Penyelamatan Anggaran Negara 2023, Setara Gelar 2 Kali Pemilu dan Perbaikan Jalan Daerah

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berkontribusi menyelamatkan uang negara. Bahkan nilainya mencapai puluhan triliun sepanjang 2023 yang berasal dari tiga sumber.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Apr 2024, 17:02 WIB
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) memiliki peran vital dalam mengakselerasi pembangunan Indonesia.(dok: Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) memiliki peran vital dalam mengakselerasi pembangunan Indonesia. Baik untuk tujuan fisik semisal proyek strategis nasional (PSN) maupun menopang pembangunan sumber daya manusia (SDM), lewat berbagai program bantuan sosial (bansos). 

Sayangnya, penggunaan APBN untuk belanja pemerintah masih memiliki sejumlah catatan. Sehingga membuat pemakaiannya belum efektif dan efisien dalam jumlah dana tidak sedikit. 

Sepanjang 2023, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelamatkan uang negara senilai Rp67,09 triliun. Angka tersebut berasal dari pengawasan di sektor proyek strategis nasional (PSN), pendidikan, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial.

Adapun uang tak kecil itu bisa dipakai untuk menyelenggarakan dua kali proses pemilihan umum (Pemilu) dan melakukan perbaikan jalan daerah. Seperti diketahui, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi anggaran Pemilu 2024 hingga 1 April 2024 sebesar Rp26 triliun. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, total realisasi anggaran Pemilu tersebut disalurkan melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rp23,8 triliun. Sementara sisa Rp2,2 triliun berasal dari 14 kementerian/lembaga lain. 

Di sisi lain, Pemerintah juga telah menyiapkan anggaran Rp 15 triliun untuk perbaikan jalan daerah di 2024, melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah atau lazim disebut Inpres Jalan Daerah.

Artinya, penyelamatan uang negara sebesar Rp67 triliun lebih itu bisa dipakai untuk melangsungkan dua kali Pemilu (Rp 52 triliun) dan perbaikan infrastruktur di pelosok Nusantara melalui Inpres Jalan Daerah (Rp 15 triliun).


Berasal dari 3 Sumber

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam Seminar Alumni Certification of Government Chief Audit Executive (CGCAE) dan Certification of Internal Audit Executive (CIAE). (Dok BPKP)

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengungkap, kontribusi penyelamatan uang negara Rp67,09 triliun tersebut berasal dari tiga kategori. Pertama, efisiensi belanja negara yang belum keluar atau penghematan sebesar Rp15,56 triliun. Menurut dia, efisiensi belanja ini dihitung dari dana yang belum keluar, sehingga tidak terjadi pemborosan uang negara.

"Kenapa kita bilang ini efisiensi, ini uangnya belum keluar. Mau keluar tapi kami cegah, dan berhasil kita selamatkan," kata Ateh dalam sesi media briefing beberapa waktu lalu di Gedung BPKP, Jakarta Timur, dikutip Minggu (28/4/2024).

Kontribusi kedua berasal dari penyelematan uang negara yang sudah keluar. Adapun, nominal uang negara yang berhasil diselamatkan BPKP mencapai Rp21,90 triliun. "Ini hasil audit investigasi. Kalau yang ini uangnya sudah keluar. Jadi kita usahakan supaya uang tersebut bisa dikembalikan ke kan negara," beber Ateh.

Sedangkan kontribusi ketiga berasal dari optimalisasi potensi penerimaan negara dan daerah dengan jumlah Rp29,3 triliun. Ateh bilang, BPKP berhasil mengidentifikasi potensi-potensi penerimaan negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Jadi negara bisa dapat tambahan penerimaan negara sebesar Rp29,3 triliun," imbuh dia.

 


Fokus Pengawasan BPKP

Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam Laporan Hasil Pengawasan Bidang Pendidikan Tahun 2022. (Dok BPKP)

Ateh mengutarakan, fokus pengawasan BPKP mencakup 86 kementerian/lembaga, 542 pemerintah daerah, dan 27.190 desa. Kemudian, BPKP juga mengawasi 211 PSN, 326 proyek pembangunan lainnya, 114 BUMN termasuk anak perusahaannya.

"Tahun 2023 BPKP melakukan sebanyak 20.783 kegiatan pengawasan yang tersay menjadi 16.471 kegiatan assurance seperti audit, revíu, evaluasi, dan monitoring Sisanya sebanyak 4.312 merupakan kegiatan consulting yang menyasar perbaikan tata kelola dan pengelolaan keuangan negara," terangnya.

Untuk 2024, BPKP juga telah menyusun Agenda Prioritas Pengawasan (APP) guna menjaga akuntabilitas dan tata kelola pemerintah pusat maupun daerah. APP 2024 mengusung tema Independen Mengawasi, Pembangunan Terakselerasi, sebagai bentuk gambaran produk pengawasan yang akan BPKP hasilkan selaku auditor presiden yang profesional dan responsif dalam mengawal kebutuhan negara.

"APP 2024 fokus pada 7 sektor strategis pembangunan yang dijabarkan dalam 25 tema dan 88 topik prioritas pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional," kata Ateh.

Langkah Penyelamatan ke Depan

Tak hanya melakukan reviu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), BPKP pun mendapat tanggung jawab mengevaluasi Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP). Dalam hal ini, BPKP bersinergi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk LKjPP. 

Dalam Penyerahan dan Penandatanganan Hasil Reviu LKjPP Tahun Anggaran 2023 kepada Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas pada 27 Maret 2024 silam, Ateh mengatakan BPKP telah melakukan evaluasi untuk lima sektor, yakni kemiskinan, UMKM, pariwisata, stunting, dan ketahanan pangan. Hasilnya ditemukan pemborosan anggaran dengan nilai sangat besar. 

"Untuk pusat kira-kira ada 37 persen terjadi kegiatan yang tidak efektif, tidak efisien, tidak tepat sasaran. Totalnya itu Rp200 triliun anggaran dari pusat dan daerah yang tidak mencapai sasaran. Jadi dampaknya kalau kita kaitkan antara kinerja dan keuangan tidak nyantol, itu adalah pemborosan yang luar biasa sebenarnya. Itu baru lima sektor," tegasnya. 


Harapan BPKP

Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam Laporan Hasil Pengawasan Bidang Pendidikan Tahun 2022. (Dok BPKP)

 

 

Menurut hasil evaluasi yang dilakukan bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), BPKP menemukan ketidakcocokan sasaran kinerja Pemerintah adalah pemborosan, atau tidak efisien penggunaannya. Sehingga, ia usul untuk menyelaraskan LKjPP dan laporan keuangan. 

"Karena itu perlu kita pertajam lagi tahun-tahun ke depan dalam melakukan reviu LKjPP ini, biar menarik dilihat orang. Kalau dikaitkan sama uang, menarik. Kita kaitkan LKjPP dengan keuangan, ternyata dengan BPKP kita bisa terapkan seluruh Indonesia. Daerah, kabupaten/kota bisa kita kerahkan semua," ungkapnya. 

"Jadi perhatian bahwa hal ini bukan masalah penetapan, jenis sasaran, indikator itu saja. Tapi dampak jauhnya itu adalah ketidaksesuaian antara program kegiatan dengan apa yang dicapai, dan dampaknya adalah pemborosan anggaran," dia menambahkan. 

Melalui catatan itu, Ateh berharap laporan kinerja dan keuangan Pemerintah bisa ikut dikawal secara beririsan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Khususnya demi menjaga realisasi APBN ke depan agar tak lagi terjadi pemborosan dalam jumlah super besar.

"Hal-hal seperti ini barangkali yang nampaknya kecil, tapi begitu kita rinci dan kaitkan kepada anggaran itu berdampak kepada inefektivitas dan inefisiensi. Saya kira kita akan perbaiki lagi lebih tajam, bersama-sama dengan Menpan (Abdullah Azwar Anas) supaya kaitan dengan anggaran ini bisa kita lihat langsung. Karena kalau orang biasanya sudah berkaitan dengan anggaran, senang lihatnya gitu," pungkasnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya