Jika Harga Pertalite Tak Naik, Inflasi 2024 Bakal di Kisaran 3%

CORE Indonesia menganggap angka 3,5 persen masih relatif terkendali karena Bank Indonesia (BI) cenderung menetapkan target inflasi antara 3 persen plus minus 1.

oleh Arthur Gideon diperbarui 25 Apr 2024, 19:22 WIB
BPS merilis dari kelompok pengeluaran, bagan makanan mengalami deflasi sebesar 0,07% dengan andil dalam inflasi September 2016 sebesar -0,01%, Jakarta, Senin (3/10). Harga beras dan telur ayam terkoreksi turun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5%-3% sepanjang 2024. Namun target tersebut dengan syarat yaitu jika pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama Pertalite.

Research Director of Macroeconomics CORE Indonesia Akbar Susanto menjelaskan, jika pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite, maka laju inflasi 2024 akan mencapai 2,5%-3%. Tetapi, jika menaikkan harga yang diatur terutama harga BBM maka akan di atas angka tersebut.

"Jika harga Pertalite, dan mungkin juga harga tarif dasar listrik, misalnya mungkin di level daerah ada tarif PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), maka inflasi mungkin akan bisa antara 2,5-3,5 persen,” ungkap Akbar Susanto dalam "CORE Quarterly Review 2024: Tantangan Ekonomi di Tengah Transisi Pemerintahan" dikutip dari Antara, Kamis (25/4/2024).

Kendati demikian, CORE Indonesia menganggap angka 3,5 persen masih relatif terkendali karena Bank Indonesia (BI) cenderung menetapkan target inflasi antara 3 persen plus minus 1.

Berdasarkan data historis, lanjut dia, kenaikan inflasi bakal menurunkan konsumsi rumah tangga secara signifikan pada tiga bulan pertama, terutama ketika terjadi kenaikan drastis. Sesudah itu, angka inflasi secara perlahan akan mengalami penurunan hingga bulan ke-20.

“Contoh, kalau pemerintah menaikkan harga pertalite, maka nanti akan diikuti oleh kenaikan drastis dari harga-harga, dan konsekuensinya adalah konsumsi pada tiga bulan pertama akan turun. Sesudahnya, penurunan itu akan terus berlanjut meskipun pelan-pelan sampai bulan ke-20. Artinya, ini konsekuensi agak panjang, dua bulan itu kan lebih dari 1 tahun,” ujarnya.

 


Penyebab Harga BBM Naik

Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ada sejumlah faktor yang membuat pemerintah berpotensi menaikkan harga BBM. Salah satunya ialah eskalasi antara Iran dengan rezim Israel yang semakin meruncing, karena akan meningkatkan harga minyak internasional dan mempengaruhi pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

Sebaliknya, jika eskalasi konflik mereda, maka harga minyak internasional menurun dan pemerintah tak menaikkan harga BBM.

'Paling tidak dari faktor itu. Kalaupun nanti menaikkan, berarti dari faktor yang lain,” kata Akbar.

Berdasarkan hitung-hitungan sederhana, di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah menetapkan harga BBM sebesar 82 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.

Apabila nanti harga minyak internasional melambung tinggi di atas 82 dolar AS, maka ada alasan dari pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun, jika kenaikan harga di kisaran ketetapan harga tersebut, kemungkinan harga BBM tidak jadi naik.

“Apa kemungkinan lain pemerintah bisa menaikkan harga BBM selain kenaikan harga minyak internasional? Salah satunya adalah jika pemerintah punya kebijakan, terutama pemerintah baru, untuk menghemat pengeluaran dan digunakan untuk hal-hal yang mereka janjikan di dalam kampanye. Itu mungkin terjadi,” ucap dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya