI.
Advertisement
Berpotensi Ganggu Ekonomi
Industri pencahayaan seringkali dibutuhkan menjadi bahan baku atau pendukung lintas industri. Kelangkaan ini pun dikhawatirkan dapat menghambat pembangunan infrastruktur ataupun proyek strategis lainnya.
Jika dilihat secara luas maka pembatasan impor terhadap industri pencahayaan ini juga dapat menghambat investasi sektor swasta seperti pembangunan pabrik dan gedung, serta mengganggu iklim bisnis para pelaku ritel, termasuk UMKM.
Lea menuturkan, pihaknya khawatir jika pembatasan impor terhadap industri pencahayaan dan komponen pendukung produksi lainnya tidak segera ditinjau kembali, dampaknya akan semakin meluas dan mengganggu perekonomian. Selain itu, dengan berkembangnya lampu pintar sekarang ini, industri pencahayaan punya peran penting dalam mendukung upaya penghematan energi.
“Oleh sebab itu, sebagai bentuk komitmen kami dalam memajukan industri pencahayaan Indonesia, kami turut membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah,” ujar Lea.
Revisi Permendag 36 Kelar Pekan Ini, Mendag Hapus Hambatan Barang Bawaan TKI
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut proses harmonisasi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 akan selesai pekan ini. Dengan begitu, barang bawaan yang masuk dari luar negeri akan dipermudah.
Mendag Zulkifli bilang saat ini prosesnya sudah masuk tahapan harmonisasi peraturan antara Kementerian Perdagangan dan instansi terkait lainnya. Dia menyebut, proses harmonisasi bisa selesai dalam satu pekan.
"Sudah diharmonisasi, minggu ini saya kira revisinya sudah kelar," tegas Mendag Zulkifli Hasan di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Revisi Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini setidaknya mengatur tentang barang bawaan Pekerja Migran Indonesia (PMI), barang bawaan oleh penumpang dari luar negeri, kemudian, tentang barang larangan dan pembatasan (lartas).
Mendag Zulkifli Hasan memutuskan untuk mencabut jenis barang-barang bawaan PMI, dan hanya mengatur besaran nilai maksimal barang yang dibawa masuk ke Indonesia.
"Jadi Permendag 36 saya ulangi lagi ya, PMI di Permendag 36 itu revisinya hanya (nilai maksimal dalam setahun) 1.500 dolar (AS), mengenai apa sajanya itu di PMK (Peraturan Menteri Keuangan), fiskal, jangan di kita ya," kata Mendag Zulkifli.
"Saya sudah minta barang-barang kiriman PMI kalau tidak ada yang melanggar segera saja keluarkan. Satu hari bisa kelar," imbuhnya.
Advertisement
Barang Bawaan Penumpang Diatur Menkeu
Sementara itu, terkait barang bawaan penumpang dari luar negeri, aturannya diserahkan ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menurutnya, tidak ada batasan barang bawaan penumpang asalkan barangnya dikenakan pajak sesuai aturan yang berlaku.
"Yang kedua, yang orang beli dua pasang, dua pasang berapa saja asal dia bayar pajak, fiskal. Jadi enggak saya (Kemendag) lagi yang ngatur, itu yang ngatur di sana, di PMK. Masa kita yang ngatur, pajak bukan urusan Kemendag, urusannya di PMK," terangnya.
Selanjutnya, mengenai aturan barang lartas, aturannya sudah dikembalikan ke Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.