Liputan6.com, Jakarta Pilihan investasi saat ini kian beragam. Umumnya, investor mengenal saham, reksa dana, dan obligasi. Namun ada instrumen lain yang juga menarik untuk diversifikasi portofolio, yakni instrumen Efek Beragun Aset (EBA).
Sederhananya, EBA adalah surat berharga yang terdiri sekumpulan aset keuangan berupa tagihan yang terdiri sekumpulan aset keuangan berupa tagihan. Di Indonesia, terdapat EBA yang ditawarkan berupa Surat Partisipasi (SP) atau EBA-SP.
Advertisement
Melansir laman PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Minggu (28/4/2024), EBA pertama kali diterbitkan oleh SMF pada 2009 yang dijual hanya kepada investor institusi. Sejak akhir tahun 2018, SMF mulai menjual produk ini kepada investor retail.
Dalam hal ini, EBA-SP terdiri dari sekumpulan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi sehingga menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder. Dengan kata lain, membeli EBA ritel sama dengan membeli tagihan KPR dari perbankan.
Saat ini, SMF merupakan satu-satunya penerbit EBA-SP yang diatur dalam peraturan OJK Nomor 23/POJK.4/2014 dengan total penerbitan sejak 2009 sebesar Rp 12,78 Triliun. Seluruh EBA-SP yang diterbitkan SMF memiliki rating idAAA yang merupakan rating terbaik yang ada pada instrumen investasi.
Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Ananta Wiyogo menjelaskan, program pengembangan pasar EBA- SP ritel dilaksanakan bertujuan mengembangkan jumlah investor EBA-SP dengan target investor perorangan, memanfaatkan posisi EBA-SP yang sudah ada. Dalam hal ini, SMF akan berperan sebagai market maker guna menciptakan pasar sekunder EBA-SP menjadi lebih likuid.
“Sebelumnya EBA-SP banyak dimiliki oleh investor institusi seperti Dana Pensiun (Dapen), Asuransi, dan lainnya. Kerja sama perdana ini merupakan upaya kami dalam memperluas dan mengembangkan investor base, yaitu para investor potensial seperti generasi milenial dan masyarakat lainnya yang ingin berinvestasi. EBA-SP Ritel akan menjadi diversifikasi bagi masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal,” ungkap Ananta.
Instrumen Investasi Pendapatan Tetap
EBA Ritel merupakan instrumen investasi pendapatan tetap sehingga karakteristik yang dimiliki hampir menyerupai obligasi. Hal mendasar yang menjadi perbedaan antara EBA Ritel dan Obligasi adalah pada EBA Ritel terdapat amortisasi pokok yang akan dibayarkan bersamaan dengan periode pembayaran kupon (setiap 3 bulanan). Instrumen ini dapat dibeli mulai harga Rp 100 ribu. Dana likuid dan dapat diperjualbelikan kapan saja.
Adapun resiko dari EBA SP Ritel ini adalah risiko fluktuasi harga pada pasar sekunder yang diakibatkan oleh perubahan suku bunga, serta risiko pelunasan KPR lebih awal yang dapat mempengaruhi yield yang diterima investor.
IHSG Kembali Loyo pada 22-26 April 2024, Sektor Saham Ini Catat Koreksi Terbesar
Sebelumnya, Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu pada perdagangan 22-26 April 2024. IHSG melanjutkan koreksi dari pekan lalu tetapi pelemahannya berkurang.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (27/4/2024), IHSG merosot 0,72 persen ke posisi 7.036,07. Pada pekan lalu, IHSG anjlok 2,74 persen ke posisi 7.087,31.
Sementara itu, kapitalisasi pasar naik 0,31 persen menjadi Rp 11.754 triliun pada pekan ini dari pekan sebelumnya Rp 11.718 triliun.
Di sisi lain, rata-rata nilai transaksi harian terpangkas 12,91 persen menjadi Rp 13,62 triliun dari pekan lalu Rp 15,64 triliun. Rata-rata frekuensi transaksi selama sepekan susut 22,63 persen menjadi 1,06 juta kali transaksi dari 1,37 juta kali transaksi pada pekan lalu.
Pada pekan ini, rata-rata volume transaksi harian melonjak 10,65 persen menjadi 19,22 miliar saham dari pekan lalu 17,37 miliar saham.
Investor asing mencatat aksi jual Rp 2,16 triliun pada Jumat, 26 April 2024. Selama sepekan, investor asing jual saham Rp 4,49 triliun. Sepanjang 2024, investor asing masih membukukan aksi beli saham senilai Rp 7,62 triliun.
IHSG juga melemah selama sepekan seiring mayoritas sektor saham tertekan. Sektor saham yang alami penguatan hanya sektor saham consumer non siklikal naik 0,89 persen, sektor saham properti dan real estate bertambah 0,62 persen dan sektor saham teknologi melambung 1,6 persen, serta sektor saham infrastruktur naik 0,96 persen.
Sementara itu, sektor saham energi menurun 2,16 persen, sektor saham basic materials tergelincir 3,37 persen dan catat koreksi terbesar di antara sektor saham lainnya. Selain itu, sektor saham industri terpangkas 2,16 persen, sektor saham consumer siklikal terperosok 2,84 persen, sektor saham perawatan kesehatan turun 0,82 persen, dan sektor saham transportasi dan logistic susut 3,17 persen.
Advertisement
Total Emisi Obligasi
Selama sepekan terdapat dua pencatatan obligasi di BEI. Pada Senin, 22 April 2024, Obligasi Berkelanjutan I JACCS MPM Finance Indonesia Tahap III Tahun 2024 diterbitkan oleh PT JACCS Mitra Pinasthika Mustika Finance mulai tercatat di BEI dengan nilai pokok obligasi sebesar Rp500 miliar.
Hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia atas obligasi tersebut adalah idAA (Double A) dengan Wali Amanat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kemudian pada Rabu (24/4), Obligasi Berkelanjutan VI Astra Sedaya Finance Tahap III tahun 2024 diterbitkan oleh PT Astra Sedaya Finance Mulai tercatat di BEI dengan nilai pokok obligasi sebesar Rp2,5 trilliun.
Hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia atas obligasi tersebut adalah AAA(idn) (Triple A) dengan Wali Amanat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang tahun 2024 adalah 33 emisi dari 25 emiten senilai Rp37,36 triliun. total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 551 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp465,05 triliun dan USD46,1485 juta, yang diterbitkan oleh 129 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 186 seri dengan nilai nominal Rp5.774,51 triliun dan USD502,10 juta. Selain itu, di BEI telah tercatat sebanyak 10 emisi EBA dengan nilai Rp3,05 triliun.
Penutupan IHSG pada 16-19 April 2024
Sebelumnya diberitakan, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan pada 16-19 April 2024. Sentimen global terutama konflik Iran-Israel yang memanas menekan IHSG.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (20/4/2024), IHSG terpangkas 2,74 persen ke posisi 7.087,31. Sebelum libur Lebaran, IHSG turun tipis 0,03 persen ke posisi 7.286 pada 1-5 April 2024.
Selain itu, kapitalisasi pasar bursa merosot 1,42 persen dari Rp 11.887 triliun menjadi Rp 11.718 triliun pada penutupan pekan ini. Investor asing menjual saham Rp 4,51 triliun selama sepekan. Pada Jumat, 19 April 2024, investor asing lepas saham Rp 838,17 miliar. Sepanjang 2024, investor asing beli saham Rp 12,12 triliun.
Adapun pada pekan ini peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian saham. Rata-rata frekuensi transaksi harian saham meningkat 36,53 persen menjadi 1,37 juta kali transaksi dari 1,01 juta kali transaksi pada pekan lalu.
Rata-rata nilai transaksi harian saham melonjak 26,01 persen menjadi Rp 15,64 triliun dari Rp 12,41 triliun pada pekan lalu. Selain itu, rata-rata volume transaksi harian saham bertambah 10,34 persen menjadi 17,37 miliar pada pekan ini dari pekan lalu 15,75 miliar saham.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG dipengaruhi sentimen global selama sepekan. Pertama, konflik geopolitik Timur Tengah yang kembali memanas. Kedua, kenaikan harga komoditas dunia. Keempat, indeks dolar AS yang menguat sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah tertekan.
Keempat, potensi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) untuk menahan suku bunga acuan pada Juni.
Advertisement