Penerimaan APBN Regional DKI Jakarta Tembus Rp 389,58 Triliun

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Mei Ling memaparkan, kondisi perekonomian di wilayah DKI Jakarta dalam kondisi yang stabil dan baik.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Apr 2024, 16:00 WIB
Foto lansekap Ibu Kota dengan latar depan Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (14/11). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan akan mengubah pergub terkait larangan kegiatan keagamaan di Monas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Mei Ling memaparkan, kondisi perekonomian di wilayah DKI Jakarta dalam kondisi yang stabil dan baik.

Meski perkembangan Inflasi DKI Jakarta sebesar 2,18% (yoy), sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya, namun masih dalam kondisi yang terkendali. Hal tersebut tercemin dalam Indeks Keyakinan Konsumen di wilayah DKI Jakarta yang mengalami trend peningkatan.

“APBN Regional DKI Jakarta hingga Maret 2024 mencatatkan realisasi penerimaan sebesar Rp389,58 triliun (26,64% dari target) dengan pertumbuhan -7,07% (yoy), sedangkan realisasi belanja tercatat sebesar Rp335,20 triliun (16,35% dari pagu) dengan pertumbuhan signifikan sebesar 17,34% (yoy)," kata Mei Ling dalam Forum Assets Liabilities Committee (ALCo) Regional DKI Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Pada sektor penerimaan pajak hingga 31 Maret 2024, penerimaan termoderasi sebesar 13,81% dengan capaian Rp273,85 triliun. Kinerja penerimaan pajak bulan Maret 2024 didukung dari Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas sebesar Rp150,70 triliun yang mengalami penurunan sebesar 8,03% (yoy).

Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tumbuh positif sebesar 945,37% (yoy) disebabkan oleh mulai masuknya pembayaran PBB Migas dengan nilai cukup signifikan di bulan ini. Sedangkan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp107,69 triliun mengalami penurunan 20,29% (yoy) disebabkan adanya penurunan nilai impor dan kegiatan Wajib Pajak pada sektor pengolahan dan perdagangan.

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp4,65 triliun. Berdasarkan rinciannya, penerimaan Bea Masuk termoderasi sebesar 16,82%. Penerimaan Bea Keluar meningkat sangat signifikan sebesar 975,69% (yoy) karena dipengaruhi oleh harga komoditas ekspor yang secara rata-rata mengalami kenaikan, terutama batu bara dan CPO.

 


Realisasi PNBP

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak mengalami akselerasi sebesar 15,75% (yoy) dengan capaian Rp110,69 triliun. Capaian ini ditopang oleh komponen penerimaan Sumber Daya Alam sebesar Rp25,97 triliun, Bagian Laba BUMN sebesar Rp42,89 triliun, PNBP Lainnya sebesar Rp32,32 triliun, dan Pendapatan BLU sebesar Rp9,50 triliun.

Adapun untuk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus sendiri mencatatkan realisasi penerimaan pajak neto per 30 April 2024 sebesar Rp81,29 triliun (29,09%) dari target penerimaan pajak Tahun 2024 sebesar Rp279,46 triliun.

"Capaian tersebut berdasarkan jenis pajaknya terdiri dari PPh Non Migas sebesar Rp33,64triliun, PPh Migas Rp21,30 triliun, PPN sebesar Rp 26 triliun, PBB sebesar Rp135,76 miliar, dan Pajak lainnya sebesar Rp189,53 miliar," pungkasnya.

 


Penyelamatan Anggaran Negara 2023, Setara Gelar 2 Kali Pemilu dan Perbaikan Jalan Daerah

Gedung kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) (dok: Ist)

Sebelumnya, anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) memiliki peran vital dalam mengakselerasi pembangunan Indonesia. Baik untuk tujuan fisik semisal proyek strategis nasional (PSN) maupun menopang pembangunan sumber daya manusia (SDM), lewat berbagai program bantuan sosial (bansos). 

Sayangnya, penggunaan APBN untuk belanja pemerintah masih memiliki sejumlah catatan. Sehingga membuat pemakaiannya belum efektif dan efisien dalam jumlah dana tidak sedikit. 

Sepanjang 2023, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelamatkan uang negara senilai Rp67,09 triliun. Angka tersebut berasal dari pengawasan di sektor proyek strategis nasional (PSN), pendidikan, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial.

Adapun uang tak kecil itu bisa dipakai untuk menyelenggarakan dua kali proses pemilihan umum (Pemilu) dan melakukan perbaikan jalan daerah. Seperti diketahui, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi anggaran Pemilu 2024 hingga 1 April 2024 sebesar Rp26 triliun. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, total realisasi anggaran Pemilu tersebut disalurkan melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rp23,8 triliun. Sementara sisa Rp2,2 triliun berasal dari 14 kementerian/lembaga lain. 

Di sisi lain, Pemerintah juga telah menyiapkan anggaran Rp 15 triliun untuk perbaikan jalan daerah di 2024, melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah atau lazim disebut Inpres Jalan Daerah.

Artinya, penyelamatan uang negara sebesar Rp67 triliun lebih itu bisa dipakai untuk melangsungkan dua kali Pemilu (Rp 52 triliun) dan perbaikan infrastruktur di pelosok Nusantara melalui Inpres Jalan Daerah (Rp 15 triliun).


Berasal dari 3 Sumber

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam Seminar Alumni Certification of Government Chief Audit Executive (CGCAE) dan Certification of Internal Audit Executive (CIAE). (Dok BPKP)

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengungkap, kontribusi penyelamatan uang negara Rp67,09 triliun tersebut berasal dari tiga kategori. Pertama, efisiensi belanja negara yang belum keluar atau penghematan sebesar Rp15,56 triliun. Menurut dia, efisiensi belanja ini dihitung dari dana yang belum keluar, sehingga tidak terjadi pemborosan uang negara.

"Kenapa kita bilang ini efisiensi, ini uangnya belum keluar. Mau keluar tapi kami cegah, dan berhasil kita selamatkan," kata Ateh dalam sesi media briefing beberapa waktu lalu di Gedung BPKP, Jakarta Timur, dikutip Minggu (28/4/2024).

Kontribusi kedua berasal dari penyelematan uang negara yang sudah keluar. Adapun, nominal uang negara yang berhasil diselamatkan BPKP mencapai Rp21,90 triliun. "Ini hasil audit investigasi. Kalau yang ini uangnya sudah keluar. Jadi kita usahakan supaya uang tersebut bisa dikembalikan ke kan negara," beber Ateh.

Sedangkan kontribusi ketiga berasal dari optimalisasi potensi penerimaan negara dan daerah dengan jumlah Rp29,3 triliun. Ateh bilang, BPKP berhasil mengidentifikasi potensi-potensi penerimaan negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Jadi negara bisa dapat tambahan penerimaan negara sebesar Rp29,3 triliun," imbuh dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya