Liputan6.com, Paris - Hari ini tepat enam tahun lalu, telah terjadi sebuah serangan dari seorang pria dengan pisau. Ia membunuh satu orang dan menyebabkan empat lainnya terluka di pusat kota Paris.
Demi menghindari banyaknya jumlah korban jiwa dan luka, tersangka tersebut akhirnya ditembak mati oleh polisi.
Advertisement
Kemudian pihak berwenang mengatakan bahwa serangan tersebut langsung oleh unit kontra-terorisme.
Dalam laporan polisi, dua dari korban terluka parah, kata polisi di Twitter, mengutip dari nbcnews.com, Minggu (12/5/2024).
Seorang perwira senior intelijen AS yang mengetahui situasi tersebut mengatakan bahwa polisi menembak mati tersengka yang tampaknya menikam orang-orang di dekat Opera kota tanpa pandang bulu.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Collomb, mengatakan pada Minggu, (13/5/2018) dini hari waktu setempat, keempat korban terluka dinyatakan telah melewati masa krisis.
Gerard Collomb juga menambahkan bahwa korban tewas diketahui adalah seorang pria berusia 29 tahun.
Sementara itu, sumber-sumber peradilan mengkonfirmasi bahwa tersangka lahir pada tahun 1997 di wilayah Chechnya, Rusia. Tempat tersebut diketahui sebagai tempat kelompok ekstremisme yang telah lama bergolak.
Akibat dari serangan ini kedua orang tua sang pelaku ditahan dan diinterogasi.
Pada saat itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan di Twitter bahwa "Prancis sekali lagi membayar harga darah, namun tidak memberikan satu inci pun kepada musuh kebebasan," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Paris, Francois Molin mengatakan di radio Prancis bahwa penyelidikan atas serangan pisau tersebut berada di tangan unit kontra-terorisme, dan beberapa saksi mendengar bahwa penyerang tersebut berteriak "Allahu Akbar".
Pejabat AS yang mengetahui situasi tersebut mengatakan para saksi menyatakan bahwa awalnya tersangka tampak terganggu secara emosional dan mondar-mandir serta bergumam sebelum kejadian mengerikan itu.
Pejabat Paris dan AS mengatakan penikaman itu diselidiki sebagai serangan teror.
Pelaku Masuk dalam Kategori Pantauan Negara
Selama ini, pihak berwenang mengatakan bahwa tersangka sudah masuk dalam daftar orang yang dipantau oleh pihak berwenang Prancis karena adanya tanda-tanda radikalisasi.
Kelompok teror ISIS dalam sebuah pernyataan dari media Amaq mengklaim bahwa penyerang adalah "prajurit" kelompok tersebut.
Namun, pernyataan itu tidak memuat bukti yang mendukung klaim kelompok tersebut, dan tidak jelas apakah tersangka terinspirasi atau bahkan merupakan pengikut kelompok teror tersebut.
Sementara itu, pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov mengatakan bahwa meskipun penyerang tersebut lahir di republik Rusia, dia belum menerima paspor baru selama 20 tahun - pada saat itu tersangka berusia 21 tahun.
"Dia hanya lahir di Chechnya, dan pertumbuhannya, pembentukan kepribadiannya, pandangan dan keyakinannya terjadi di masyarakat Prancis," kata Ramzan Kadyrov.
"Saya menganggap perlu untuk menyatakan bahwa semua tanggung jawab atas fakta bahwa Khasan Azimov melakukan kejahatan sepenuhnya berada di tangan pihak berwenang Prancis," tambahnya.
Advertisement
Kronologi Penikaman
Penikaman tersebut terjadi sekitar pukul 21.00 malam waktu setempat ujar pejabat AS.
Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe mengatakan dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh BFMTV bahwa penyerang terbunuh sembilan menit setelah polisi dipanggil ke tempat kejadian.
Televisi BFM tersebut mewawancarai seorang saksi yang tidak disebutkan namanya di sebuah restoran yang mengatakan seorang wanita muda berada di pintu masuk ketika seorang pria datang dan menyerangnya dengan pisau.
Seorang teman datang membantunya dan penyerang pergi, "mendobrak semua pintu, semua toko," kata saksi tersebut. Dia berbelok ke jalan lain, dan semua orang berpencar, kata saksi mata.
“Saya sedang minum-minum dengan teman-teman dan kami mendengar ledakan," seorang saksi bernama Gloria, yang berada di bar terdekat, menceritakan pada Sabtu malam. Dia bilang dia pergi ke luar untuk melihat apa yang terjadi dan "Saya melihat seorang pria tergeletak di tanah."
Pada saat itu Prancis berada dalam keadaan gelisah setelah serangkaian serangan teror di negaranya.