Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kamu memiliki teman yang berpikir bahwa dunia tidak pernah berpihak padanya? Apa pun situasinya, jika ada hal buruk yang menimpa mereka, mereka selalu mengklaim bahwa itu adalah kesalahan orang lain. Hal ini yang disebut sebagai playing victim.
Alih-alih mengevaluasi kesalahan pada dirinya, mereka akan berpura-pura menjadi 'korban' yang seringkali mencari simpati atau perhatian dari orang-orang yang menjadi sasaran mentalitas korbannya.
Advertisement
Monica Vermani, CPsych, seorang spesialisasi hubungan mengatakan bahwa seorang yang berperan sebagai korban seringkali merasa bahwa orang lain dan keadaan menentang mereka.
"Disadari atau tidak, mereka mengulangi pola di mana mereka melepaskan kekuasaan dan hak pilihan mereka, membiarkan diri mereka didominasi, diarahkan dan dibimbing oleh orang lain, dan menyalakan orang lain ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan merek," ujarnya.
Penting untuk mengetahui apakah seseorang berperilaku sebagai korban atau seseorang tersebut yang sebenarnya adalah korban.
"Ketika seorang berperan sebagai korban, mereka sering manyalahkan diri sendiri, menolak bertanggung jawab, terlibat dalam perilaku manipulatif, toxic, dan melakukan sabotase diri. Sedangkan seorang yang menjadi korban sebenarnya ada lebih banyak trauma nyata dan hilangnya kendali atas dirinya sendiri," kata Dr. Hafeez, seorang neuropsikolog.
Oleh karena itu, enali tanda-tanda seseorang yang playing victim dan cara mengatasi seorang yang berperan sebagai korban, seperti dilansir dari Well Good, Senin (29/4/2024).
Ciri-Ciri Playing Victim
1. Mereka mempunyai konsep diri yang negatif
Orang yang berperan sebagai korban seringkali menjelek-jelekkan dirinya sendiri atau terus menerus mengatakan betapa mereka memandang rendah diri mereka sendiri.
Pembicaraan tentang diri sendiri yang negatif dapat menyebabkan sabotase diri dan rendahnya harga diri sehingga menciptakan lebih banyak alasan untuk menciptakan pembicaraan diri sendiri yang negatif.
2. Mereka menyalahkan orang lain atas semua hasil yang buruk
Alih-alih melihat kegagalan atau konflik sebagai peluang untuk mengembangkan diri, seorang dengan mentalitas korban akan menghindari mengakui kegagalan konflik dengan melimpahkan kesalahan atau tanggung jawab kepada orang lain.
Terkadang, hal ini bisa berubah menjadi gaslighting, yang membuat orang lain mempertanyakan realitas mereka sendiri atau ingatan mereka akan suatu peristiwa dengan cara yang sesuai dengan narasi korban.
3. Mereka sulit mempertahankan hubungan dengan orang lain
Seseorang yang berperan sebagai korban seringkali bergantung pada pasangan atau teman dan mengandalkan persetujuan terus-menerus dari mereka untuk merasa baik-baik saja dalam hubungan tersebut.
Hal ini dapat menjadi pola yang berulang di hampir setiap hubungan yang mereka jalani karena mereka kurang memahami peran mereka dalam masalah tersebut.
4. Mereka membesar-besarkan kesulitan
Jika seseorang sering mendramatisasi pengalaman negatifnya, itu bisa menjadi tanda lain bahwa dia sedang berperan sebagai korban. Mereka memutarbalikkan cerita untuk mendapatkan simpati, perhatian, dan validasi tambahan.
Advertisement
5. Mereka memanipulasi emosi orang lain
Seseorang yang berperan sebagai korban akan dengan sengaja memanfaatkan rasa empati atau simpati orang lain atau bahkan membuat mereka merasa bersalah karena berpikir bahwa merekalah yang menyebabkan kemalangan bagi korban palsu tersebut.
Itu semua merupakan sarana untuk mengendalikan atau memengaruhi perilaku orang-orang di sekitar mereka, seringkali demi keuntungan mereka sendiri.
6. Mereka menggambarkan diri mereka sebagai orang yang tidak berdaya
Orang yang berperan sebagai korban seringkali bertindak pasif atau menggambarkan diri mereka berada di bawah belas kasihan orang lain.
Lebih lanjut, mereka tidak berusaha mengubah atau memperbaiki situasi negatif mereka, jika tidak menjadi jelas bahwa mereka sebenarnya bukan hanya korban dari keadaan mereka dan dapat memengaruhi nasib mereka sendiri dalam hidup.
7. Mereka lebih memilih validasi daripada solusi
Didorong oleh rendahnya harga diri mereka, orang-orang ini seringkali mengasihani diri sendiri. Pada gilirannya, mereka biasanya lebih suka mendengar validasi dari orang lain mengenai betapa buruknya situasi mereka, dibandingkan dengan solusi atau ide yang berpotensi membantu untuk mencegah hasil negatif di masa depan.
8. Mereka terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain
"Dalam benak seseorang yang berperan sebagai korban, ada pengulangan yang tak ada habisnya, 'Tetapi semua orang lebih baik daripada saya,' yang merupakan cara mereka terus-menerus memvalidasi perasaan mereka sebagai korban," kata Dr. Vermani.
Jika Anda melihat seseorang terus-menerus mengungkit bahwa orang lain jauh lebih beruntung atau lebih bahagia atau lebih sukses daripada dirinya, itu tandanya dia mungkin sedang berperan sebagai korban.
Bagaimana Cara Mengatasi Seorang yang Playing Victim
1. Tetap objektif
Setelah mendengar mereka menceritakan kembali kemalangan atau peristiwa negatif tertentu secara emosional, mungkin sulit untuk tidak jatuh ke dalam perangkap yang mereka buat.
“Fokuslah pada fakta dan kenyataan daripada terjebak dalam narasi berlebihan mereka," kata Dr Hafeez.
2. Tunjukkan empati sekaligus mendorong pemecahan masalah
Memberikan belas kasih kepada seseorang yang merasa selalu menjadi korban adalah hal yang penting. Bagaimanapun, perilaku mereka mungkin berasal dari kepedihan emosional yang mendalam atau masalah psikologis yang belum terselesaikan.
Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami cara Anda menunjukkan dukungan tersebut dan seberapa besar dukungan yang Anda berikan. Memvalidasi semua cerita mereka akan semakin memperkuat pola pikir mereka sebagai korban.
Sebaliknya, Dr. Hafeez merekomendasikan untuk fokus pada emosi korban tersebut dibandingkan pada cerita rumit yang mereka ceritakan. “Akui perasaan mereka sambil dengan lembut menantang distorsi dalam cerita mereka,” sarannya.
Anda juga dapat memberikan umpan balik yang membangun dan mendukung mereka dalam menemukan solusi atas masalah mereka. Meskipun pada awalnya mereka menolak, dorongan lembut terhadap pemberdayaan dapat membantu mereka mulai mengembangkan kesadaran diri dan menghindari siklus menjadi korban yang terus-menerus.
Advertisement
3. Pertahankan perspektif
Jika seseorang yang menjadi korban melontarkan kesalahan kepada Anda atau mengatakan bahwa Anda adalah penyebab kemalangan mereka, penting bagi Anda untuk tetap berpegang teguh pada kenyataan yang ada, dan hindari membiarkan diri Anda merasa bersalah saat mengambil tanggung jawab.
4. Kelilingi diri Anda dengan orang-orang yang positif
Berada di dekat seseorang yang terus-menerus berperan sebagai korban dapat menguras energi dan emosi. Sebaliknya, menghabiskan waktu bersama orang-orang yang berpikiran positif Anda dapat membantu Anda. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mengelilingi diri dengan orang-orang yang positif.