Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat adanya tren surplus neraca perdagangan Indonesia. Namun, dia mencatat ada penurunan besaran surplus dalam beberapa waktu terakhir.
Kondisi perekonomian global yang rentan berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia. Sri Mulyani melihat adanya tren penurunan dari besaran surplus secara tahunan.
Advertisement
"Kita masih surplus dari sisi trade account, ekspor minus impor untuk merchandise. Namun surplusnya mulai menurun atau menhalami penurunan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Dia mencatat ada perbedaan yang cukup besar dari nilai surplus neraca perdagangan kuartal I-2024 dengan periode yang sama tahun 2023 lalu. Bahkan, ada perbedaan sebesar USD 4,8 miliar.
"Kalau kita lihat tahun lalu Januari-Maret 2023 surplus dari neraca perdagangan itu mencapai 12,1 billion USD (USD 12,1 Miliar). Untuk Januari-Maret tahun ini surplus, namun levelnya USD 7,31 billion, penurunannya USD 4,8 billion, ini cukup besar," tegasnya.
"Namun Indonesia masih menikmati kondiai neraca perdagangan yang surplus. Kalau kita lihat growth dari ekspor kita itu masih di negative teritory, growth-nya di 4,2, negatif," sambungnya.
Bendahara Negara juga melihat pada sisi impor yang mengalami penurunan yang cukup tinggi dibandingkan bulan lalu yaitu negatif 12,8 persen. Penurunan impor ini yang disinyalir membuat catatan neraca perdagangan RI masih positif.
"Tetapi kita harus melihat apakah tren dan volaitilitas growth perbulannya itu nanti akan membentuk rata-rata pertumbuhan 1 tahunnya seperti apa. Artinya kalau dari Januari hingga Maret ekspor kita steady di negative growth itu koreksi dari tahun 2022 dan awal 2023 yang masih sangat tinggi dan ini masih dalam level yang relatif terkoreksi," jelasnya.
Perlu Mulai Waspada
Sedangkan, kata dia, kondisi impor juga terus mengalami koreksi, namun masih lebih rentan atau tidak stabil. Terkadang, terjadi peningkatan di satu sisi, namun bisa langsung anjlok di sisi lain.
Hal ini yang membuat Sri Mulyani harus segera waspada. Perlu langkah pemantauan secara komprehensif terkait kinerja neraca perdagangan tersebut.
"Jadi dari sisi faktor eksternal neraca pembayaran dan neraca perdagangan, kita harus mewapadai dan terus memonitor secara detail perkembangan dari neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Karena ini mempengaruhi kinerja ekonomi kita dan juga terhadap penerimaan dan juga APBN kita," urainya.
Belanja Negara Naik 18,9 Persen
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ada peningkatan belanja negara pada kuartal I-2024 ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi karena adanya penyelenggaraan Pemilu 2024.
Sri Mulyani mencatat, pada sisi belanja memang terlihat adanya peningkatan sebesar 18 persen dari periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Q1 ini masih mengalami surplus.
"Kalau kita lihat belanja kuartal I, yaitu Januari-Maret 18 persen kenaikan dari tahun sebelumnya. Ini berarti cukup banyak belanja-belanja yang cukup front-loading seperti penyelenggaraan pemilu," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Jika dilihat dari alokasi belanja tahunan, dia mencatat penggunaan anggaran oleh pemerintah baru 18,4 persen dari pagu anggaran. Secara nominal, angka belanja pemerintah di kuartal I-2024 mencapai Rp 611,9 triliun.
"Dari sisi belanja, Rp 611,9 triliun, atau dalam hal ini 18,4 persen dari pagu belanja tahun ini sudah dibelanjakan," kata dia.
Advertisement
APBN Surplus
Selanjutnya, dari sisi penerimaan negara, tercatat ada pengumpulan sebanyak Rp 620,01 triliun. Angka ini berarti 22,1 persen dari target tahun jni.
"Ada penurunan 4,1 persen seperti diketahui bahwa 2022-2023 growth dari penerimaan negara itu sangat tinggi. Jadi walaupun kita memahami akan ada koreksi kita tetap hati-hati," ucapnya.
Kinerja belanja negara dan pendapatan negara tadi nyatanya masih dalam kategori surplus. Ini terlihat dari data yang dikantongi Sri Mulyani.
"Posisi total dari APBN kita masih surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari GDP. Dari sisi keseimbangan primer, surplus Rp 122,1 triliun," pungkasnya.