Liputan6.com, Jakarta - Indonesia darurat sampah plastik. Mengutip CNN pada Jumat, 26 April 2024, meskipun ada upaya global untuk memperpanjang umur produk plastik, nyatanya hanya sembilan persen dari produk tersebut yang benar-benar didaur ulang. Sisanya dibuang sembarangan. Lebih parahnya, negara-negara maju malah banyak membuang sampah plastiknya ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Dalam menangani sampah, masyarakat banyak fokus pada proses daur ulang alias recycle, cenderung melupakan 2R yang pertama, yakni reduce dan reuse alias kurangi dan gunakah ulang. Dalam proses daur ulang, sejumlah warga di berbagai daerah mengolah sampah plastik menjadi produk seperti tas, ornamen-ornamen, vas bunga plastik, dan kerajinan lainnya.
Advertisement
Terdengar seperti ide yang bagus karena sampah plastik tersebut tidak menjadi limbah yang merusak dan bisa termanfaatkan dengan baik menjadi barang pakai. Namun, aktivis lingkungan muda sekaligus co-Captain River Warrior Indonesia, Aeshnina Azzahra Aqilani, punya pandangan berbeda.
'Itu adalah false solution. Mendaur ulang sampah menjadi tas gitu-gitu, itu juga termasuk false solution," jelas Nina dalam acara Clime Talk "Bumi Vs Plastik, Kebiasaan Kita yang Bikin Sampah Tak Terkendali" pada Jumat, 26 April 2024.
Siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 10 Gresik itu juga menjelaskan bahwa produk-produk hasil daur ulang dari sampah plastik tersebut ada batas usianya. "Pas awal dibuat mungkin akan terlihat bagus, namun ketika usianya telah lama produk tersebut akan rusak, dibuang, dan jadi sampah lagi ujung-ujungnya," katanya.
"Itu waktu kita buat itu, cat-cat, lem-lem, akan melepas senyawa. Senyawanya akan lepas semua, akan kita hirup. Jadi, itu juga termasuk gak saya anjurkan ya," ia menyambung.
Jurus 3A ala Nina
Alih-alih fokus mendaur ulang, Nina memprioritaskan pada reduce dibanding recycle. Yang terpenting adalah kita bisa menghentikan terlebih dahulu penggunaan barang-barang sekali pakai dan mulai beralih dengan barang-barang yang ramah lingkungan.
Nina juga memberi pesan kepada anak-anak muda untuk mulai membuka mata, pikiran, dan hati dalam mengurangi sampah plastik. "Suara anak muda itu bener-bener powerful, sangat memberi dampak, karena aku sangat memperhatikan suara anak muda sangat menarik," ungkapnya.
Nina mengimbau agar anak muda mulai mencari solusi, salah satunya dengan "jurus 3A: Analisis, Ambisi, Aksi". Untuk analisis, bisa dimulai dengan peka terhadap lingkungan sekitar. Anda bisa memperhatikan lingkungan sekitar rumah Anda, seperti lingkungan RT atau RW. Terkait Ambisi, mulai tentukan target apa yang akan kita ubah, siapa target yang akan kita dorong, dan lainnya. Setelah itu, barulah kita beraksi.
"Aksi ini, saya rekomendasikan lebih ke pemerintahannya karena mereka sangat memberi dampak. Jadi, kita mungkin bisa menulis surat ke pemerintah kita, atau kalau mau mengedukasi sesama Gen Z kita bisa bikin komunitas, atau program dan edukasi ke masyarakat kemudian bikin konten-konten edukasi lingkungan," sarannya.
Advertisement
Pesan Nina untuk Anak Muda
Selain Jurus 3A, Nina juga punya jurus lainnya yaitu 3-Si. Pertama adalah anak muda harus banyak literasi dan ikut acara-acara seperti webinar atau seminar tentang lingkungan agar pengetahuan bertambah. Kedua adalah kolaborasi. Anak muda harus banyak membangun networking dan koneksi dengan cara bergabung ke komunitas atau mungkin Anda yang menginisiasi membuat komunitas.
Terakhir adalah aksi atau partisipasi. Nina menjelaskan bahwa anak-anak muda harus banyak berkontribusi. "Jangan cuma scroll, jangan cuma lihat di Tiktok, Instagram, kita juga harus mulai turun langsung ke lapangan. Kita yang bikin, kita content creatornya, bukan yang penontonnya," ujarnya.
Nina juga menambahkan bahwa sebagai generasi muda yang akan menjadi penghuni masa depan, anak muda berhak untuk tinggal di lingkungan yang bersih dan jauh dari pencemaran lingkungan, khususnya plastik.
"Jadi jangan sampe kita di masa depan menghirup udara aja harus bayar. Jadi harus kita mulai menjualkan mulai dari sekarang," tambahnya.
Indonesia Perketat Peraturan Impor Sampah Plastik
Berbicara mengenai sampah plastik, Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara di Asia Tenggara yang memperketat aturan impor sampah plastik. Tujuannya adalah agar Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari negara-negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara Uni Eropa.
Mengutip CNN, pada Jumat, 26 April 2024, Indonesia awalnya hanya akan mengizinkan pengiriman produk yang sepenuhnya dapat didaur ulang. Namun, Thailand ternyata telah melangkah lebih jauh. Karena itu, Indonesia pun melarang semua pengiriman sampah plastik masuk mulai 2025.
Pada saat yang sama, Uni Eropa akan melarang ekspor sampah plastik ke negara-negara berkembang pada 2026. Hal itu menyebabkan peningkatan ekspor sampah plastik dari UE ke Asia Tenggara, karena perusahaan-perusahaan Eropa terburu-buru membuang sampah mereka sebelum 2026.
Seorang fotografer dari Barcelona, Edu Ponces, melihat tumpukan plastik di pusat daur ulang di Bangkok meninggalkan kesan mendalam baginya, dan memperkuat betapa besarnya masalah global ini. "Saya selesai mengambil foto-foto ini dan pergi ke toko serba ada dan membeli sandwich yang dikemas dalam plastik, dan saya menyadari bahwa saya juga merupakan bagian dari masalahnya. Kita semua perlu mengubah ini," katanya.
Advertisement