Bank Indonesia Kerek Suku Bunga Acuan, Begini Respons Bankir

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) menjadi 6,25 persen. Begini komentar bankir mengenai langkah BI tersebut.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Apr 2024, 17:50 WIB
Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menanggapi langkah Bank Indonesia (BI) naikkan suku bunga acuan jadi 6,25 perseb. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi gejolak saat ini. 

"Kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan BI-7DRRR menurut kami merupakan langkah pre-emptive dan ahead the curve bank sentral untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pasar keuangan tetap terjaga di tengah risiko global yang meningkat," ujarnya, Rabu (24/4/2024).

Khususnya di tengah situasi global yang tak pasti gara-gara konflik geopolitik antara Israel dan Iran di Timur Tengah, serta bakal ditundanya pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (the Fed).

"Risiko ini termasuk konflik geopolitik di Timur Tengah dan potensi tertundanya kemungkinan penurunan tingkat suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR)," ujar Teuku. 

Menurut dia, kebijakan moneter Bank Indonesia krusial untuk menjaga sistem moneter Indonesia, di tengah kondisi tak menentu dunia yang akan berdampak banyak terhadap sektor ekonomi

"Dalam hal ini, kami menilai terjaganya stabilitas keuangan sangat penting bagi sektor keuangan khususnya perbankan dan ekonomi secara makro agar dapat menerapkan strategi yang lebih baik dan prudent, di tengah berbagai ketidakpastian dan fluktuasi global," tuturnya.

Adapun dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 April 2024, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikan suku bunga sebesar 25 basis point menjadi 6,25 persen. 

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global, serta sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam 2,5+-1 persen pada 2024 dan 2025, sejalan dengan stand kebijakan moneter yang pro stability.

 


Dorong Kredit Pembiayaan Perbankan

Ilustrasi pinjaman (Foto: Unsplash/Scott Graham)

"Sementara itu, kebijakan makro prudensial dan sistem pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Perry.

Selain itu, kebijakan makro prudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.

"Kebijakan sistem pembayaran  diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," ujar dia.

"Untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makro prudensial dan sistem pembayaran," ia menambahkan.

 


BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25% pada April 2024

Bank Indonesia (BI) resmi kembali mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Juli 2023, Selasa (25/7/2023).

Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mekan suku bunga di kisaran 6,25% pada bulan April 2024. Keputusan itu dibuat usai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilaksanakan pada 23 dan 24 April 2024.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23 dan 24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis point menjadi 6,25%, Suku Bunga Deposit Facility naik sebesar 25 basis poin 5,5% dan Suku Bunga Lending Facility naik sebesar 25 basis poin menjadi 7%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil RDG April 2024, disiarkan Rabu (23/4/2024).

Gubernur BI mengatakan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya resiko global, serta sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam 2,5+-1% pada tahun 2024 dan 2025, sejalan dengan stand kebijakan moneter yang pro stability.

"Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ia menambahkan.

Selain itu, kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga, jelas Perry Warjiyo.

"Kebijakan sistem pembayaran  diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," bebernya.

Ia melnambahkan, "untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makropruensial dan sistem pemabayaran".


Menanti Hasil RDG BI, Rupiah Dibuka Menguat Lawan Dolar AS ke 16.165

Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu pagi naik 55 poin atau 0,34 persen menjadi 16.165 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.220 per dolar AS.

Penguatan rupiah ini disebabkan menanti pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hari ini.

 "Investor juga mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur BI sore ini," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari ANTARA, Rabu (24/4/2024).

Ia menuturkan ada harapan apabila BI berpotensi menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Selain itu, rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS yang melemah setelah data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur yang lebih lemah dari perkiraan.

Prediksi Rupiah

PMI manufaktur Amerika Serikat (AS) tercatat sebesar 49,9, lebih rendah dari ekspektasi sebesar 52. Lukman memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak di rentang 16.100 per dolar AS sampai dengan 16.250 per dolar AS.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya