Liputan6.com, Paris - Mahasiswa di Paris, Prancis, kembali melakukan protes pada hari Kamis (25/4/2024) setelah polisi membubarkan demonstrasi solidaritas pro-Palestina malam sebelumnya di salah satu universitas paling bergengsi di Prancis.
Protes terjadi menyusul gelombang kemarahan serupa di kampus-kampus di Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Mahasiswa di Sciences Po menuduh manajemen memanggil polisi untuk membubarkan protes pro-Palestina yang dilakukan puluhan mahasiswa yang berkumpul di kampus pusat di Kota Paris pada Rabu (24/4) malam.
"Direktur telah melewati garis merah dengan memutuskan untuk mengirim polisi," ungkap Ines Fontenelle, anggota Perkumpulan Mahasiswa di Sciences Po, kepada AFP ketika 150 mahasiswa berkumpul lagi pada hari Kamis, seperti dilansir France 24, Jumat (26/4).
"Manajemen harus mengambil langkah-langkah untuk memulihkan iklim kepercayaan."
Juru bicara serikat pekerja Eleonore Schmitt mengatakan para mahasiswa akan terus melakukan mobilisasi meskipun ada penindasan. Serikat pekerja sebelumnya mengatakan keputusan pejabat universitas untuk memanggil polisi mengejutkan sekaligus sangat mengkhawatirkan dan mencerminkan perubahan otoriter yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada Rabu malam, puluhan demonstran pro-Palestina menduduki amfiteater di luar salah satu kampus di Distrik ke-7 Paris.
Dalam sebuah pernyataan kepada AFP, pejabat universitas mengatakan demonstrasi tersebut menambah ketegangan di Sciences Po.
"Setelah berdiskusi dengan manajemen, sebagian besar pengunjuk rasa setuju untuk pergi, namun sekelompok kecil mahasiswa menolak untuk melakukannya dan diputuskan bahwa polisi akan mengevakuasi lokasi tersebut," sebut pernyataan itu.
Sciences Po mengatakan pihaknya menyesalkan bahwa "berbagai upaya" untuk membuat para siswa meninggalkan tempat itu dengan damai tidak membuahkan hasil.
Siswa telah mendirikan sekitar 10 tenda.
"Ketika anggota penegak hukum tiba, 50 siswa pergi dengan sendiri, 70 dievakuasi dengan tenang mulai pukul 0.20 dan polisi pergi pada pukul 1.30 dini hari, tanpa ada insiden yang perlu dilaporkan," ungkap polisi.
Melalu aksinya, para pengunjuk rasa menuntut agar Sciences Po memutus hubungan dengan universitas dan perusahaan yang terlibat dalam genosida di Jalur Gaza dan mengakhiri penindasan terhadap suara-suara pro-Palestina di kampus.
Manajemen Kampus Dituduh Menolak Dialog
Protes diselenggarakan oleh Komite Ilmu Pengetahuan Palestina Po.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, kelompok tersebut mengatakan para aktivisnya telah dibawa keluar dari kampus oleh lebih dari 50 anggota pasukan keamanan. Mereka menambahkan bahwa sekitar 100 petugas polisi juga menunggu mereka di luar.
"Manajemen Sciences Po dengan keras kepala menolak untuk terlibat dalam dialog yang tulus," ujar kelompok itu.
Para penyelenggara menyerukan kecaman yang jelas atas tindakan Israel oleh Sciences Po dan diadakannya acara peringatan untuk mengenang orang-orang tak berdosa yang dibunuh oleh Israel, di antara tuntutan lainnya.
Prancis adalah rumah bagi populasi Yahudi terbesar di dunia setelah Israel dan AS, serta pada saat bersamaan juga menjadi rumah bagi komunitas muslim terbesar di Eropa.
Perang di Jalur Gaza dimulai dengan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh kelompok militan Hamas ke Israel pada 7 Oktober yang diklaim Israel mengakibatkan kematian sekitar 1.170 orang.
Sebagai pembalasan, Israel melancarkan serangan militer ke Jalur Gaza pada hari yang sama. Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, hingga saat ini operasi militer Israel telah menewaskan lebih dari 34.000 warga Palestina di Jalur Gaza, di mana sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Advertisement