Mengapa Durasi Gempa di Kota Bandung Bisa Terasa Lebih Lama? Pakar ITB Jelaskan Alasannya

Durasi gempa yang terasa lama di sejumlah wilayah Kota Bandung, salah satu faktornya karena lapisan tanahnya yang lunak.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 01 Mei 2024, 12:00 WIB
Wajah Kota Bandung terlihat dari wilayah perbukitan Bandung Utara, 2022. (Dikdik Ripaldi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bandung - Gempa Magnitudo 6,2 mengguncang selatan Jawa Barat pada Sabtu malam (27/4/2024). Pusat gempa teridentifikasi di laut dengan koordinat 8.42 LS, 107.26 BT, episenter di 151 km Barat Daya Kabupaten Garut.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat mencatat, gempa terasa setidaknya di 11 kabupaten kota, termasuk wilayah Bandung Raya.

Pakar gempa Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan, salah satu faktor yang bisa membuat durasi gempa di sejumlah wilayah Kota Bandung terasa lebih lama adalah karena lapisan tanahnya yang lunak.

"Ini karakteristik yang khas dari Kota Bandung karena dibangun dari sedimen, ada sedimen danau dan sungai yang menambah durasi dari goncangan," katanya lewat laman ITB, Senin (29/4/2024).

Irwan mengatakan, lokasi gempa lalu mirip dengan gempa yang sempat terjadi pada 2 September 2009 dengan magnitudo yang lebih besar yakni 7,3.

"Kalau belajar dari gempa tahun 2009, bahkan ada beberapa kerusakan yang terjadi di bagian utara Kota Bandung. Gempanya di selatan, di selatan Bandung tidak terdampak tapi di utara Bandung yang seharusnya lebih jauh justru mengalami dampak. Itu karena karakteristik lokal yang ada di beberapa wilayah Kota Bandung," tuturnya.

Kondisi tersebut dinilai penting dipahami secara luas guna bagian dari mitigasi bencana. Irwan melanjutkan, masyarakat perlu memahami potensi risiko goncangan di lingkungan sekitar.

"Apakah rumah sudah cukup baik untuk menahan goncangan gempa? Di beberapa daerah, kualitas bangunannya kurang dipersiapkan untuk itu. Kita tidak perlu panik. Kita harus tetap menyadari bahwa sangat mungkin di waktu yang tidak kita ketahui kita akan mengalami gempa," ujarnya.

"Evakuasi baru bisa dilakukan setelah goncangan selesai. jika diperlukan evakuasi, seperti kalau ada bagian rumah yang rusak, maka kita harus tahu lokasi evakuasi," imbuhnya.

Pemerintah juga dipandang perlu terus meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat dengan program-program yang relevan. Pemerintah harus konsisten menerapkan perencanaan pembangunan yang mulai mengatur potensi bencana, seperti membuat zona-zona kebencanaan secara khusus.

Potensi Tsunami

Irwan menyampaikan, bencana gempa bumi yang berlokasi di selatan Jawa Barat memberikan peringatan bahwa ada karateristik sumber gempa lain yang merusak selain megathurst. Salah satu sifat gempa megathrust adalah berpotensi menimbulkan tsunami.

Gempa Garut lalu, katanya, terjadi di bagian dalam dari lempeng yang masuk, bukan di bidang atasnya. Gempa di dalam lempeng memiliki beberapa karakteristik yang berbahaya. Salah satunya, lokasi lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar.

"Berbeda dengan megathrust yang lebih selatan (lebih jauh dari daratan)," katanya.

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB itupun menyampaikan, Gempa Garut memberikan peringatan yang sangat penting bagi kita bahwa ada karaktersitik sumber gempa lain yang ada di selatan Jawa Barat, jadi bukan hanya megathrust yang berdampak tsunami.

"Gempa yang kemarin itu merupakan sumber gempa lain dan memberikan dampak kerusakan yang signifikan," katanya.

Saat ini, di Indonesia terdapat dua teknologi pendeteksi tsunami. Pertama, berbasiskan deteksi gempa bumi. Kedua, melalui verifikasi kenaikan muka air laut.

"Kalau kedua instrumentasi tersebut berjalan realtime, maka kita bisa mendeteksi tsunami dengan sangat baik," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya