Hardiknas 2024, Ketua Komisi X: Pendidikan Indonesia Masih Hadapi Tantangan Besar

Para pemangku kebijakan dinilai perlu memperkuat kolaborasi dalam mencari terobosan perbaikan sistem pendidikan nasional.

oleh Muhammad Ali diperbarui 02 Mei 2024, 11:54 WIB
Guru mengatur para murid sebelum upacara di SD Pasar Baru 05, Jakarta, Senin (27/7/2015). Usai libur panjang Idul Fitri para siswa kembali beraktivitas mengikuti pelajaran di sekolah untuk tahun ajaran 2015-2016. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, sistem pendidikan Indonesia masih banyak menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas peserta didik. Para pemangku kebijakan (stakeholder) pun dinilai perlu memperkuat kolaborasi dalam mencari terobosan perbaikan sistem pendidikan nasional.

“Kami menilai saat ini perlu peningkatan kolaborasi antara penyelenggara pendidikan dan masyarakat untuk memastikan kebijakan arah pendidikan kita tidak bersifat top down. Selain itu kolaborasi ini dibutuhkan untuk menentukan prioritas kebijakan penyelenggara pendidikan agar sesuai dengan masalah yang ada di lapangan,” ujar Syaiful Huda di sela Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024 di Jakarta, Kamis (2/5/2023).

Huda mengatakan capaian sistem pendidikan Indonesia saat ini masih belum terlalu mengembirakan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator seperti tingkat rendahnya kemampuan dasar siswa dalam bidang literasi, sains, dan matematika, masih belum tuntasnya persoalan kesejahteraan guru, hingga sempitnya akses pendidikan tinggi di tanah air.

“Ironisnya berbagai tantangan besar tersebut terkesan dihadapi dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat top down dan mempersempit keterlibatan masyarakat sipil di bidang pendidikan,” katanya.

Dari data Human Capital Indeks (HCI) Bank Dunia, kata Huda, kualitas potensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai masih kalah jauh dari Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Indonesia hanya menduduki peringkat 96 dari 173 negara. Sementara Singapura menduduki peringkat 1, Vietnam 38, Malaysia 62, dan Thailand 63.

“Faktor yang membuat jeblok peringkat HCI Indonesia adalah rendahnya skor Indonesia dalam PISA dan tingginya pravelensi stunting anak-anak kita,” katanya.

 


Hasil Tes PISA Indonesia Relatif Tertinggal Negara Lain

Hasil tes PISA Indonesia, lanjut Huda, memang menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam literasi, sains, dan matematika relatif tertinggal dari negara lain. Pada 2022, skor PISA Indonesia untuk literasi 359, sains 383, dan matematika 379. Capaian ini jauh tertinggal dari siswa Singapura di mana tingkat literasi 543, sains 561, dan matematikan 575.

“Bahkan Indonesia tertinggal dari Vietnam di mana kemampuan literasi siswanya mencapai skor 462, sains 472, dan matematika 469,” katanya.

Kebijakan Merdeka Belajar, kata Huda, juga dinilai banyak kalangan belum benar-benar memberikan kemerdekaan bagi penyelenggara pendidikan merumuskan praktik belajar mengajar terbaik sesuai kebutuhan peserta didik. Dalam praktinya, kebijakan Merdeka Belajar masih terjebak pada kegiatan teknis-administratif yang memberatkan guru dan tenaga kependidikan.

“Penetapan Kurikulum Merdeka mulai tahun ajaran 2024/2025 juga menjadi kendala tersendiri meskipun ada masa penyesuaian hingga dua tahun ke depan,” katanya.

Politisi PKB ini berharap agar pemerintah memprioritaskan penyelesaian pengangkatan satu juta guru menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Langkah ini untuk memastikan solusi kesejahteraan guru yang menjadi masalah akut dari waktu ke waktu.

“Dalam pandangan kami kesejahteraan guru ini menjadi kunci bagi apapun inovasi dalam peningkatan mutu sistem pendidikan kita. Jika guru sejahtera maka apapun kurikulumnya, apapun kompetensi peserta didik yang hendak dikembangkan, apapun metode belajar mengajar yang dipilih probabilitas keberhasilannya akan lebih tinggi,” katanya.

kurikulum tiap era pemerintahan (liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya