Liputan6.com, Jakarta Demi memenuhi kebutuhan hunian 30 sampai 40 tahun ke depan, Green Building Council Indonesia (GBCI) mengimbau, agar para pengembang atau developer memenuhi pasarnya dengan hunian sustainability atau kehidupan yang berkelanjutan.
Menurut Iwan Prijanto selaku Chairman GBCI, belum banyak komplek atau hunian tapak yang mengusung konsep hidup berkelanjutan atau sustainability, yang ada hanyalah gedung sustainability, seperti perkantoran, ruko dan sebagainya.
Advertisement
“Belum banyak. Fenomenanya masih seperti blue ocean, jadi masih bisa dihitung jari. Jadi, harusnya bila saat ini ada developer mengusung hunian atau kluster sustainability, maka harus jadi nilai lebih bagi calon penghuninya,”tutur Iwan, Rabu (24/4/2024).
Bukan tanpa alasan mengapa pengembang mulai harus mengusung tema sustainability tersebut. Sebab, membeli properti atau hunian bukanlah untuk jangka pendek, melainkan investasi dihuni jangka panjang. Setidaknya masih bermanfaat dan mengikuti perkembangan jaman dan keadaan terkini 30 hingga 40 tahun ke depan.
“Bukan sekedar membeli rumah, tapi kita juga beli lingkungannya. Jadi, kalau 5 sampai 10 tahun kemudian keadaan rumah ataupun lingkungannya sudah tidak relevan dengan tantangan global, buat apa? Sudah pasti harganya akan turun,”ujar Iwan.
Namun sebaliknya, Iwan menuturkan, bila sebuah pengembang menjaga komitmennya dari awal untuk mempertahankan bahkan mengembangkan hunian lingkungan yang sustainability, maka harga propertinya akan terus naik. Sebab, ke depannya, konsep kehidupan berkelanjutan, akan sangat relevan dan memenuhi gaya hidup keluarga.
Bukan Sekedar Hijau, Ada Kriteria Jangka Panjang
Iwan juga menuturkan, bukan sekedar hijau, banyak tanam pohon, sehingga suatu hunian dan lingkungannya memperoleh konsep sustainability. Melainkan, setidaknya ada 7 kriteria yang harus dipenuhi pengembang tersebut.
“Peningkatan ekologis, memperhatikan pergerakan atau movement activity warga atau penghuninya, bertanggung jawab atas pengelolaan serta konservasi air,” kata Iwan.
Selanjutnya, bertanggungjawab juga atas pengelolahan limbah padat serta penggunaan material bangunan. Memperhatikan komunitas yang berkesinambungan, bangunan dan energi, serta tidak berhenti berinovasi dalam hal lingkungan, kegiatan yang menunjang sustainability.
“Sehingga, developer tugasnya memfasilitasi gaya hidup berkelanjutan, bukan hanya diawal atau sekedar janji saja. Developer juga memiliki peran mengedukasi, jadi nantinya, sustainability bukan sekedar keharusan, tapi juga kesenangan untuk dilakukan,”tutur Iwan.
Advertisement
Astra Land Kembangkan Hunian Sustainability di Tangerang Barat
Sementara untuk menjawab tantangan hunian sustainability tersebut, Astra Land yakni joinventure antara Astra Property dan Hongkong Land, mengembangkan hunian Ammaia Ecoforest. Bukan sekedar mengembangkan rumah tapak yang nyaman, tapi juga menyediakan 5,4 hektar lahan hijau berbentuk hutan kota untuk aktifitas penghuninya.
“Untuk tahap awal sebelum peluncuran di kuartal 4 tahun ini, kami akan membuka sekitar 8 ribu meter persegi terlebih dulu lahan hijau, bersama dengan peluncuran klaster perdana kami,”tutur Tony Soetanto, Project Director Ammaia Ecoforest.
Karena mengusung hutan kota, lingkungan tersebut pun ditumbuhi ratusan tumbuhan, bahkan 70 diantaranya merupakan jenis tanaman langka. Sehingga, juga ikut melestarikan dan sebagai sarana konservasi tumbuhan.
Lalu untuk rumahnya, dengan menyediakan tiga tipe pilihan, Tony menjamin, bila material ataupun desainnya mengusung sustainability. Seperti memiliki jendela tinggi dan banyak, sehingga memastikan sirkulasi udara baik.
“Jadi tidak perlu pendingin udara di saat siang hari, juga memungkinkan pencahayaan alami yang baik, jadi bisa hemat penerangan,”katanya.
Untuk membeli hunian serasa di alam terbuka itu, Astra Land membandrol rumah tersebut mulai dari Rp 1,9 miliar sampai dengan Rp 3,6 miliar.