Turis, Waspadai Karhutla Saat Liburan ke Chiang Rai Thailand

Tidak hanya Chiang Rai, objek wisata populer lain di Thailand, Chiang Mai, pun dilanda kebakaran hutan dan lahan.

oleh Asnida Riani diperbarui 26 Apr 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Chiang Rai, Thailand. (Unsplash/Matt Palmer)

Liputan6.com, Jakarta - Saat Provinsi Chiang Rai di Thailand berjuang melawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda wilayah tersebut, turis diminta terus waspada. Kebakaran ini telah menyebabkan "kerusakan signifikan" pada ekosistem alam, serta mengancam kehidupan flora dan fauna di daerah tersebut.

Melansir The Thaiger, Kamis, 25 April 2024, karhutla terjadi akibat kondisi cuaca kering dan angin kencang yang memicu penyebaran api dengan cepat. Diperkirakan bahwa kebakaran ini telah meluas hingga mencapai ribuan hektare. Pemadam kebakaran dan tim penyelamat dari berbagai wilayah telah dikerahkan untuk membantu memadamkan api.

Pemerintah setempat telah mengambil langkah-langkah darurat untuk mengatasi karhutla. Mereka pun meminta bantuan dari pasukan militer, relawan, dan masyarakat setempat untuk bergabung dalam upaya pemadaman kebakaran. Water bombing juga dikerahkan untuk membantu memadamkan api dari udara.

Kebakaran hutan tidak hanya mengancam kehidupan tumbuhan dan hewan, tapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. Asap yang dihasilkan dari kebakaran ini dapat menyebabkan masalah pernapasan dan mengganggu kualitas udara di daerah tersebut.

Pemerintah setempat mengeluarkan peringatan pada penduduk setempat agar tetap waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan. Kebakaran hutan juga berdampak pada sektor pariwisata di Provinsi Chiang Rai.

Beberapa objek wisata terkenal, seperti Taman Nasional Doi Luang dan Kuil Putih Wat Rong Khun, mengalami penurunan kunjungan wisatawan akibat karhutla yang masih berlangsung. Hal ini berdampak pada ekonomi lokal dan pendapatan masyarakat sekitar. 

 


Ingin Segara Pulihkan Ekosistem

Ilustrasi Kebakaran Hutan dan Lahan. (Freepik/ArthurHidden)

Pemerintah Provinsi Chiang Rai berharap dapat segera mengendalikan karhutla dan memulihkan ekosistem yang rusak. Mereka juga berencana menginisiasi upaya pemulihan dan reboisasi setelah kebakaran berhasil dipadamkan.

Pihak berwenang akan melakukan investigasi untuk menentukan penyebab karhutla dan mengambil langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Tujuan wisata populer lainnya, Chiang Mai, juga dilanda kondisi serupa. Wilayah di utara Thailand itu mencatat lebih dari 15 kebakaran, beberapa di antaranya berlangsung selama berhari-hari. Menurut otoritas setempat, 17 dari 153 titik api terdeteksi di kota tersebut pada 15 April 2024.

Lima dari titik api ini terletak di distrik Chiang Dao, dan dua di antaranya di Doi Nang. Bulan lalu, Chiang Mai menduduki peringkat teratas kota-kota paling berpolusi di dunia, menurut situs pemantau udara IQAir pada Jumat pagi, 15 Maret 2024, lapor France24

Saat itu, tingkat polutan PM2.5, mikropartikel penyebab kanker yang cukup kecil untuk memasuki aliran darah melalui paru-paru, diklasifikasikan sebagai "sangat tidak sehat" dan mencapai lebih dari 35 kali lipat dari pedoman tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

 


Ancaman Penyakit Pernapasan

Thailand Utara tersedak polusi udara berat sejak awal tahun, sebagian disebabkan oleh pembakaran pertanian musiman. (AFP/Lillian Suwanrumpha)

"Yang saya miliki hanyalah masker yang sama dengan yang saya gunakan untuk COVID-19,” penjual jeruk Kamol mengatakan pada AFP di Pasar Warorot di kota itu.

Mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra, yang baru-baru ini dibebaskan lebih awal dari hukuman penjara karena korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan setelah 15 tahun mengasingkan diri, mengunjungi pasar pada Jumat, mengenakan masker saat ia berfoto dengan para simpatisan.

Tingkat polusi yang tinggi sering melanda kampung halaman Thaksin di Chiang Mai pada bulan-bulan awal tahun ketika para petani membakar tanaman untuk membuka lahan. Karhutla dan asap knalpot juga menambah masalah tersebut.

Meningkatnya kesadaran akan dampak kesehatan telah mendorong beberapa tindakan dari pemerintah, dengan kabinet Perdana Menteri Srettha Thavisin menyetujui Undang-Undang Udara Bersih untuk mengatasi masalah ini pada Januari 2024. Namun penduduk Chiang Mai, seperti penjual jeruk Kamol, menghela nafas dan menggelengkan kepala ketika ditanya.

Ia mengaku mereka tidak menerima bantuan. "Saya perlu memeriksakan kesehatan saya setiap tahun, terutama penyakit pernapasan," ujarnya.


Berdampak pada Pariwisata

Tingkat polusi yang tinggi di kota Chiang Mai di Thailand utara dan provinsi sekitarnya membuat turis menjauh dan mengkhawatirkan penduduk setempat. (AFP/Lillian Suwanrumpha)

Bulan lalu, lembaga pemerintah Thailand memperingatkan bahwa diperlukan tindakan lebih resmi, dengan mengatakan setidaknya 10 juta orang memerlukan pengobatan untuk masalah kesehatan terkait polusi pada tahun lalu. "Polusi selalu tinggi, terutama saat-saat seperti ini," kata Sariya saat berbelanja bahan makanan di Chiang Mai.

Sariya menyebut, lokasi kota tersebut yang berada di antara perbukitan, memerangkap kabut asap beracun, membuat situasi jadi lebih buruk. Namun, ia "lebih khawatir" pada orang-orang yang tinggal di sana dengan masalah kesehatan mendasar, menambahkan, "Kami perlu membantu diri kami sendiri."

Tahun lalu, tingkat polusi yang meroket menyebabkan wisatawan internasional enggan berkunjung. Para pedagang pun putus asa, seiring peringatan dari Asosiasi Hotel Thailand Northern Chapter bahwa pengunjung domestik membatalkan pemesanan.

Namun di Chiang Mai, jalanan dipenuhi wisatawan yang tampak tidak terganggu kabut asap bulan lalu. "Saya tidak takut dengan polusi," kata Andy, turis China berusia 32 tahun, yang berkunjung dari Chengdu, yang mengatakan negaranya juga menderita polusi udara yang buruk.

 

INFOGRAFIS JOURNAL_ Eksploitasi Alam dan Polusi Udara Berdampak pada Krisis Iklim? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya