Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara terbesar kedua yang paling banyak membuang sampah plastik ke laut setelah China. Data itu merupakan hasil penelitian dari Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia yang dirilis pada 2015.
Hampir satu dasarwasa, berbagai usaha pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah plastik, salah satunya dengan menetapkan target pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025. Namun, menurut Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, saat ini target baru tercapai sekitar 40 persen.
Advertisement
"Kalau menurut Jenna 3,2 juta ton per tahun (sampah yang dibuang ke laut), tapi karena kira punya riset kuat dari BRIN, pakai angka 600 ribu ton per tahun," ungkap Novrizal tentang data pengurangan sampah plastik ke laut, saat program Climate Talk Liputan6.com yang digelar daring pada Jumat (26/4/2024).
Meski masih jauh dari target, pihaknya mengaku optimistis bisa mencapai 100 persen. Tantangan utama adalah karena Indonesia sangat luas dan memiliki banyak persoalan. "Tapi kita bergerak maju, terus growing dan udah on the track," tukas Novrizal.
Lebih lanjut, ia mengatakan untuk mengejar target tersebut perlu adanya akselerasi dan kolaborasi berbagai pihak. Ditanya mengenai persoalan sampah, solusinya harus dilihat dari hulu ke hilir dan tidak bisa sepotong-sepotong. Dari sisi kebijakan, pemerintah mengklaim sudah mengatur agar produsen dan industri FMCG juga ikut bertanggung jawab dengan minimal mengurangi penggunaan kemasan plastik hingga 30 persen.
KLHK Dorong Partisipasi Publik
Pemerintah juga mendorong partisipasi publik yang masif, termasuk bank sampah dan dari berbagai komunitas, untuk memupuk kesadaran untuk mengurangi sampah plastik. Ia menyebut saat ini telah tumbuh banyak gerakan social enterpreneur yang digawangi anak muda. "Kita berharap ini menjadi gerakan kultural," Novrizal.
Dari sisi jenis plastik, sejauh ini, sampah botol plastik kemasan PET relatif lebih mudah dikendalikan dengan keterlibatan produsen di industri hiilirnya yang berkapasitas besar. Namun, sampah kemasan sachet yang multi layer masih menjadi persoalan besar karena jarang dikelola. Solusi untuk menguranginya, menurut dia, adalah pada kesadaran masyarakat untuk memilah sampah, serta tidak mencampurnya dengan sampah organik agar upaya daur ulang menjadi maksimal.
Ia juga mengatakan ada banyak variabel sampah plastik sulit diatasi. Kesadaran masyarakat tidak semua sama sehingga kesadaran kolektif untuk mengurangi sampah plastik perlu digencarkan. "Banyak faktor, tapi yang penting mari kita dorong terutama Generasi Z," katanya lagi.
Advertisement
Kepedulian Anak Muda untuk Ikut Andil
Aeshhina Azzahra Aqilani, siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 10 Gresik yang merupakan Co-Captain River Warrior Indonesia merupakan salah satu contoh generasi muda yang peduli dengan permasalahan sampah. Ia pertama kali terpanggil untuk ikut berkontribusi saat diajak sang ayah pergi ke suatu desa di Mojokerto yang ternyata sudah puluhan tahun menjadi tempat sampah dari negara-negara maju.
Sampah plastik itu diimpor pabrik kertas yang secara sengaja diselipkan. Ia terkejut karena negara maju yang terkenal dalam mendaur ulang sampahnya saja juga kesulitan mengenyahkan plastik hingga membuang ke negara berkembang.
Bukan hanya Indonesia, negara lain seperti di Afrika menurut pelajar yang akrab disapa Nina ini, juga jadi sasaran tempat pembuangan sampah plastik. Sampah plastik tersebut di Indonesia kemudian dipilah-pilah, dijual ke pabrik home industry.
Untuk plastik yang tidak bisa didaur ulang lalu dibakar, dijual ke pabrik tahu untuk dijadikan bahan bakar yang mengontaminasi udara. Pada akhirnya, sampah plastik impor mencemari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
"Kalau dipikir-pikir tidak adil, kenapa sampah negara maju kita yang tercemar?" katanya sambil menegaskan bahwa kontaminasi sampah plastik sangat berat.
Anak Muda Harus Bergerak
Sebagai perwakilan generasi muda, Nina mengatakan bahwa ada cara efektif agar pengurangan sampah plastik bisa tercapai. Setiap komponen masyarakat harus kompak untuk berkontribusi lewat mengurangi penggunaannya. Tak kalah penting, menurutnya, pemerintah harus menutup kerannya dengan regulasi yang tegas.
"Pemerintah harus membuat peraturan yang harus ditegakkan," katanya lagi.
Novrizal sependapat dengan Nina. Namu, ia mengingatkan bahwa persoalan sampah tidak sesimpel itu, beberapa faktor karena di tingkat pemerintah daerah saja anggaran untuk sampah terbilang kecil karena sudah diprioritaskan lebih dulu untuk keperluan lain.
Untuk itu, Nina menambahkan bahwa usaha dari segenap pihak perlu didukung oleh anak muda, dengan literasi, kolaborasi, dan membangun relasi. "Anak muda perlu berpartisipasi, jangan cuma scroll-scroll media sosial tapi mulai turun langsung. Sebagai anak muda, kita punya hak tinggal di lingkungan yang bersih," ucapnya.
Advertisement