Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah melemah terhadap dolar AS menjelang akhir pekan. Pelemahan rupiah seiring rilis data produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat (AS), yang lebih rendah dari perkiraan.
Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah dibuka tergelincir 20 poin atau 0,12 persen menjadi 16.208 per USD dari sebelumnya sebesar 16.188 per USD.
Advertisement
"Pertumbuhan PDB yang lebih lemah dari perkiraan dan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan membebani mata uang dolar AS dan memberikan hambatan pada mata uang rupiah," kata Analis ICDX Taufan Dimas Hareva dikutip dari Antara, Jumat (26/4/2024).
Pertumbuhan ekonomi AS turun lebih dari perkiraan, dengan pertumbuhan tahunan kuartal I-2024 melambat menjadi 1,6 persen dibandingkan sebelumnya 3,4 persen, dan jauh di bawah perkiraan 2,5 persen.
Menurut Taufan, pelonggaran pertumbuhan merupakan keuntungan bagi investor yang mengharapkan percepatan penurunan suku bunga Federal Reserve (Fed), namun terlalu cepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian AS.
Selain itu, harga pengeluaran konsumsi pribadi AS naik pada tingkat tahunan sebesar 3,4 persen di kuartal I 2024, hampir dua kali lipat laju 1,8 persen yang tercatat di kuartal IV 2023.
Ia memproyeksikan kurs rupiah akan bergerak di kisaran 16.175 per USD sampai dengan 16.245 per USD.
Rupiah Melemah, Zulkifli Hasan: Tak Perlu Khawatir Cadangan Devisa Kuat
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah sejak Idul Fitri 2024. Posisi rupiah saat ini berada di kisaran 16.200 per dolar AS.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, masyarakat tidak perlu panik dengan pelamahan rupiah ini. Dijelaskannya, Indonesia masih memiliki cadangan devisa yang kuat.
"Kita percaya kebijakan yang akan dikeluarkan BI (Bank Indonesia) ya, dan kita akan kuat. Cadangan devisa kita kan kuat, jadi tidak perlu terlalu khawatir," ujar Zulkifli Hasan kepada media di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta pada Kamis (25/4/2024). Mendag meminta masyarakat untuk tenang dan mempercayai upaya kementerian dan lembaga yang menangani pelemahan rupiah.
"Kita percayakan pada yang punya otoritas untuk mengatasi perubahan itu. Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dan Gubernur BI (Perry Warjiyo) sudah menyampaikan ya, kita tidak perlu khawatir," tegasnya.
Advertisement
Tak Seburuk Mata Uang Lain
Diwartakan sebelumnya, BI telah menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar mata uang tidak hanya dialami oleh Rupiah, tetapi juga di negara-negara lainnya di Asia.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, indeks nilai tukar USD terhadap mata uang utama (DXY) menguat tajam mencapai level tertinggi 106,25 pada tanggal 16 April 2024 atau mengalami apresiasi 4,86% dibandingkan dengan level akhir tahun 2023.
"Perkembangan ini memberikan tekanan depresiasi ke hampir seluruh mata uang dunia termasuk nilai tukar Yen Jepang dan Dolar New Zealand masing-masing lemah 8,91% dan 6,12% (year to date/ytd)," kata Perry, dalam konferensi pers Hasil RDG Bulan April 2024, Rabu (24/4/2024).
Pelemahan juga terjadi pada Baht Thailand sebesar 7,88% dan Won Korea Selatan menurun 6,55% (ytd).
"Sementara itu, pelemahan Rupiah sampai 23 April 2024 atau lebih rendah yaitu 5,07% (ytd)," bebernya.