Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda melihat seseorang tidur menyamping dengan posisi lengan menekuk ke dalam sekitar 90 derajat di depan tubuh menyerupai dinosaurus T-Rex?
Posisi tidur ini, yang dikenal sebagai "T-Rex arm", yang akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan autisme. Topik ini biasa muncul di sosial media TikTok dan menghasilkan banyak kesalahpahaman.
Advertisement
Tidak sedikit pula netizen yang mula melakukan self-diagnosis bahwa mereka memiliki ADHD dan autisme hanya dengan tidur dengan posisi tersebut.
Dilansir dari Sleepopolis, Vikas Keshri, Direktur Klinis di Layanan Konseling dan Terapi Perawatan Klinis Bloom, mengatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara posisi tidur T-Rex arm dengan neurodivergensi (gangguan perkembangan otak).
Namun, Keshri menjelaskan bahwa posisi tidur T-Rex arm mungkin terkait dengan proprioception, yaitu kesadaran tubuh terhadap dirinya sendiri dalam sebuah ruang.
"Beberapa orang, terutama mereka yang memiliki ADHD atau tantangan pemrosesan sensorik, mungkin membutuhkan input proprioceptive yang lebih dalam," kata Keshri.
"Ini bisa menjelaskan mengapa mereka tidur dengan posisi T-Rex arm, sering bergerak-gerak, atau merasa nyaman dengan selimut berat atau ruang yang sempit."
Disisi lain, menurut Health News, posisi tidur T-Rex arm memang menjadi salah satu bentuk stimming, yaitu perilaku self-stimulatory yang umum dilakukan oleh orang autis.
Rosie Neustadt, direktur klinis di Circle Care Services, menjelaskan bahwa posisi tidur T-Rex arm memberikan rasa aman atau membantu mengelola kelebihan sensorik bagi orang yang melakukannya.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidur dengan posisi T-Rex arm tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang autisme atau memiliki ADHD. Banyak orang yang tidak autis dan ADHD juga memiliki kebutuhan sensorik dan bisa merasakan ketenangan dan dukungan dengan posisi ini, atau merasa aman.
Klaim Lainnya Mengenai Posisi Tidur T-Rex Arm
Beberapa orang juga beranggapan bahwa tidur dengan posisi T-Rex arm menandakan bahwa sistem saraf orang tersebut terjebak dalam mode fight-or-flight.
Mode ini merupakan respons fisiologis otomatis terhadap situasi yang dianggap stres atau berbahaya, di mana sistem saraf simpatis diaktifkan untuk mempersiapkan tubuh melawan atau melarikan diri.
Namun, Inna Kanevsky, Ph.D., seorang profesor psikologi di San Diego Mesa College, Amerika Serikat, menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak benar.
"Jika sistem saraf selalu dalam mode fight-or-flight, seseorang tidak akan bisa tidur," kata Kanevsky dalam sebuah video TikTok.
"Mode ini membutuhkan aktivasi sistem saraf simpatis, sedangkan saat tidur, sebagian besar waktu kita berada dalam keadaan parasimpatis, kecuali saat bermimpi. Dan tidak mungkin berada dalam mode bertarung atau melarikan diri saat bermimpi. Sistem saraf tidak bekerja seperti itu."
Advertisement
Jangan Sembarang Mendiagnosis Diri Sendiri dengan ADHD dan Autisme
Rosie Neustadt menjelaskan bahwa berbagai gerakan tangan, seperti mengibaskan, memutar, menggoyangkan jari, atau gerakan berulang lainnya, sering diamati pada individu autis. Bukan hanya posisi tidur T-Rex arm.
"Gerakan-gerakan ini merupakan bentuk komunikasi non-verbal dan bisa menjadi cara bagi individu autis untuk mengekspresikan emosi, mengelola pengalaman sensorik, atau mencari kenyamanan melalui stimulasi diri. Memahami gerakan-gerakan ini sangatlah penting untuk meningkatkan komunikasi dan empati terhadap individu autis," kata Neustadt.
Namun, Neustadt menegaskan bahwa kebutuhan sensorik seperti posisi tidur T-Rex arm, tidak cukup untuk mendiagnosis autisme, begitupla ADHD.
Diagnosis keduanya membutuhkan analisis yang lebih luas dan mendalam. Serta perlu dilakukan oleh seorang profesional.