Liputan6.com, Jakarta - Venezuela sedang bersiap untuk meningkatkan ketergantungan salah satu industri utamanya pada pembayaran kripto dan stablecoin.
Dilansir dari Bitcoin.com, Minggu (28/4/2024), menurut laporan, PDVSA, perusahaan minyak milik negara Venezuela akan siap untuk meningkatkan jumlah pembayaran yang diterima dalam kripto USDT. Langkah ini dipengaruhi oleh penerapan kembali sanksi sepihak AS terhadap negara tersebut.
Advertisement
Sebuah kantor berita internasional menyatakan sejak tahun lalu, perusahaan telah mulai menggunakan kripto USDT, stablecoin yang dipatok dalam dolar sebagai bagian dari mata uang pembayaran yang diterima.
Namun, pemberlakuan kembali sanksi oleh pemerintah AS telah mempercepat proses ini, dengan PDVSA beralih ke model kontrak yang kini mengharuskan lebih dari separuh pembayaran setiap pengiriman dilakukan menggunakan USDT.
Selain itu, PDVSA akan mewajibkan perusahaan yang mengadopsi kontrak semacam ini untuk mendaftar ke database internalnya dan memberikan bukti mereka memiliki mata uang kripto yang diperlukan untuk menyelesaikan pembayaran, menurut sumber lain.
Tindakan pencegahan ini mungkin berasal dari skema pencucian uang dan penggelapan yang baru-baru ini terungkap yang melibatkan pembayaran kripto untuk pengiriman minyak yang tidak terdaftar.
Skema ini melibatkan beberapa mantan anggota tingkat tinggi pemerintah Venezuela, termasuk mantan menteri perminyakan Tareck El Aissami dan Joselit Ramirez, mantan kepala pengawas mata uang kripto Venezuela Sunacrip, keduanya saat ini ditangkap.
Meskipun masih belum ada informasi mengenai jumlah uang yang digelapkan dan kemudian dicuci menggunakan kripto sebagai alatnya, laporan sebelumnya menunjukkan setidaknya USD 20 miliar atau setara Rp 322,7 triliun telah dikurangkan dari kas publik.
Dugaan penggunaan USDT untuk menghindari sanksi AS telah menggerakkan komunitas cryptocurrency karena konsekuensi tersiratnya. Namun, Tether berjanji untuk menegakkan sanksi AS bila diperlukan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Jaksa Venezuela Ungkap Dugaan Pencucian Uang, Beli Minyak Pakai Kripto
Sebelumnya, Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab, pada 9 April mengumumkan penahanan gelombang kedua terkait skema penggelapan uang, yang melibatkan penjualan minyak yang dibayar tunai dan mata uang kripto, dan pencucian uang lainnya dengan menggunakan metode berbeda.
Melansir Bitcoin.com, Sabtu (13/4/2024) dugaan skema tersebut dilakukan bersama oleh mantan pemimpin perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela PDVSA, Tareck El Aissami, dan mantan kepala pengawas mata uang kripto Sunacrip Joselit Ramirez.
Keduanya diduga terlibat penugasan dan likuidasi minyak mentah dalam jumlah yang tidak ditentukan menggunakan transaksi digital dan uang tunai.
Saab mengutip sebuah informan yang mengungkapkan bahwa El Aissami dan Ramirez menggunakan pemberlakuan sanksi terhadap pemerintah Venezuela sebagai dalih untuk menghindari prosedur standar.
Para informan menyatakan bahwa, suatu kali, uang senilai USD 35 juta diterima di rekening bank sebuah perusahaan, dan kemudian sebagian dari uang ini diubah menjadi aset kripto.
Meskipun Saab tidak membagikan angka-angka yang terkait dengan dugaan tersebut, laporan sebelumnya menunjukkan bahwa angka kerugian mencapai sekitar USD 20 miliar atau setara Rp. 322,4 triliun, karena penjualan tidak terdaftar yang kemudian dicuci menggunakan pembelian mata uang kripto dan metode lainnya.
Keterlibatan aset mata uang kripto, menurut Saab, menjadi salah satu faktor yang membuat kasus ini sulit diselidiki.
"Orang-orang ini menggunakan sistem keuangan paling modern, yaitu mata uang digital. Teknologi keuangan digital digunakan untuk menutupi dan menghindari tanggung jawab," bebernya.
Advertisement
Kraken jadj Perantara Platform
Dilanjutkannya, bahwa transaksi pencucian uang ini diselesaikan melalui perantara platform seperti Kraken, bursa mata uang kripto yang berbasis di AS, sehingga menjadikan operasi pencucian uang tidak terdeteksi oleh otoritas pengawas Venezuela.
Ia juga menyebutkan bahwa, dalam beberapa kesempatan, pihak tersebut menggunakan pembayaran mata uang kripto yang dilakukan di luar negeri untuk menangani penjualan minyak dan menghindari deteksi.
Dana yang digelapkan ini juga diinvestasikan dalam penambangan mata uang kripto di negara tersebut, dengan sepengetahuan El Aissami.
Akibat penyelidikan ini, El Aissami, mantan Menteri Perekonomian Venezuela Simon Alejandro Zerpa, dan seorang pengusaha yang juga memfasilitasi pencucian dana tersebut melalui bank digital, Samark Lopez, ditangkap.
Meskipun ini adalah pertama kalinya pemerintah Venezuela secara terbuka mengakui keterlibatan kripto dalam menyelesaikan pembayaran minyak mentah, terdapat catatan publik tentang penggunaan mata uang kripto untuk menjadi perantara penjualan minyak di negara itu.
Pada Oktober 2022, 5 warga negara Rusia dan 2 warga negara Venezuela didakwa karena melakukan pencucian uang dan menghindari sanksi, dengan menjadi perantara pengiriman minyak menggunakan stablecoin yang dipatok dalam dolar.