Desa Ini Sudah Ekspor Rotan Sejak Tahun 80-an, Kini Sumbang Devisa Miliaran Rupiah

Desa Trangsan termasuk penghasil kerajinan rotan terbesar di Indonesia.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 01 Mei 2024, 12:35 WIB
Guyub, perajin rotan yang sudah menganyam sejak usia 7 tahun (Foto: Liputan6.com/Anugerah Ayu Sendari).

Liputan6.com, Jakarta Jari jemari Guyub Subandi bergerak lincah menganyam helai-helai rotan di pangkuannya. Hari itu, Guyub sedang menyiapkan cermin yang dibingkai dengan kerajinan rotan. Gerakan tangannya cepat namun terkontrol, menciptakan anyaman yang rapi dan kuat. 

“Kita bikin ini tidak sembarangan, ada standarnya, ada ujinya. Semua untuk kebutuhan ekspor,” ujar Guyub saat ditemui di rumah produksinya di Desa Trangsan,  Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (24/4/2024).

Dengan gerakan tangan yang terlatih, Guyub merapikan bagian-bagian anyaman rotan yang masih berantakan. Pria ini telah menganyam rotan sejak usia 7 tahun, mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang pengrajin rotan.

Bisnis rotan memang sudah dijalankan turun-temurun oleh keluarga Guyub. Kini ia dan adik-adiknya melanjutkan bisnis tersebut. Selama 25 tahun terakhir, bisnis keluarga tersebut melakukan ekspor sampai ke Eropa, Amerika, Australia, dan Asia. 

Pengiriman biasanya dilakukan sesuai pesanan pre-order. Kadang seminggu sekali, bisa juga 3 - 4 minggu. Guyub mengaku, dalam sekali PO, ia bisa mengirim 300 kerajinan.

“Sekali order ini mungkin harga rp700  ribu per pcs. Sekali buka PO bisa kirim sampai 300 kerajinan. Bisa dikalikan sendiri berapa keuntungannya,” ujar Guyub.


Sudah ekspor dari tahun 80-an

Produk-produk anyaman rotan yang siap diekspor ke Eropa (Foto: Liputan6.com/Anugerah Ayu).

Kepala Desa Trangsan, Mujiman mengungkapkan, Trangsan memang dikenal sebagai sentra kerajinan rotan sejak tahun 1927. Saat itu, lurah pertama Desa Trangsan, Wongsolaksono punya keterampilan menganyam rotan. Keterampilan inilah yang kemudian diajarkan pada warga desa. 

Kepiawaian Wongsolaksono membuat kerajianan rotan ini sampai menarik perhatian Raja Surakarta saat itu. Akhirnya, ia diminta membawa kerajinan-kerajinannya ke Keraton Kasunanan. 

“Sang raja tertarik dan beliau itu wedal sabdo bahwa industri mebel rotan Trangsan ini nanti yang akan menjadi tulang punggung perekonomian desa Trangsan dan sekitarnya,” ujar Mujiman saat ditemui di kantornya Rabu (24/4/2024).

Sejak saat itu, Desa Trangsan dikenal sebagai desa perajin rotan. Kualitas kerajinan rotan dari Desa Trangsan bahkan kemudian terendus sampai pasar internasional. Mujiman menyebutkan, pada 1987, Trangsan mulai melakukan ekspor ke Jerman.

“Kita ekspor tahun pertama itu ke Jerman. Sebelum itu memang kita mengadakan pelatihan-pelatihan sampai 4 bulan. Kita menghadirkan guru-guru dari Cirebon didampingi oleh ahli dari Filipina,” terang Mujiman. 

Pelatihan yang diberikan meliputi cara pembuatan kerajinan rotan yang sesuai dengan standar ekspor. Sejak saat itu, permintaan ekspor mulai meningkat. 


Jadi Desa Devisa berkat rotan

Anyaman rotan yang seluruh prosesnya dianyam sendiri dengan tangan (Liputan6.com/Anugerah Ayu)

Bisnis rotan di Desa Trangsan memang mengalami pasang surut. Pada 2006 misalnya, desa ini mengalami penurunan yang sangat drastis baik dari bahan bahan baku, pemasaran, juga permodalan. 

Ada lima permasalahan besar yang dihadapi para pelaku usaha saat itu. Pertama, menghilangnya bahan baku rotan karena banyak yang diekspor. Ini membuat perajin rotan hanya mendapat sisa-sisa ekspor. Kedua, bahan baku yang menurun kualitasnya membuat pelanggan beralih ke industri rotan di Tiongkok.

Dari kondisi tersebut, banyak penyedia modal tak lagi percaya pada perajin di Trangsan. Akhirnya mereka kesulitan menjangkau permodalan. Tenaga kerja pun makin berkurang karena memilih melakoni pekerjaan lain yang lebih menguntungkan.

Selain itu, desain-desain kerajinan rotan masih sangat sederhana dan terbatas. Ini yang juga membuat Trangsan tidak bisa bersaing.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, para perajin rotan akhirnya membentuk Forum Rembug Industri Mebel Rotan Trangsan. Forum ini diinisiasi dari Kementerian Perdagangan dan Perindustrian.

Forum ini akhirnya menemukan solusi untuk keluar dari keterpurukan. Saat itu, diputuskan bahwa Trangsan akan dijadikan sebuah desa wisata yang fokus pada sentra kerajinan rotan. Upaya ini dilakukan untuk membangkitkan kembali perekonomian desa yang akhirnya bisa kembali memenuhi pasar ekspor.

Desa Trangsan akhirnya bisa kembali bangkit dan punya nama besar di pasar internasional. Bahkan 70 persen kerajinan diproduksi untuk memenuhi permintaan ekspor. 

“Kita memang 70 persen ekspor, yang 30 persen  untuk menggeluti di pasar domestik,” ujar Mujiman. 

Ekspor terbesar saat ini menjangkau Eropa, Amerika, Australia, Korea, Jepang dan ke depan akan merambah ke Timur Tengah. Tingginya pemenuhan ekspor ini membuat Desa Trangsan dinobatkan sebagai Desa Devisa oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada 2023 lalu. 

Desa Trangsan memberikan kontribusi devisa yang cukup besar dan terus mengalami kenaikan. Desa ini bisa menyumbang dari USD 3 juta (rp48 miliar) pada 2019, USD 5,4 juta (rp87 miliar)pada 2020, dan mencapai USD 5,7 juta (rp92 miliar) pada 2021.


Dapat dukungan BRI

Produk cermin termasuk yang paling banyak diminta ekspor (Liputan6.com/Anugerah Ayu).

Permodalan merupakan salah satu kunci para pelaku usaha di Trangsan untuk bangkit dan mengembangkan bisnisnya. Terutama bagi pengusaha berskala kecil dan mikro, permodalan bisa menjadi penyokong jalannya usaha. 

Mujiman menyebutkan, salah satu pihak yang menyokong permodalan bagi para perajin adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Ia menyebutkan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan BRI bisa sangat membantu UMKM yang masih berskala kecil akhirnya tumbuh besar.

“Di awal-awal pengusaha kecil itu kesulitan mengambangkan usaha karena masalah permodalan. Tapi setelah hadirnya BRI ikut mendampingi UMKM ini, memang sangat bermanfaat sekali. Hingga yang kecil-kecil ini bisa ikut bangkit mengembangkan industri,” ujar Mujiman.

BRI juga memberi serangkaian dukungan untuk kerajinan rotan di Trangsan. Dalam hal pendampingan misalnya, para warga dan pelaku usaha kerap dilibatkan dalam berbagai pelatihan mulai dari pemasaran digital hingga literasi keuangan. BRI juga selalu hadir menyokong kegiatan-kegiatan yang ada di Trangsan seperti acara tahunan Grebeg Penjalin.

“Kemarin kita juga dapat bantuan peralatan produksi untuk para pelaku usaha, ada 10 orang yang dapat,” tambah Mujiman. 

Industri rotan di Trangsan akhirnya juga menjadi sebuah klaster tersendiri. Ini membuat para perajin menjadi lebih punya kekuatan untuk mengembangkan usahanya. 


Komitmen BRI dukung UMKM

Desa Trangsan bisa menyerap tenaga kerja dari warga sendiri (Liputan6.com/Anugerah Ayu).

Dalam mendukung pertumbuhan UMKM, BRI punya program Klasterku Hidupku. Program ini adalah inisiatif pemberdayaan klaster atau kelompok usaha melalui pengembangan kelembagaan dan kolaborasi. Klasterku Hidupku bertujuan meningkatkan tingkat usaha dan memperluas akses pasar. 

Dari total 23.243 klaster usaha yang berada di bawah binaan BRI, sebanyak 1.897 telah menerima program pemberdayaan yang mencakup pelatihan serta bantuan sarana dan prasarana produktif.

Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari menjelaskan, BRI mendorong produktivitas kelompok usaha dengan memberikan bantuan peralatan usaha atau sarana prasarana pendukung. BRI juga mendorong produktivitas kelompok usaha dengan memberikan bantuan peralatan usaha atau sarana prasarana pendukung. Pada pelaku UMKM, ia berharap bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

“Program Klasterku Hidupku adalah bukti komitmen BRI dalam mendukung dan mendampingi pelaku usaha di berbagai wilayah di Indonesia. Program ini tidak hanya memberikan bantuan modal, tetapi juga menyediakan pelatihan dan berbagai program pemberdayaan lainnya yang bermanfaat bagi para pengusaha lokal,” ujar Supari dalam keterangan resminya pada Kamis (4/4/2024).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya