Liputan6.com, Jakarta - Saham-saham teknologi teratas di wall street berhasil membukukan kenaikan terbesarnya dalam lebih dari dua bulan. Kenaikan ini mengurangi kecemasan pasar mengenai perlambatan aktivitas ekonomi setelah pendapatan kuartal pertama yang besar.
Dilansir dari Forbes, Kamis (27/4/2024), Nasdaq, yang merupakan indeks acuan bagi emiten teknologi sempat naik 2% ke posisi 15.927,90 pada Jumat, 26 April 2024, mencapai titik tertinggi sejak 22 Februari, sementara S&P 500 meningkat sebesar 1% ke posisi 5.099,96. Indeks Dow Jones bertambah 0,4 persen ke posisi 38.239,66.
Advertisement
Selama sepekan, indeks S&P 500 menguat 2,7 persen. Indeks Nasdaq bertambah 4,2 persen dan indeks Dow Jones naik 0,7 persen di wall street. Demikian mengutip dari CNBC.
Reli pasar ini terjadi setelah Microsoft dan Alphabet sama-sama melaporkan pendapatan kuartal pertama yang melampaui ekspektasi wall street.
Menurut data FactSet, Microsoft mencatat pendapatan USD 61,9 miliar atau setara Rp 1.005 triliun (asumsi kurs Rp 16.241 per dolar AS) dan raksasa mesin pencari tersebut mengakhiri kuartal tersebut dengan penjualan USD 80,5 miliar atau setara Rp 1.307 triliun.
Saham Microsoft naik 2% menjadi USD 408 atau setara Rp 6,6 juta per saham pada Jumat, sementara harga saham Alphabet melonjak lebih dari 10% menjadi USD 175 per saham dan membukukan rekor penilaian pasar sebesar USD 2,2 triliun atau setara Rp 35,730 triliun.
Alphabet juga meluncurkan dividen tunai sebesar USD 0,20 atau setara Rp 3.248 per saham dan mengumumkan rencana pembelian kembali saham senilai UDS 70 miliar atau setara Rp 1.136 triliun.
Di sisi lain, saham teknologi lain yaitu Amazon mengakhiri penurunan dua hari berturut-turutnya dengan menghasilkan keuntungan sebesar 3,5% pada Jumat,
Ini karena tampaknya investor memposisikan diri mereka pada raksasa teknologi tersebut menjelang laporan pendapatan tanggal 30 April yang diperkirakan sebesar 82 sen per saham dari 31 sen per saham per saham. tahun yang lalu.
Adapun jumlah uang yang diperoleh investor dari saham-saham teknologi setelah reli pada Jumat sebesar USD 317 miliar atau setara Rp 5.148 triliun.
Uni Eropa Selidiki Dugaan Monopoli Apple, Meta, hingga Google
Sebelumnya, Uni Eropa tengah menyelidiki perusahaan teknologi terbesar di dunia atas tindakan antipersaingan usaha. Perusahaan-perusahaan yang tengah dipelototi tersebut adalah Meta, Apple dan Alphabet yang merupakan pemilik Google.
Perusahaan-perusahaan ini disinyalir melanggar aturan Digital Markets Act (DMA), yang diperkenalkan oleh Uni eropa pada 2022. Jika terbukti melanggar, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menghadapi denda besar hingga 10% dari pendapatan tahunan mereka.
Mengutip BBC, Rabu (27/3/2024). Margrethe Vestager, komisioner antimonopoli Uni Eropa, dan Thierry Breton, pemimpin industri ini, mengumumkan penyelidikan tersebut pada hari Senin.
DMA memberlakukan persyaratan hanya pada enam perusahaan, tetapi mereka termasuk yang terbesar di dunia: Alphabet, Apple, Meta, Amazon, Microsoft, dan ByteDance.
Tidak satu pun dari perusahaan-perusahaan tersebut yang benar-benar berbasis di Eropa. Lima di antaranya berkantor pusat di Amerika Serikat (AS), sementara ByteDance berkantor pusat di Cina.
Tiga di antaranya kini menghadapi pertanyaan kurang dari dua minggu setelah menyampaikan laporan kepatuhan yang dibuat dengan baik.
Hal ini terjadi tiga minggu setelah Uni Eropa mendenda Apple sebesar €1,8 miliar (£1,5 miliar) karena melanggar peraturan persaingan usaha terkait streaming musik.
Sementara itu, Amerika Serikat menuduh Apple memonopoli pasar ponsel pintar dalam sebuah kasus penting yang diajukan minggu lalu.
Advertisement
Apple Siap Bekerja Sama
Seorang juru bicara Apple mengatakan bahwa perusahaan ini akan bekerja sama dengan peninjauan tersebut dan yakin bahwa rencana mereka sesuai dengan Undang-Undang Pasar Digital.
Mereka juga menyatakan bahwa tim mereka telah mengembangkan sejumlah langkah untuk mematuhi undang-undang bersejarah Uni Eropa, serta perlindungan privasi dan keamanan bagi pengguna Uni Eropa.
"Selama ini, kami telah menunjukkan fleksibilitas dan daya tanggap terhadap Komisi Eropa dan pengembang, mendengarkan dan memasukkan umpan balik mereka," lanjut mereka.
Sementara itu, juru bicara Meta menyatakan bahwa penggunaan langganan perusahaan sebagai alternatif dari iklan adalah "model bisnis yang sudah mapan di banyak industri".
"Kami merancang Subscription for No Ads untuk mengatasi beberapa kewajiban peraturan yang tumpang tindih, termasuk DMA ... kami akan terus terlibat secara konstruktif dengan Komisi," lanjut mereka.
Alphabet telah dihubungi untuk dimintai komentar.
Dalam rilisnya, Uni Eropa menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki empat jenis ketidakpatuhan utama:
1.Apple dan Alphabet tidak mengizinkan aplikasi untuk berkomunikasi secara bebas dengan pengguna dan membuat kontrak dengan mereka.
2.Apple tidak memberikan pilihan yang cukup kepada pengguna.
3.Meta menagih biaya secara tidak adil kepada pengguna agar data mereka tidak digunakan untuk iklan.
4.Google lebih memilih barang dan layanannya sendiri dalam hasil pencarian.
Anti Pengarahan
Dua investigasi pertama dari penyelidikan ini mencakup "anti-pengarahan," dan UE mengklaim bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mempersulit aplikasi untuk memberi tahu pelanggan tentang cara-cara untuk membayar lebih murah untuk layanan mereka selain melalui opsi pembayaran di toko aplikasi itu sendiri.
Di bawah poin ketiga, Uni Eropa menyatakan bahwa Apple harus mengizinkan pelanggan untuk dengan mudah menghapus aplikasi dari perangkat mereka, mengubah pengaturan default, dan menawarkan "layar pilihan" untuk memungkinkan mereka menggunakan peramban atau mesin pencari yang berbeda.
Advertisement